Tampilkan postingan dengan label ENERGI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ENERGI. Tampilkan semua postingan

Minggu, 15 Desember 2019

BUKU MEMBANGUN ENERGY SECURITY INDONESIA

Boleh kakak, diborong bukunya. Judulnya "Membangun Energy Security Indonesia" karya saya sendiri. ☺️☺️.  Last stock. Tersedia sekitar 120 eks. Murah, 80 ribu aja, 500-an halaman. Selain buat dibaca untuk menambah pengetahuan tentang pentingnya energi, bukunya bisa juga buat ganjal pintu/lemari/meja. Bisa dibuat bantal. Bisa juga buat nimpukin mas/mbak jahat pemberi harapan palsu. Xixixi. 😅🙈🙏🙏

Yang berminat bisa langsung japri atau bisa kunjungi lapak saya :
 https://www.bukalapak.com/p/hobi-koleksi/buku/kedokteran/2ap7434-jual-membangun-energy-security-indonesia?utm_source=apps

Judul : Membangun Energy Security Indonesia
Penulis : Alek Kurniawan Apriyanto
Penerbit : Pustaka Muda, Jakarta, 2015
ISBN 978-602-6850-02-7
Jumlah Halaman : 500

Testimoni : Satya Widya Yudha, Novian Moezahar Thaib, S. Herry Putranto, Muhammad Sarmuji, Achsanul Qosasi, Dr. Agung Purniawan, Dr. Abu Bakar Eby Hara, Dr. Ir. Mawardi, ME

Daftar Isi :
1. Pendahuluan
2. Sejarah Energy Security Dunia
3. Definisi Energy Security
4. Hubungan Energy Security Dengan Bidang Lain
5. Cara Mengukur Energy Security
6. Karakteristik Setiap Sumber Energi
7. Overview Kondisi Energi Dunia
8. Proyeksi Energi Dunia
9. Kondisi Pengelolaan Energi Dunia
10. Proyeksi Energi Dunia
11. Penilaian Lembaga-Lembaga Internasional Terhadap Pengelolaan Energi Indonesia
12. Catatan Sejarah Pengelolaan Energi di Indonesia
13. Kebijakan-Kebijakan Terkait Energi
14. Tantangan Kemanan Energi Nasional
15. Energi Alternatif Untuk BBM
16. Memacu Infrastruktur Gas
17. Memaksimalkan Pemanfaatan Batubara
18. Inisiasi PLTN
19. Menyambut Energi Terbarukan
20. Cadangan Penyangga Energi Nasional
21. Belajar Dari China
22. Parameter Kuantitatif Dalam Kebijakan Energi Indonesia
23. Penutup

Rabu, 24 Januari 2018

KELAPA SAWIT BAHAN BAKU BIODIESEL


Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Berikut disajikan beberapa info umum mengenai kelapa sawit yang diambil dari beberapa sumber.

Kelapa sawit merupakan jenis tanaman palem (palma) yang tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.

Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan:
  1. Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
  2. Mesoskarp, serabut buah.
  3. Endoskarp, cangkang pelindung inti.
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).

Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2.000-2.500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura" . Kini, produk kelapa sawit Indonesia menguasai pasar dunia. Dari 59,6 juta ton produksi minyak sawit dunia pada 2014, sekitar 31,3 juta ton atau 52% dihasilkan dari Indonesia .

Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22. Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-C20, sehingga mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), biodiesel dibuat melalui proses transesterifikasi dua tahap, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi, tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterifikasi .

Dalam skala ekonomi, kelapa sawit adalah bahan baku biodiesel yang sangat ekonomis. Tanaman ini banyak dikembangkan di berbagai wilayah Indonesia. Namun demikian, kelapa sawit ini juga merupakan bahan baku minyak makan, yang merupakan salah satu komoditas sembilan bahan pokok (sembako) masyarakat Indonesia. Ini berarti kelapa sawit termasuk ke bahan biofuel yang menggunakan bahan pangan sebagai bahan baku. Penggunaan kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel akan mengganggu stabilitas harga dan ketersediaan minyak makan di pasaran. Atau dengan kata lain dapat menimbulkan polemik dan kompetisi pemanfaatan, apakah sebagai bahan pangan atau bahan baku energi, yang pada akhirnya akan memunculkan isu ketahanan pangan versus ketahanan energi.

REFERENSI
  1. Raksodewanto, Alfonsus Agus, 2010, hal. 20
  2. Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit dikunjungi 13 Maret 2016
  3. Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit dikunjungi 13 Maret 2016
  4. Dalam http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/02/160218_majalah_sertifikasi_kelapasawit





Selasa, 23 Januari 2018

PENGELOLAAN ENERGI CHINA


Periode pengelolaan energi China dapat dibagi ke dalam empat periode, yakni periode 1978-1992, periode 1993-1999, periode 2000-2008, peride 2008-saat ini. (Zhang Jian, 2011).

Pada Periode 1978-1992, swasembada energi menjadi tujuan utama dari kebijakan pengelolaan energi China. Kebijakan energi lebih dititik beratkan pada pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri secara mandiri melalui produksi dalam negeri, dan dengan sedikit peranan pihak luar. Pada masa ini dibentuk National Development and Reform Commission (NDRC) yang menjadi lembaga pengatur sektor energi. Perusahaan-perusahaan milik negara (state owned enterprises) memiliki akses yang terbatas pada pasar luar negeri.

Walaupun telah dilaksanakan reformasi ekonomi sejak 1978, pasar China masih cukup terisolasi dari pasar luar negeri. Kebijakan “reformasi dan keterbukaan” kemudian mulai menarik minat investor luar negeri untuk berinvestasi di China. Hal ini mampu menyerap banyak tenaga kerja yang berasal dari pedesaan China untuk bekerja di sektor manufaktur yang banyak berkembang di wilayah pantai China. Produk domestik bruto China kemudian mulai tumbuh pesat sejak 1990-an. (Zhang Jian, 2011).

Pelaksanaan reformasi ekonomi dan penerapan kebijakan pintu terbuka pada tahun 1978 mendorong kemajuan pesat perindustrian China. Hal ini berakibat pada kenaikan konsumsi minyak bumi China. (Wang, Haibo, dalam Radityas, 2014). Namun demikian, sejak tahun 1988, produksi minyak bumi dalam negeri China mulai mengalami penurunan karena ladang-ladang minyak besar China mencapai puncak produksi sehingga kemudian produksinya cenderung semakin mengalami penurunan. (Hook. M, et al. 2010; dalam Radityas, 2014). Pada tahun 1993, China yang sebelumnya merupakan negara pengekspor minyak bumi resmi menjadi negara net importer minyak bumi. (Daojiong, Zha,.loc.cit, dalam Radityas, 2014).

Pada Periode 1993-1999, produksi minyak dalam negeri China tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 1993, China mulai mengimpor minyak dari luar negeri. Pemerintah China mulai melakukan reformasi untuk meningkatkan daya saing perusahaan-perusahaan milik negara yang kemudian secara aktif mencari minyak di pasar luar negeri. Perusahaan minyak nasional mulai belajar bagaimana bermain di pasar energi global melalui penanaman modal asing (foreign direct investment).

Pada Periode 2000-2008, “Go Global” menjadi slogan utama pemerintah China. Pemerintah China mendorong perusahaan-perusahaan China di dalam negeri untuk melakukan ekspansi ke luar China. Masuknya China ke WTO (World Trade Organization) semakin meningkatkan kompetisi bisnis domestik. Perusahaan-perusahaan milik negara dan swasta semakin gencar melakukan ekspansi ke luar negeri.

Pada masa ini, perkembangan di sektor industri, transportasi dan rumah tangga terus membutuhkan pasokan minyak bumi dalam jumlah besar. Sementara itu produksi dalam negeri China semakin tidak mampu mengimbangi kenaikan kebutuhan konsumsinya. Akhirnya pada tahun 2006, China harus mengimpor sebesar 50% dari kebutuhan konsumsinya. (Brasholt, David. 2010, dalam Radityas, 2014).

China mampu meningkatkan produksi energinya, termasuk produksi energi dari sumber energi terbarukan dan nuklir. National Bureuau of Statistic melaporkan bahwa penggunaan energi hidro, angin, solar (matahari), dan nuklir meningkat 9,5% dari total penggunaan energi pada tahun 2008. Target peningkatan pangsa (bauran) penggunaan energi terbarukan China sebesar 15% pada tahun 2020 tampaknya dapat tercapai. (World Development Report 2010 dalam Zhang Jian, 2011).

Pangsa konsumsi energi hidropower meningkat dari 1% pada 1949 menjadi 7,4% pada 2008. Pada tahun 2008 ini kapasitas hidropower China mencapai 170 juta KW, membuat China menjadi konsumen hidropower terbesar dunia. Produksi energi angin China meningkat dua kali lipat setiap tahun selama tiga tahun terakhir. Kapasitas energi angin saat ini mencapai 12,21 juta KW, menjadikan China peringkat ke-4 dunia pengguna energi angin. (Xinhua News Agency, China Daily, October 3, 2009, dalam Zhang Jian, 2011).

Pada 2008, sektor energi matahari memproduksi sekitar 6000 ton polycrystalline silicon dan 2 juta KW solar PV dan juga pembangkit tenaga nuklir dengan total kapasitas mencapai 8,85 juta KW. (China Daily, October 3, 2009 dalam Zhang Jian, 2011).

Masuknya China menjadi anggota World Trade Organization (WTO) pada tahun 2001 mengakselerasi konsumsi sumber energi dalam negeri. Salah satu kebijakan energi utama China pada periode ini adalah mendorong perusahaan-perusahaan energi China untuk mencari minyak dan sumber energi lainnya di luar negeri. Pemerintah memberikan dukungan berupa pengetahuan-pengetahuan tentang investasi, informasi-informasi dan panduan-panduan, serta dukungan finansial seperti kredit pajak khususnya kepada Perusahaan-Perusahaan Milik Negara. Kebijakan energy security dan kebijakan luar negeri menjadi lebih terintegrasi demi melayani tujuan keamanan nasional (national security).

Sejak tahun 2006 dicanangkan program “outward investment” (investasi keluar). Pada periode sebelumnya dapat dikatakan China awalnya memulai tahapan pembentukan, kemudian mulai masuk ke pasar global. Pada periode “outward investment” ini China secara intens belajar mengenai bagaimana memainkan peranan dalam perdagangan energi global.

Sejak tahun 2005 keamanan energi (energy security) telah diprioritaskan dalam rencana 5 tahunan ke-11 (11th Five-Year Plan) dimana ditekankan pada konservasi energi, lingkungan, perubahan iklim, dan energi hijau. Regulasi terkait corporate social responsibilities (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan direvisi dan diperkenalkan di bawah regulasi perusahaan. Kebijakan CSR diimplementasikan pertama kali oleh perusahaan multinasional pada tahun 1960-an dan 1970-an sebagai cara untuk menghasilkan dampak positif dan publisitas positif.

Sebagai pendatang baru di pasar internasional, perusahaan milik negara mulai belajar peraturan-peraturan ini. Kerjasama internasional di sektor energi terus didorong. Pada periode ini ekonomi dan politik China semakin meningkat. Banyak perusahaan China lalu secara selektif meningkatkan investasi di luar negeri. Pada awalnya strategi investasi luar negeri dititikberatkan pada tujuan mencari keuntungan, tetapi kemudian semakin banyak difokuskan pada CSR, lingkungan, dan juga isu-isu pengembangan negara tujuan investasi. Perusahaan-perusahaan milik negara yang kecil dan medium juga semakin aktif berinvestasi di luar negeri. Investasi energi menjadi lebih terdiversifikasi (bervariasi) pada ukuran besaran investasi sesuai perusahaan dan juga sektor-sektor energi. Kebijakan luar negeri China mampu secara progresif berperan penting dalam mendukung energy security, khususnya pada kontrak-kontrak investasi besar.

Pada Periode 2008 – saat ini, slogan China berganti menjadi “Go Abbroad and Buy”. Hal ini merupakan respon terhadap terjadinya krisis finansial pada tahun 2008, dimana China memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan ekspansi investasi pada level global. Investasi China pada sumber daya dan sektor energi meningkat secara dramatis.

Krisis finansial global pada tahun 2008 berhasil dimanfaatkan China sebagai momentum meningkatkan cadangan mata uang asingnya serta lebih agresif dalam melakukan investasi di pasar global. Tak lama kemudian, China berhasil menyalip Jepang, dan menjadi produsen barang terbaik dunia di tahun 2010. Pencapaian ini menambah kepercayaan diri China dan meningkatkan kapasitasnya dalam melakukan merger (penggabungan), akuisisi dan investasi finansial lainnya di luar negeri.

Ketidakpastian politik di Timur Tengah dan Afrika Utara semakin mendorong China untuk mendiversifikasi sumber-sumber energinya. Krisis nuklir Jepang pada tahun 2011 (bencana Fukushima) memaksa China untuk meninjau ulang rencana pembangunan pembangkit tenaga nuklirnya. Untuk sementara China sempat menunda pembangunan pembangkit tenaga nuklir baru dan mulai mempertimbangkan ulang rencana pengembangan tenaga nuklir dan standar safety (keamanan) nuklirnya.

Pada Januari 2010, China membentuk National Energy Commission (NEC) yang bertujuan meningkatkan strategi dan perencanaan pengembangan sektor energi China. Fungsi utama NEC adalah menyusun rencana pengembangan energi nasional, meninjau energy security, dan mengkoordinasikan kerjasama internasional. NEC terdiri dari 21 Menteri dan departemen-departemen lain termasuk National Development and Reform Commission (NDRC) serta People’s Bank of China. Pembentukan NEC menunjukkan bahwa China memahami kebutuhan mendesak terhadap integrasi kebijakan energi dan kebijakan ekonomi makro, khususnya pasar finansial. (Zhang Jian, 2011).

Seperti kebanyakan negara lain, China telah mengembangkan beberapa strategi utama yang diaplikasikan semenjak beberapa tahun sebelumnya dalam rangka mengamankan pasokan energi. Strategi-strategi yang dilakukan China dapat diringkas sebagai berikut:
  1. Mendiversifikasi sumber energi dengan meningkatkan produksi gas alam dan tenaga nuklir, mengembangkan teknologi energi bersih untuk memproduksi bensin dan minyak diesel dari batubara, dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan lainnya seperti energi angin dan energi matahari.
  2. Meningkatkan pasokan minyak dan gas alam yang ada dan mengeksplorasi sumber-sumber energi baru secara global, mendiversifikasi jalur impor dengan mengurangi ketergantungan impor terhadap sumber minyak di wilayah timur tengah, dan meningkatkan impor dari Asia Tengah dan Rusia dalam rangka mengurangi resiko transportasi yang mungkin terjadi.
  3. Memperkuat eksplorasi dan produksi energi sumur-sumur minyak baru secara domestik dan mendorong kerjasama internasional pada eksplorasi dan produksi minyak lepas pantai (offshore).
  4. Meningkatkan jumlah dan volume cadangan minyak strategik (strategic petroleum reserve) dan meningkatkan syarat mandatory stockpile (penimbunan) minyak untuk perusahaan-perusahaan minyak utama.

Jumat, 19 Januari 2018

HUBUNGAN ENERGY SECURITY DENGAN EKONOMI


Xavier Labandeira dan Baltasar Manzano (2012) menyebutkan bahwa energy security merupakan isu yang sukar dipahami berhubung belum terdapatnya definisi energy security yang tepat, terutama ketika dihubungkan dengan perspektif ekonomi. Telah terdapat kesadaran global bahwa energi akan selalu menjadi permasalahan yang krusial bagi perkembangan ekonomi dari masyarakat. Pentingnya peranan energi ini dipandang mulai semakin meluas secara signifikan setelah era revolusi industri. Penggunaan bahan bakar fosil secara intensif di era tersebut merupakan pijakan dasar mulai tergantungnya masyarakat modern terhadap sumber energi.

Di dalam hukum termodinamik telah dinyatakan bahwa energi itu merupakan elemen penting bagi kegiatan manusia sehari-hari. Pada kuantitas yang minimum saja, energi sangat diperlukan dalam kegiatan transformasi material atau bahan baku menjadi produk yang berdaya guna dimana berhubungan dengan kebanyakan proses-proses produktif. Bahan-bahan energi itu sendiri juga memiliki peranan yang sangat penting, baik sebagai input untuk produksi dan transportasi maupun sebagai produk final yang seringkali penting bagi kesejahteraan dasar manusia seperti misalnya listrik.

Dengan demikian, isu-isu terkait energi memiliki relevansi yang tinggi terhadap sistem ekonomi. Isu investasi dan permodalan merupakan salah satu contoh dimana setiap keputusan kegiatan perekonomian akan selalu mempertimbangkan jenis dan level konsumsi energi. Jadi, fakta utama yang mendasar adalah : pasokan energi pada level yang minimum sangat penting untuk membuat sistem ekonomi berfungsi.

Dari perspektif ekonomi, Bohi dan Toman (1996) dalam Xavier Labandeira dan Baltasar Manzano (2012), mendefinisikan ketidakamanan energi sebagai hilangnya kesejahteraan yang disebabkan oleh suatu perubahan dalam harga atau ketersediaan fisik energi. Dalam pemikiran ini, Bohi dan Toman (1993) dalam Xavier Labandeira dan Baltasar Manzano (2012), mendiskusikan biaya-biaya energy security, dengan mempertimbangkan dua potensi eksternal yakni hal-hal eksternal yang berhubungan dengan perubahan-perubahan dalam volume impor minyak, dan hal-hal eksternal yang berkenaan dengan harga yang tak terprediksi.

Hal-hal eksternal yang terkait dengan impor minyak muncul dari kekuatan pasar dari eksportir karena organisasi-organisasi seperti OPEC mungkin dapat mempertahankan harga pasar minyak di atas level yang kompetitif. Jika negara-negara eksportir energi memiliki perilaku pasar yang tidak kompetitif, negara-negara importir akan terancam menghadapi sebuah kegagalan pasar yang mendorong mereka untuk memiliki alasan-alasan untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan energi.

Kelompok faktor eksternal kedua yang berhubungan dengan energi selalu dihubungkan kepada dampak dari fluktuasi harga energi dalam ekonomi. Penyesuaian yang lambat terhadap faktor-faktor dan pasar-pasar produksi dapat menyebabkan biaya ekonomi yang lebih tinggi. Pada kasus pasar tenaga kerja, misalnya, kenaikan harga energi dapat meningkatkan angka pengangguran karena semakin tingginya beban biaya gaji karyawan bagi perusahaan. Selaras dengan hal ini, kenaikan harga energi dapat mempengaruhi pasar modal melalui semakin banyaknya kemacetan modal produktif, khususnya pada modal intensif sektor energi. (Markandya and Hunt, 2004; dalam Xavier Labandeira and Baltasar Manzano, 2012).

Sejumlah literatur yang ada, umumnya merespon perhatian-perhatian terhadap negara-negara yang sangat tergantung pada stok energi asing. Ini berarti sejumlah literatur lebih memfokuskan dirinya pada sisi pasokan dalam energy security. Namun demikian, ketidakamanan energi dapat juga disebabkan dari sisi permintaan. Misalnya ketika negara-negara importir mempromosikan pengurangan pada impor energi melalui subsidi untuk meningkatkan investasi sumber energi alternatif, efisiensi energi, dll., yang kemudian mempengaruhi produser-produser energi untuk menawarkan harga yang lebih kompetitif guna mengamankan dominasi penjualan energinya dalam jangka panjang.

Dalam pengertian ini, OPEC secara resmi telah menekankan bahwa energy security harus dipertimbangkan dari perspektif global, sebagai sebuah konsep berulang di antara eksportir dan importir energi. Pada tahun 2008, Sekretaris Umum OPEC menyatakan bahwa isu energy security tidak hanya berhubungan dengan tingkat ketidakterjangkauan harga energi. Isu energy security juga berhubungan dengan ketidakpastian harga energi yang mempengaruhi keputusan-keputusan investasi. Hal ini terjadi tidak hanya pada perusahaan-perusahaan dan konsumen-konsumen di negara-negara importir, tetapi juga di negara-negara produsen energi. Permintaan energi menjadi lebih tidak dapat diprediksi sehingga meningkatkan ketidakpastian untuk investasi.

Sebenarnya, Van der Ploeg dan Poelhekke (2009) dalam Xavier Labandeira dan Baltasar Manzano (2012) memperkuat pandangan ini. Mereka menunjukkan adanya dampak-dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh hubungan positif yang terjadi secara umum antara tingkat ketergantungan sumber daya alam dan ketidakpastian makroekonomi.

Secara umum, ada kecenderungan negara-negara maju yang memiliki perekonomian yang kuat ternyata tidak memiliki sumber daya energi yang cukup untuk menjamin keberlangsungan kegiatan ekonominya, dimana semakin membutuhkan pasokan energi yang besar. Hal ini mendorong mereka untuk memaksimalkan investasi kepada negara-negara penghasil energi. Negara-negara maju akan menggunakan kekuatan ekonomi yang mereka miliki untuk mengamankan penyediaan energi. Sebaliknya, negara penghasil energi yang menjadi sasaran investasi negara maju seringkali mempunyai posisi yang lemah karena tersandera kepentingan ekonomi negara maju. Dari sini dapat dijelaskan bahwa kemampuan ekonomi suatu negara sangat menentukan ketahanan energi nasional. (Agus Nurrohim, 2012).


Kamis, 18 Januari 2018

HUBUNGAN ENERGY SECURITY DENGAN PENGUASAAN IPTEK DAN KUALITAS SDM


Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan salah satu modal utama dalam membangun sistem perekonomian yang kuat yang menjamin kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Di sisi lain, penguasaan IPTEK tidak lepas dari tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang dimiliki suatu negara. Karenanya, upaya menumbuh-kembangkan kedua hal tersebut dalam suatu negara merupakan suatu hal yang sangat penting untuk membangun pondasi yang kokoh yang menjamin kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan.

Agus Nurrohim (2012) menyebutkan bahwa telah terjadi proses transisi perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya (Resource Based Economy) menjadi perekonomian yang berbasiskan pengetahuan (Knowledge Based Economy). Pada era Knowledge Based Economy, kekuatan bangsa diukur dari kemampuan penguasaan IPTEK sebagai faktor primer penguasaan ekonomi. Termasuk juga di dalam penguasaan IPTEK ini tentunya keberadaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan handal.
Peranan penguasaan IPTEK dan keberadaan SDM yang handal menggantikan peranan modal, lahan dan energi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing suatu bangsa. Melalui penguasaan IPTEK dan SDM yang unggul, suatu negara akan mampu meningkatkan produktivitas perekonomian dan daya saingnya di kancah dunia.

Salah satu indikator kemampuan penguasaan IPTEK suatu negara dapat dilihat dari seberapa besar perbandingan angka ekspor dan impor sektor industri. Untuk Indonesia, nilai ekspor antara tahun 1996 sampai 2009 didominasi oleh produk-produk yang kandungan teknologinya rendah. Sementara impor Indonesia didominasi oleh produk industri, tambang, dan produk industri makanan dengan kandungan teknologi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum dapat memperoleh manfaat dan nilai tambah yang maksimal melalui pemanfaatan teknologi dalam pengelolaan sumber daya alam yang dimilikinya.

Investasi industri untuk penelitian dan pengembangan teknologi masih sangat terbatas, sehingga kemampuan industri dalam menghasilkan teknologi masih rendah. Di samping itu, beberapa industri besar dan industri yang merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) mempunyai ketergantungan yang besar pada teknologi yang berasal dari industri induknya atau dari negara asing. Akibatnya ketergantungan semakin besar pada negara asing penghasil teknologi dan kurangnya pemanfaatan teknologi hasil penelitian dan pengembangan dalam negeri. Ketergantungan industri pada teknologi impor antara lain disebabkan oleh lemahnya lembaga penelitian dan pengembangan nasional dalam menyediakan teknologi yang siap pakai. Hal ini disebabkan oleh rendahnya produktivitas penelitian dan pengembangan yang disebabkan oleh belum efektifnya kelembagaan, sumber daya, dan jaringan IPTEK.

Termasuk di sektor energi, ketahanan IPTEK bidang energi Indonesia masih rendah. Penguasaan teknologi eksplorasi dan eksploitasi migas saat ini masih belum memadai dimana masih banyak tergantung pada teknologi impor dan juga sumber daya asing. Akibatnya, Indonesia belum dapat dipandang sebagai negara yang memiliki ketahanan energi tinggi dan berdaulat energi, walaupun sumber daya energi yang dimiliki sangat melimpah. Bahkan mungkin sebenarnya SDM Indonesia di bidang energi sudah sangat kompeten. Namun karena kurangnya insentif dalam negeri banyak tenaga-tenaga profesional Indonesia yang lebih memilih bekerja di luar negeri.
Fakta yang ada hampir semua kontraktor-kontraktor migas menggunakan teknologi asing. Perusahaan-perusahaan migas bahkan masih banyak yang menggunakan tenaga ahli asing dan konsultan asing. Kandungan lokal (local content) industri migas dalam negeri juga masih rendah, baik untuk barang dan jasa. (Agus Nurrohim, 2012).

Selasa, 16 Januari 2018

HUBUNGAN ENERGY SECURITY DENGAN SOSIAL POLITIK


Semakin lama energi semakin menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat dunia di berbagai sektor. Mulai dari rumah tangga, transportasi, industri, komersial, dan lain-lain. Bahkan di negara dengan tingkat kemiskinan tinggi pun, energi telah semakin menjadi kebutuhan yang mendesak selain pangan. Aspek sosial telah sedemikian terintegrasi dengan kebutuhan akan energi. Setiap isu energi berpotensi mempengaruhi isu sosial. Gejolak energi juga dapat memicu gejolak sosial.

Contohnya saja program subsidi bahan bakar minyak dan gas LPG di Indonesia. Setiap ada wacana pencabutan subsidi energi atau sekedar pengurangan subsidi, selalu saja hal ini menjadi sumber gejolak di tengah masyarakat. Apalagi ketika motif-motif politik masuk ke dalamnya. Masyarakat umum memahami bahwa pencabutan subsidi berarti akan memicu kenaikan harga bahan bakar yang kemudian akan memicu juga naiknya harga komoditas pokok masyarakat.

Akibatnya ada kecenderungan pemerintah untuk selalu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang populer yang biasanya lebih mengedepankan tujuan untuk “menyenangkan dan menenangkan” rakyat. Pertimbangan rasionalitas terhadap permasalahan yang sebenarnya terjadi akhirnya mendapat porsi yang sedikit. Padahal sebenarnya pemberian subsidi pada BBM menjadi beban yang cukup besar dalam anggaran negara. Pemberian subsidi ini sebenarnya juga cenderung mempengaruhi perilaku dan budaya masyarakat untuk semakin tidak efisien dalam penggunaan BBM. Memang benar, ini merupakan tindakan wajar dilakukan terutama oleh negara-negara berkembang yang sedang mempertahankan stabilitas nasionalnya. Namun seiring berjalannya waktu perlu upaya-upaya bertahap untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan sekaligus mengurangi subsidi.

Masalah sosial juga bisa timbul karena masalah yang bersifat lokal. Misalnya sebuah perusahaan membuka operasi produksi atau pengolahan energi di suatu daerah yang kurang berkembang. Karena perusahaan tersebut kekurangan tenaga terlatih lokal maka akhirnya cenderung untuk lebih banyak menggunakan tenaga dari luar daerah. Hal ini kemudian berpotensi menimbulkan konflik antara penduduk lokal (dan kadang dengan pemerintah daerah) dengan para pendatang. Contoh konflik umum yang biasanya terjadi adalah demonstrasi penolakan, pemogokan, blokade, bahkan pada beberapa kasus terjadi pendudukan paksa kegiatan usaha yang mempengaruhi kegiatan produksi. Peristiwa seperti ini tentunya akan sangat mempengaruhi upaya penyediaan energi.

Dalam lingkup sosial global, kita bisa melihat konflik-konflik terjadi salah satu diantaranya adalah karena konflik penguasaan sumber-sumber energi dan pengamanan terhadap pangsa pasar. Sumber energi yang paling besar memberi pengaruh terhadap hal ini adalah minyak. Hal ini bisa kita amati misalkan di timur tengah. Semenjak masih tergantungnya pendapatan negara-negara timur tengah pada sektor minyak, maka ada kecenderungan konflik akan terus terjadi di wilayah tersebut.

Senin, 15 Januari 2018

BATUBARA DAN ENERGY SECURITY


Tidak seperti halnya minyak bumi, batubara merupakan komoditas yang cenderung bersifat domestik. Sekitar 85% batubara dunia dikonsumsi di negara yang sama dimana batubara tersebut ditambang. Pasar domestik tidak terlalu terpengaruh harga internasional. Harga batubara dapat bervariasi secara signifikan karena faktor kualitas, geografi, kontrak, dan regulasi. Selain itu perbedaan tipe batubara dan kondisi pembelian, termasuk waktu dan titik serah, membuat lebih banyak lagi variasi harga.

Sistem transportasi dan pendistribusian batubara akan tergantung pada jarak dan moda transportasi yang digunakan. Transportasi batubara umumnya diangkut dengan konveyor atau truk pada jarak pendek. Kereta api dan tongkang digunakan untuk jarak yang lebih jauh dalam lingkup domestik. Batubara juga dapat dicampur air untuk membentuk adonan batubara dan kemudian ditransportasikan melalui jalur pipa. Kapal umumnya digunakan untuk transportasi batubara internasional. Harga batubara sebagian besarnya dipengaruhi oleh biaya transportasi. Akan tetapi, secara bentuk fisik, batubara sebenarnya mudah ditransportasikan dan disimpan.

Secara umum, pasar geografis batubara cukup terintegrasi, dimana biaya transportasi dengan kapal jauh lebih rendah dibandingkan LNG. Namun demikian, terdapat perbedaan harga di wilayah impor dan ekspor yang berbeda. Batubara yang diangkut dengan kapal, biaya pengangkutan masih merupakan faktor yang secara signifikan mempengaruhi harga batubara, begitu juga asuransi. Oleh karena itu, persyaratan-persyaratan jual beli seperti free-on-board (FOB), cost insurance freight (CIF) atau cost freight (CFR) berpengaruh terhadap harga.

Dari sisi penggunaan, batubara digunakan sebagian besarnya sebagai bahan bakar pembangkit listrik dan juga bahan baku industri (misal industri semen, pulp & paper, tekstil, pengecoran logam, dll). Tidak seperti halnya minyak bumi yang 60% produksi dunianya digunakan sebagai bahan bakar transportasi. Di era terdahulu, terutama di awal revolusi industri, batubara memang sempat digunakan sebagai bahan bakar transportasi seperti kereta api dan kapal laut, termasuk kapal perang. Namun tidak berlangsung lama, karena adanya penemuan penggunaan minyak bumi pada mesin diesel serta mesin bensin. Bahkan penggunaan batubara dunia sempat jatuh ke level terendah hingga pada akhirnya dilirik kembali ketika terjadi krisis minyak tahun 1970-an.

Dari sini dapat dikatakan bahwa di era ini, penggunaan batubara tidak lagi bersentuhan langsung dengan semua level sosial masyarakat secara umum. Batubara digunakan dalam sektor terbatas hanya pada fasilitas pembangkit listrik dan industri pemakainya. Termasuk juga dalam peralatan militer, hampir tidak ada peralatan militer modern yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Karenanya, batubara hampir pasti tidak bisa dijadikan latar belakang aksi-aksi militer untuk memperebutkannya.

Sekali lagi, hal ini karena batubara cenderung digunakan secara domestik, dan penggunaannya yang cukup terbatas hanya pada pembangkitan listrik dan industri pemakai yang spesifik. Upaya mentransportasikan batubara ke tempat yang relatif jauh juga membutuhkan upaya yang besar dari sisi biaya transportasinya. Sebagian besar harga batubara dipengaruhi oleh biaya transportasinya. Berhubung sifat batubara yang demikian, maka pengaruhnya terhadap energy security juga minim.

Akan tetapi, semenjak begitu murahnya harga batubara dan telah menjadi sumber energi yang paling banyak digunakan untuk membangkitkan listrik, maka upaya pengalihan ke energi alternatif (seperti gas, energi terbarukan, nuklir) akan membutuhkan upaya-upaya yang tidak mudah. Alasan harga batubara yang relatif murah seringkali menjadi kendala bagi pengusaha dan pemerintah untuk pengembangan sumber energi pembangkit listrik lain. Merubah sumber pembangkit energi listrik dari batubara ke sumber energi lain, berarti menaikkan juga harga listrik. Di negara-negara berkembang yang sedang memperjuangkan harga energi yang terjangkau, isu kenaikan tarif listrik seringkali masih menjadi polemik sosial. Di sisi lain, batubara juga terus mendapat tekanan. Baik dari para aktivis lingkungan, regulasi, komitmen internasional, serta termasuk para politisi dan yang pro lingkungan, karena batubara merupakan sumber energi dengan emisi tertinggi.

Ironi pengelolaan batubara di Indonesia adalah walaupun cadangan batubara Indonesia hanya sebesar 3% dari cadangan dunia (0,8 % menurut BP Statistical Review) namun Indonesia merupakan pengekspor batubara terbesar dunia. Pada tahun 2013, sekitar 73% (79,5% menurut DEN, 2014) dari total produksi batubara nasional diekspor ke luar negeri. (BPPT, 2014; DEN, 2014). Hal ini menunjukkan batubara masih lebih cenderung digunakan sebagai komoditas untuk dijual (diekspor) daripada dimanfaatkan secara maksimal di dalam negeri.

Jumat, 12 Januari 2018

GAS BUMI DAN ENERGY SECURITY


Gas bumi atau gas alam memiliki karakteristik pengangkutan dan pendistribusian yang relatif lebih sulit dibandingkan minyak bumi. Tidak seperti minyak, gas alam relatif lebih sulit untuk disimpan. Infrastruktur transportasi gas alam secara alami sangat kaku dan kurang daya fleksibilitas dibandingkan energi fosil yang lain (minyak dan batubara). Oleh sebab itu, gas alam belum memilki pasar gas skala global, tetapi lebih bersifat lokal dan regional serta khusus. Harga gas alam juga bersifat lokal. Ini berarti hubungan fisik antara produsen gas alam dan konsumen dibutuhkan lebih intens melalui kontrak jangka panjang, sedangkan jumlah rute alternatif ke konsumen terbatas. Karakateristik-karakteristik ini membuat gas alam tidak banyak berpengaruh terhadap energi security suatu negara dan juga secara global.

Sebenarnya secara teknis, gas alam memungkinkan untuk dicairkan dan diangkut dengan kapal sebagai LNG dan didistribusikan dalam jarak yang jauh. Namun demikian, secara global, infrastruktur LNG yang relatif mahal, dan jumlahnya masih belum sebanyak infrastruktur minyak bumi sehingga pasar gas alam yang terintegrasi dalam skala global belum terbentuk. Selain itu penyimpanan gas dalam bentuk LNG akan memiliki keterbatasan waktu penyimpanan, karena LNG dapat menguap jika dibiarkan terlalu lama dalam penyimpanan sehingga harus dilepas dan dibakar ke atmosfir.

Harga gas alam dapat dihubungkan dengan harga minyak, atau dapat juga ditentukan berdasarkan mekanisme keseimbangan pasokan (supply) dan permintaan (demand). Di Asia, harga gas alam dalam bentuk LNG umumnya dikaitkan dengan JCC (Japan Crude Oil). Dalam mekanisme ini, harga LNG ditentukan berdasarkan harga Cost, Insurance, Freight (CIF) rata-rata minyak mentah Jepang. Di Eropa, harga impor LNG biasanya dikaitkan dengan produk perminyakan dan harga minyak mentah Brent. Di Eropa, harga LNG cukup bersaing dengan harga gas pipa.

Lebih jauh lagi, tidak seperti minyak bumi yang memiliki pasar minyak global, gas alam memiliki pasar skala regional dan bersifat eksklusif. Pada pasar global minyak, jika terjadi gangguan pasokan di satu belahan bumi, maka akan berpengaruh terhadap pasar minyak secara keseluruhan. Pada pasar gas alam, gangguan pasokan gas di suatu wilayah tidak mempengaruhi pasar gas alam di wilayah lain, dan bahkan tidak mempengaruhi pasar minyak.

Hal ini, sekali lagi disebabkan oleh adanya fakta pertama bahwa biaya transportasi gas alam yang relatif lebih tinggi dibandingkan biaya transportasi minyak, serta sistem transportasi gas alam yang kaku atau tidak fleksibel.

Fakta kedua, pengembangan gas alam di suatu negara atau wilayah cenderung terisolasi dari wilayah lain sebagai akibat hampir tidak memungkinkannya dilakukan pergantian rute penyaluran gas. Hal ini menyebabkan gangguan pasokan gas di satu wilayah tidak akan mempengaruhi wilayah lain.

Perbedaan lainnya antara minyak dan gas alam adalah catatan sejarah yang menunjukkan bahwa gangguan pasokan minyak yang tercatat semenjak tahun 1950 lebih disebabkan oleh alasan politik daripada alasan gangguan fisik. Pada gas alam tidak ditemukan catatan sejarah yang menunjukkan hal serupa. Gangguan gas alam biasanya hanya bersifat minor dan jangka pendek.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa secara historis minyak bumi digunakan sebagai senjata politik, sedangkan gas alam tidak memiliki karakteristik yang memungkinkan untuk digunakan sebagai senjata politik. Contoh kasus mengenai hal ini adalah pada peristiwa blokade ekspor gas dari Rusia ke Ukraina pada Januari 2006. Blokade ini hanya berlangsung 4 hari, dimana motif politik di balik peristiwa ini masih merupakan kontroversi.

Sebagai tambahan, ketahanan/keamanan gas alam hampir semuanya terkait dengan pengurangan pasokan fisik yang terjadi secara alami daripada goncangan harga. Goncangan harga merupakan faktor ancaman keamanan utama hanya bagi minyak bumi. Hal ini tidak berlaku bagi gas alam.

Terdapat juga perbedaan yang nyaris kasat mata antara definisi keamanan minyak dan definisi keamanan gas. Keamanan minyak berarti kehandalan dan kecukupan pasokan energi pada harga yang layak. Keamanan gas berarti adanya jaminan bahwa semua volume gas yang diminta oleh pelanggan akan selalu tersedia pada harga yang layak.

Perbedaan antara kedua definisi ini adalah gas alam mengharuskan pemenuhan permintaan tanpa perlu menekankan pada kecukupan pasokan gas di semua sektor. Jika suatu sektor yang normalnya menggunakan gas tetapi kemudian gas tidak terpasok pada sektor ini, maka pemenuhan kebutuhan energinya dapat digantikan oleh bahan bakar lain seperti minyak atau batubara. Ini menunjukkan perlunya gas alam dikombinasikan dengan sumber bahan bakar lain dalam rangka menjamin keamanan energi di suatu sektor pengguna gas.

Selama ini terdapat juga argumen yang menganggap upaya menjamin keamanan gas sama dengan minyak. Padahal kenyataannya tidak demikian. Misalnya dalam sistem pengaturan stok dan penyimpanan. Pembentukan sistem penyimpanan gas jauh lebih mahal daripada pembentukan sistem penyimpanan minyak (tangki LNG, tabung CNG, underground gas storage). Selain itu pembentukan sistem penyimpanan gas alam juga akan membutuhkan investasi tambahan untuk pembentukan fasilitas infrastruktur transportasi gas alam yang stand by (siap sedia). Upaya lain seperti pembentukan kontrak pembelian gas yang fleksibel atau penggunaan bahan bakar alternatif mungkin jauh lebih murah dibandingkan pengembangan fasilitas penyimpanan gas.

Di sisi lain, berhubung pasar gas alam belum merupakan pasar global dan gangguan yang terjadi akan bersifat lokal dan jangka pendek, maka pengembangan upaya responsif secara global belum memungkinkan. Maka dari itu, upaya pengembangan mekanisme respon terhadap gangguan pasokan gas sebaiknya dikembangkan secara lokal oleh masing-masing negara beserta para pelaku pasar gas yang terlibat.

Satu hal yang perlu juga dicermati adalah pertumbuhan pesat pasar gas spot. Pasar gas spot merupakan pasar gas di mana gas alam dibeli dan dijual untuk pengiriman segera atau dalam jangka waktu sangat pendek. Biasanya jangka waktu pengirimannya 30 hari atau kurang. Transaksi dalam jangka pendek seperti ini berarti tidak terdapat pengaturan berkelanjutan antara pembeli dan penjual seperti halnya yang terjadi pada kontrak pembelian gas jangka panjang (long term contract). Pasar gas spot lebih memungkinkan dikembangkan di lokasi yang memiliki banyak interkoneksi pipa gas, sehingga memungkinkan terdapat sejumlah besar pembeli dan penjual gas. Gas alam dalam bentuk LNG dan CNG merupakan bentuk yang paling memungkinkan dijual di pasar spot. Henry Hub di selatan Louisiana adalah pasar spot paling dikenal untuk gas alam.

IEA mengestimasi bahwa perdagangan gas spot telah tumbuh pesat dalam 10 tahun terakhir. (dalam Rosendahl dan Sagen, 2009). Semakin banyak produser dan trader yang menyediakan pemesanan gas alam dalam bentuk spot. Seperti halnya pada minyak bumi, pasar spot pada gas akan semakin meningkatkan fleksibilitas pasokan gas. Pengguna LNG dapat lebih fleksibel dalam mengatur pemilihan sumber pasokan gas. Fleksibilitas pasokan gas dalam jangka pendek dan ketersediaan sumber pasokan gas eksternal alternatif tergantung pada kompetisi pasar global (khususnya untuk LNG) dan ada tidaknya komitmen atau kontrak jangka panjang pasokan gas (misalnya kesepakatan antar pemerintah). (European Commission, 2014).

Pasar gas spot membuat karakteritik gas alam semakin mendekati karakteritik minyak bumi. Pasar gas alam spot semakin meningkatkan fleksibilitas pasar gas. Hal ini semakin memungkinkan gas alam untuk digunakan sebagai komoditas politik sehingga pada akhirnya semakin bisa berpengaruh terhadap energy security nasional, regional, dan global. Walupun demikian, kekuatan pengaruhnya masih belum dapat menyamai pengaruh minyak bumi. Di sisi lain, setiap upaya peningkatan penggunaan gas bumi dalam rangka mengurangi penggunaan minyak, merupakan upaya untuk mendiversifikasi penggunaan jenis energi yang berarti juga meningkatkan energy security.

Kamis, 11 Januari 2018

JARAK PAGAR


Jarak pagar (Jatropha curcas L., Euphorbiaceae) merupakan tumbuhan semak berkayu yang banyak ditemukan di daerah tropis. Tumbuhan ini dikenal dengan berbagai nama di Indonesia: jarak kosta, jarak budeg (Sunda); jarak gundul, jarak pager (Jawa); kalekhe paghar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi); ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku) .

Tumbuhan ini dikenal sangat tahan kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Walaupun telah lama dikenal sebagai bahan pengobatan dan racun, saat ini ia makin mendapat perhatian sebagai sumber bahan bakar nabati untuk mesin diesel karena kandungan minyak bijinya.

Berdasarkan pengamatan terhadap keragaman di alam, tumbuhan ini diyakini berasal dari Amerika Tengah, tepatnya di bagian selatan Meksiko, meskipun ditemukan pula keragaman yang cukup tinggi di daerah Amazon. Penyebaran ke Afrika dan Asia diduga dilakukan oleh para penjelajah Portugis dan Spanyol berdasarkan bukti-bukti berupa nama setempat.

Tanaman ini sampai ke Indonesia didatangkan oleh Jepang ketika menduduki Indonesia antara tahun 1942 dan 1945. Tumbuhan ini direncanakan sebagai sumber bahan bakar alternatif bagi tank dan pesawat perang sewaktu Perang Dunia II. Biji (dengan cangkang) jarak pagar mengandung 20-40% minyak nabati, namun bagian inti biji (biji tanpa cangkang) dapat mengandung 45-60% minyak kasar.

Tanaman jarak dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur asalkan memiliki drainase baik (tidak tergenang) dengan tingkat keasaman (pH) tanah optimal 5,0–6,5. Tanaman jarak pagar termasuk tanaman tahunan. Jika dipelihara dengan baik dapat hidup lebih dari 20 tahun. Jarak pagar mampu tumbuh produktif dan ekonomis di daerah dengan curah hujan hanya empat bulan, berbeda dari kelapa sawit yang memerlukan curah hujan konstan untuk hasil terbaiknya.

Bahan tanaman dapat berasal dari stek cabang atau batang, maupun benih. Pembibitan dapat dilakukan di polybag atau di bedengan yang diberi naungan. Setiap polybag diisi media tanam berupa tanah lapisan atas (top soil) dan dapat dicampur pupuk kandang. Setiap polybag ditanami satu bibit. Lama pembibitan 2–3 bulan. Penanaman dapat juga dilakukan secara langsung di lapangan (tanpa pembibitan) dengan menggunakan stek cabang atau batang.

Kegiatan persiapan lahan meliputi pembukaan lahan, pengajiran, dan pembuatan lubang tanam. Jarak tanam dapat ditentukan sebesar 2 m x 3 m sampai 1,5 m x 2 m dimana akan menghasilkan populai tanaman sebanyak 1.600 hingga 3.400 pohon per hektar. Lubang tanam biasanya ditentukan dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm.

Penanaman bibit sehat dengan ketinggian melebihi 50 cm dilakukan pada awal atau selama musim penghujan sehingga kebutuhan air bagi tanaman cukup tersedia. Pemupukan dapat dilakukan sesuai tingkat kesuburan tanah setempat. Pemberian pupuk organik disarankan untuk memperbaiki struktur tanah. Perawatan mencakup pengairan, pemangkasan, dan pembersihan dari gulma. Perlindungan dari hama dan penyakit dilakukan bila terjadi serangan besar. Jarak pagar relatif tidak memiliki pengganggu.

Bunga terbentuk setelah umur 3 – 4 bulan, sedangkan pembentukan buah mulai pada umur 4 – 5 bulan. Pemanenan dilakukan jika buah telah masak. Masaknya buah dapat dilihat dari kulit buah yang berwarna kuning dan kemudian mulai mengering. Biasanya buah masak setelah berumur 5 – 6 bulan. Produksi maksimum baru tercapai pada usia tanam enam tahun, dan akan terus menghasilkan secara ekonomis sampai 20 tahun.

Cara pemanenan dengan memetik buah yang telah masak dengan tangan atau gunting. Produktivitas per pohon jarak pagar berkisar antara 3,5 – 4,5 kg biji per tahun. Dengan tingkat populasi tanaman antara 2.500 – 3.300 pohon / hektar, dapat dihasilkan 10 ton buah per tahun. Dengan rendemen rata-rata minyak sebesar 35% maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 2,5 – 5 ton minyak jarak per tahun.

Kandungan minyak bijinya dapat mencapai 63%, melebihi kandungan minyak biji kedelai (18%), linseed (33%), rapa (45%), bunga matahari (40%) atau inti sawit (45%). Minyaknya didominasi oleh kandungan zat asam oleat (44.7%) dan asam linoleat (32.8%). Sementara, asam palmitat (14.2%) dan asam stearat (7%) adalah tipe asam lemak jenuhnya.

Sebagai biodiesel, minyak biji jarak pagar perlu diproses dengan metilasi terlebih dahulu, sebagaimana minyak nabati lain. Selanjutnya, ia dapat digunakan tersendiri atau, yang lebih umum, dicampurkan dengan minyak diesel .

Jarak pagar juga merupakan salah satu bahan baku biodiesel yang sempat populer. Tanaman jarak pagar sempat banyak ditanam di semua wilayah di Indonesia. Namun proyek jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel ini dapat dikatakan kurang sukses. Hal ini disebabkan karena penanamannya kurang memperhatikan kesesuaian kondisi agroklimat masing-masing wilayah .

Selain itu, sebenarnya dari sisi varietas, jarak pagar masih dalam tahapan penelitian tim penelitian dan pengembangan (litbang) Kementrian Pertanian. Hingga saat ini, varietas yang sudah ada tidak berhasil karena secara keekonomian belum mampu memenuhi kebutuhan pemanfaatannya. Setelah menanam, petani mengalami kesulitan dalam pemasaran sebagai akibat karena belum adanya desain pasar yang baik. Misalnya siapa yang harus menampung dan harganya yang tidak menarik. Produktivitas belum bisa memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan tanaman lain. Akhirnya, petani akan memilih yang lain demi peningkatan pendapatan .

R. Wisnu Ali Martono (2009) menyebutkan jika harga biji jarak ditentukan sebesar Rp 500/kg, maka hal ini belum mampu mendukung tujuan Keppres 10/2006, tentang Tim Nasional (Timnas) Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran. Harga ini merugikan Petani. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa titik impas harga biji jarak adalah Rp 1.550,67/kg. Harga ini baru pada tahap impas sehingga petani jarak pagar belum mendapatkan keuntungan. Agar tujuan Keppres 10/2006 untuk mengentaskan kemiskinan dapat dicapai, perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk menghitung pada harga berapa biji jarak pagar masih layak digunakan sebagai bahan baku BBN, dengan konstrain harga BBM fosil.

Selain itu, jarak pagar tidak dapat digunakan sebagai tanaman konservasi karena hanya merupakan tanaman yang bersifat perdu .

REFERENSI
  1. dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Jarak_pagar dikunjungi 13 Maret 2016
  2. dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Jarak_pagar dikunjungi 13 Maret 2016
  3. dalam www.migasreview.com/post/1417422866/belajar-dari-kasus-jarak-pagar-untuk-bioenergi. html dikunjungi 12 Januari 2015
  4. ibid
  5. Martono, R. Wisnu Ali, 2009, J.Ilm.Tek.Energi Vol. 1 No. 8 Februari 2009: 66-74, hal. 72
  6. Pranowo, Dibyo dkk. 2014, hal.4

Rabu, 10 Januari 2018

NUKLIR DAN ENERGY SECURITY


Bagi masyarakat awam kebanyakan, isu-isu berkenaan dengan nuklir menjadi isu yang sensitif. Ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada perang dunia ke-2 cukup memberikan dampak berkepanjangan di benak masyarakat dunia mengenai betapa berbahayanya ledakan nuklir sebagai pemusnah kehidupan. Ditambah peristiwa yang baru-baru ini terjadi yakni kebocoran radiasi nuklir di Fukushima, Jepang.

Masalahnya, nuklir sebagai senjata dan nuklir sebagai pembangkit energi seringkali disandingkan sebagai hal yang sama. Dari sini muncul anggapan bahwa setiap upaya pengembangan energi nuklir berarti juga merupakan upaya yang memungkinkan bagi pengembangan senjata nuklir yang mengancam eksistensi manusia. Ancamannya, baik berupa kebocoran dan paparan zat radioaktifnya maupun dari ledakan bom nuklir sebagai senjata. Padahal, teknologi nuklir untuk pembangkit energi merupakan hal yang berbeda dengan teknologi nuklir sebagai senjata. Pengembangan nuklir sebagai senjata membutuhkan tambahan teknologi tingkat lanjut.

Permasalahan ini diperparah oleh praktek politisasi. Para politisi seringkali menjadikan upaya penolakan energi nuklir sebagai upaya menarik simpati masyarakat. Hal ini kemudian membentuk opini publik bahwa nuklir merupakan sumber energi yang berbahaya dan mengancam eksistensi manusia. Politisasi bukan hanya di lingkup nasional, tapi juga berskala global.

Memang benar bahwa nuklir sebagai energi masih memiliki kekurangan-kekurangan di sisi keamanannya. Seperti halnya yang terjadi di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima, Jepang. Walau tingkat keamanannya telah diatur sedemikian tinggi untuk menghadapi gempa dan tsunami, namun tetap saja kegagalan terjadi.

Oleh karena itu pemanfaatan nuklir di masa depan akan sangat tergantung seberapa canggih perkembangan teknologinya yang dapat meyakinkan publik. Selain mengembangkan teknologi nuklir berbasis uranium dan plutonium yang selama ini digunakan, terdapat juga alternatif bahan nuklir yang disebut Thorium. Bahan ini secara teoritis dinilai lebih aman. Selain itu, terdapat juga pengembangan teknologi nuklir fusi yang merupakan reaksi kebalikan dari nuklir selama ini yakni nuklir fisi. Pada nuklir fusi, atom ditumbukkan sehingga menghasilkan energi, sedangkan pada nuklir fisi, atom dibelah sehingga melepaskan energi. Mekanismenya reaksi fusi mirip seperti yang terjadi di matahari.

Hanya ada lima negara yang diijinkan dunia memiliki senjata nuklir berdasarkan perjanjian Nonproliferasi Nuklir (Nuclear Non-Proliferation Treaty atau NPT): Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, dan China. Banyak negara yang telah menandatangani perjanjian ini. Namun ada juga beberapa negara di luar kelima negara tersebut yang juga mengembangkan senjata nuklir. Misalnya seperti India, Pakistan, dan Korea Utara.

Intensitas politik pada nuklir sebagai senjata bisa kita lihat dari perjalan sejarah dunia abad 21. Perlombaan pengembangan senjata nuklir dimulai semenjak era perang dingin. Persaingan antara Rusia dan Amerika. Antara India dan Pakistan. Antara Korea Utara dan Korea Selatan. Isu nuklir seringkali menjadi isu utama.

Hot issue yang juga saat ini sedang berlangsung adalah isu nuklir Iran. Iran menyatakan akan mengembangkan nuklir untuk pembangkit energi. Namun, Amerika Serikat dan sekutunya terus memberi tekanan dan menganggap Iran mengembangkan senjata nuklir. Saudi Arabia juga sempat dicurigai memiliki senjata nuklir dengan bantuan dari Pakistan. Namun hal ini belum ada bukti kuat dan disangkal oleh Saudi Arabia dan Pakistan. Sementara itu, Israel tidak menyangkal dan juga tidak mengiyakan kepemilikan senjata nuklirnya. Isu-isu nuklir di wilayah timur tengah ini menjadi potensi sumber konflik regional.

Hal-hal ini menunjukkan bahwa nuklir, baik sebagai senjata maupun sebagai pembangkit energi akan senantiasa menjadi objek politik. Baik dalam lingkup nasional maupun dalam lingkup global. Oleh karena itu, pengaruhnya terhadap energy security dan ketahanan nasional suatu negara akan sangat besar.

Jika misalkan nuklir sebagai energi benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh suatu negara, misalkan menggunakan standar keamanan tinggi, didukung pemahaman masyarakat yang baik mengenai nuklir, maka bisa saja ketahanan energi negara tersebut meningkat. Hal ini karena energi nuklir merupakan sumber energi sangat handal, baik dari sisi operasional maupun dari sisi sistem pasokan bahan bakarnya.

Jika terjadi gangguan pasokan bahan bakar, PLTN dapat terus beroperasi selama 12 hingga 18 bulan. Walaupun bahan bakar PLTN diimpor, dan proses pengayaannya hanya dapat dilakukan di negara-negara tertentu, namun konsumsi bahan bakar PLTN relatif sedikit sedangkan tenaga listrik yang dihasilkan relatif besar. Karenanya masih tersedia waktu yang cukup lama bagi PLTN untuk terus beroperasi tanpa tambahan bahan bakar baru.

Kebutuhan bahan bakar nuklir juga sangat sedikit. Bahan bakar batubara dapat disimpan, tetapi akan dibutuhkan 3 juta ton setiap tahun untuk membangkitkan listrik 1.000 MWe. Sedangkan Uranium, hanya dibutuhkan sekitar 200 ton uranium atau kurang dari 30 ton uranium hasil pengayaan untuk membangkitkan 1.000 MWe. Biaya bahan bakar ini hanya merupakan sekitar 14% dari biaya operasional. Sedangkan pada pembangkit listrik batubara biaya bahan bakar (batubara) adalah sekitar 78% dari biaya operasi, dan untuk pembangkit listrik berbahan bakar gas adalah 89%. Dari sini bisa dikatakan, walaupun biaya investasi untuk pembangunannya di awal tinggi tetapi sekali dioperasikan maka biaya operasional PLTN akan sangat murah. Biaya operasi dan pemeliharaan serta biaya bahan bakar dari PLTN setara dengan hydropower.

Justru hal yang paling rentan dalam rantai pasokan PLTN adalah transportasi bahan bakar. Hal ini tentunya dapat diatasi dengan penyediaan regulasi khusus mengenai transportasi bahan bakar PLTN sehingga menjamin kelancaran pendistribusiannya. Hal ini juga perlu didukung dengan pemenuhan persyaratan standard-standard demi keamanan dan keselamatan serta pemenuhan persyaratan lingkungan.

Namun demikian, berkaca pada kasus kebocoran fasilitas reaktor nuklir di Fukushima-Jepang, sekali terjadi kebocoran reaktor yang menimbulkan kepanikan publik, maka tuntutan masyarakat untuk meninggalkan nuklir semakin gencar. Ketika tuntutan publik tidak bisa ditolak dan mengancam stabilitas nasional, dan semua fasilitas nuklir harus dihentikan, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah sudah tersedia fasilitas pemenuhan energi pengganti/alternatif pengganti nuklir.

REFERENSI :
www.world-nuclear.org
World Nuclear Association, 2015
World Economic Forum, 2012

Jumat, 05 Januari 2018

KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI


Energi merupakan penggerak utama sistem ekonomi, sosial, dan produksi pangan. Produksi pertanian, penyimpanan makanan, dan elemen lainnya dari sistem pangan merupakan kegiatan yang membutuhkan energi. Oleh karena itu, harga energi direfleksikan pada setiap tahapan sistem pangan.

Hal ini kemudian mempengaruhi kemampuan akses konsumen terhadap pangan dengan pendapatan yang terbatas. Harga energi yang tinggi dapat juga mempengaruhi pasar komoditas, mendorong peningkatan produksi biofuel dan konversi penggunaan lahan yang semakin menjauhi kegiatan produksi pangan.

Namun demikian, Peneliti Massachutes Institute of Technology (MIT), didukung BP, menunjukkan bahwa pengaruh bisnis bioenergy skala besar secara global terhadap harga bahan makanan relatif rendah. Pemanfaatan bioenergy sebesar 150 EJ/tahun pada tahun 2050 akan menyebabkan kenaikan harga pangan sekitar 3% jika dibandingkan dengan upaya bisnis as usual.

Hal ini disebabkan adanya peningkatan dan pengembangan teknologi, pemilihan benih, dan efisiensi pada kegiatan konversi bahan bakar dan produksi bahan pangan dimana selanjutnya dapat mengurangi kompetisi bisnis bioenergy dengan bisnis makanan dan lahan pertanian.

Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa pertumbuhan penduduk yang tinggi juga akan mempengaruhi volume konsumsi pangan dan juga energi. Sebagaimana kita ketahui, Thomas R. Malthus mengemukakan teori bahwa pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sedangkan pertumbuhan ketersediaan pangan mengikuti deret hitung belum dapat berlaku. Dari sini muncullah kekawatiran bahwa laju pertumbuhan penduduk akan lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan pangan. Dalam jangka panjang, manusia akan mengalami krisis sumber daya pangan. Maka dari itu laju pertumbuhan penduduk perlu ditekan.

Di sisi lain pertumbuhan penduduk yang tinggi juga akan mendorong meningkatnya kebutuhan energi. Sumber-sumber energi yang cukup dan handal semakin diperlukan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dunia yang bahkan kini telah mencapai lebih dari 7 milyar jiwa.

Akan tetapi perlu kita yakini bersama bahwa para ilmuwan dan ahli teknologi akan terus mengupayakan lahirnya teknologi-teknologi baru. Melalui teknologi-teknologi baru inilah diharapkan nantinya kebutuhan manusia akan terus terpenuhi dengan cukup di masa akan mendatang, baik terhadap pangan maupun energi.

REFERENSI :
  1. Diffenbaugh et al. 2012, Hazell 2013, dalam Brown, M.E., et al. 2015, hal. 23
  2. Catatan : Satuan EJ = Exa Joule. Exa merupakan notasi angka senilai 1018, sementara Joule merupakan satuan energi.
  3. BP Technology Outlook, 2015, hal. 31

Kamis, 04 Januari 2018

MINYAK BUMI DAN ENERGY SECURITY


Minyak bumi merupakan jenis energi yang hingga sejauh ini dipandang memiliki peranan paling tinggi dan berdampak langsung terhadap energy security suatu negara. Pertimbangan ini muncul dari beberapa faktor : Karateristik minyak bumi, ketersediaan infrastruktur, karakteristik pasar minyak, dan juga peta kondisi konsumsi energi global.

Minyak bumi, baik berupa minyak mentah (crude oil) dan bahan bakar minyak (BBM), merupakan komoditas energi yang secara karakteristik fisik dan kimia memiliki cara penanganan dan cara pendistribusian yang relatif mudah bila dibandingkan jenis energi lain. Minyak mudah disimpan dan memiliki fleksibilitas pendistribusian yang tinggi. Minyak dapat ditransportasikan dengan mudah, baik menggunakan kapal tanker, truk tangki, pipa, dari belahan bumi manapun.

Pendistribusian minyak yang relatif mudah secara global didorong juga karena telah tersedianya infratruktur yang melimpah di seluruh belahan dunia. Infrastruktur-infrastuktur minyak di dunia, baik infrastruktur di sektor hulu, pengolahan, pendistribusian, hingga retail tersebar secara luas. Dunia engineering dan science pun telah sangat familiar dengan kebutuhan-kebutuhan infrastruktur industri minyak. Banyak juga tersedia tenaga-tenaga profesional yang sudah sangat familiar dengan infrastruktur minyak, baik dalam mendesain maupun dalam mengoperasikan.

Karakteritik minyak dan ketersediaan infrastrukturnya kemudian berpadu dengan liberalisasi industri minyak dan semakin berkembangnya pasar minyak spot. Perpaduan ini menjadi pendorong pasar minyak dunia yang semakin terintegrasi secara global dan fleksibel. Integrasi secara global pasar minyak direfleksikan dalam harga minyak mentah (crude) dan BBM di pasar minyak internasional. Terdapat jenis-jenis minyak yang digunakan sebagai acuan standar kualitas dan harga minyak dunia. Misalnya West Texas Intermediate (WTI), Brent, atau Oman.

Harga minyak dunia bekerja dalam kerangka keseimbangan pasokan dan permintaan. Di sisi lain harga minyak juga tergantung pada ekspektasi pelaku pasar. Pengurangan pasokan dan produksi akan menyebabkan harga minyak meningkat dengan cepat. Harga minyak yang tinggi ini akan mendorong permintaan minyak yang lebih rendah. Para pengguna minyak dapat melakukan pengurangan konsumsi minyak saat harga minyak tinggi atau beralih menggunakan sumber energi lain. Pada akhirnya, pengurangan konsumsi minyak mendorong pasar minyak kembali menyeimbangkan diri sendiri pada harga kesetimbagan baru. Dan begitu seterusnya. Harga kesetimbangan baru terus berubah sesuai kondisi pasokan dan permintaan minyak.

Akan tetapi, minyak juga dapat menjadi sebuah komoditas politik. Politik mempengaruhi pasokan dan permintaan, aturan keuangan, keputusan investasi, keuntungan dan kerugian. Hal tersebut membangkitkan dan mengubah dugaan-dugaan terhadap pergerakan harga minyak dalam pasar yang mudah menguap dan meragukan. Suatu peristiwa yang terjadi di suatu belahan bumi dapat dengan cepat mempengaruhi kondisi pasar minyak secara keseluruhan. Harga minyak dapat turun dan naik secara global sesuai dengan situasi dan kondisi di suatu wilayah spesifik di dunia.

Dari mekanisme pasar minyak seperti ini kemudian muncullah beberapa lembaga internasional yang menyediakan informasi perkembangan harga minyak seperti Platts (penyedia jasa informasi energi) dan RIM (badan independen penyedia data harga minyak untuk area pasar Asia Pasifik dan Timur Tengah). Harga minyak dunia seringkali menjadi salah satu pertimbangan keekonomian suatu proyek atau usaha-usaha ekonomi lainnya. Juga dalam penentuan kebijakan sosial dan politik bahkan militer.

Semenjak negara-negara semakin tergantung kepada energi minyak, maka negara-negara semakin sensitif pada perubahan harga minyak dunia. Harga minyak yang terlalu tinggi atau terlalu rendah cenderung menimbulkan polemik dan konflik. Tak jarang juga dalam sejarah kita bisa melihat aksi-aksi agresi militer yang dilatar belakangi upaya penguasaan sumber minyak dan infrastruktur minyak. Minyak juga dapat digunakan oleh produsen minyak sebagai senjata untuk menekan negara-negara konsumen minyak. Konsumen minyak yang memiliki kekuatan ekonomi juga akan berupaya melakukan penguasaan ekonomi terhadap negara-negara penghasil minyak untuk manjamin kelancaran pasokan minyak.

Dari sejumlah peristiwa goncangan pasokan dan goncangan harga minyak yang telah terjadi, langkah-langkah telah dilakukan. Misalnya menganekaragamkan sumber pasokan minyak dan mempersiapkan diri terhadap terjadinya goncangan jangka pendek.

Negara-negara konsumen minyak akan mengupayakan memvariasikan asal pasokan minyak agar tidak terfokus hanya pada satu produsen minyak saja pada suatu negara atau region yang biasanya rentan mengalami konflik. Penggunaan energi alternatif (selain minyak) merupakan upaya mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi minyak yang juga berarti meningkatkan energy security.

Upaya antisipasi jangka pendek terhadap goncangan harga dan pasokan minyak salah satunya dilakukan melalui penimbunan stok minyak atau disebut juga cadangan minyak strategik (strategic petroleum reserve) atau stockpile (penimbunan) minyak. Negara-negara anggota Uni Eropa diharuskan untuk melakukan penimbunan stok minyak yang banyaknya setara dengan 90 hari impor bersih minyak atau setara 61 hari konsumsi, dipilih mana dari keduanya yang lebih tinggi. (European Commission, 2014). Penimbunan minyak ini adalah upaya mempersiapkan diri terhadap goncangan harga dan pasokan minyak jangka pendek.

Negara-ngera produsen minyak mulai memvariasikan sumber pendapatan negara agar tidak terlalu tergantung pada minyak. Pertimbangan ini muncul terutama ketika harga minyak berada pada level terendah. Namun dengan semakin bermunculannya produsen-produsen minyak baru di dunia, hal ini juga semakin mendorong upaya diversifikasi pendapatan negara dari negara-negara yang selama ini menggantungkan pendapatan negara dari ekspor minyak.

Secara global, minyak bumi masih merupakan jenis energi yang paling banyak dikonsumsi dunia. Hal ini kemungkinan masih akan tetap bertahan hingga beberapa dekade ke depan, selama belum adanya revolousi teknologi yang mendorong peta penggunaan energi. Di tengah masih tergantungnya dunia terhadap minyak, kerentanan energy security dunia terhadap gangguan-gangguan masih cukup tinggi. Jika dunia bisa mengurangi ketergantungannya terhadap minyak maka hal ini akan membantu meningkatkan energy security dunia.

Maka dari itu, upaya-upaya untuk menanggulangi ketidakamanan pasar minyak seharusnya menjadi sebuah upaya atau agenda di level global secara bersama-sama, bukan hanya upaya negara per negara atau kelompok negara saja. Agenda peningkatan energy security dunia secara global dan secara bersama-sama berarti juga merupakan upaya menjamin keamanan dan kedamaian dunia.

Sabtu, 30 Desember 2017

POTENSI KEMIRI SUNAN SEBAGAI SALAH SATU BAHAN BAKU BIODIESEL


Kemiri Sunan memiliki nama latin Reutealis trisperma / Blanco Airy Shaw. Nama lokal atau nama lainnya dari kemiri sunan adalah kemiri cina, kemiri racun, muncang leuweung, jarak bandung, jarak kebo, kaliki banten, kemiri minyak, kemiri laki.

Disebut kemiri cina karena pada awalnya tanaman ini dikembangkan secara besar-besaran dalam area perkebunan di daerah Karawaci dan Cilongok (Tanggerang) sebagai tanaman penghasil minyak yang dimanfaatkan untuk pengawet kayu pada perahu oleh pedagang yang berasal dari Cina .

Sebutan Kemiri Cina ini menjadi lebih populer di Jawa. Sedangkan di Majalengka, Sumedang, dan Garut, kemiri sunan dikenal sebagai Jarak Bandung, Kaliki Banten, atau Kemiri Racun. Penamaan Kemiri Sunan baru muncul sekitar tahun 2007 yakni ketika Pesantren Sunan di Jawa Timur berupaya mengembangkannya .

Kemiri sunan merupakan tanaman non pangan sehingga pemanfaatannya sebagai bahan baku biodiesel tidak akan berkompetisi kebutuhan pangan. Di Indonesia, banyak tanaman penghasil minyak yang dapat dikategorikan sebagai minyak nonpangan antara lain, kepuh (Sterculia foetida L.), kipahang laut (Pongamia pinnata), kesambi (Schleichera oleosa), bintaro (Cerbera manghas), jarak pagar (Jatropha curcas) dan kemiri sunan (Reutalis trisperma).

Ditinjau dari potensi biji, produktivitas biji kemiri sunan dapat mencapai 12 ton biji/ha/tahun bila dibandingkan dengan jarak pagar yang hanya mencapai 10 ton/ha/tahun. Rendemen minyaknya mencapai 50% . Kandungan minyak yang relatif tinggi merupakan potensi utama karena dapat digunakan sebagai bahan bakar nabati (BBN). Rendemen minyak tertinggi tanaman kemiri sunan berada di bagian kernel. Cara yang dapat digunakan untuk mengekstrak minyak dari kernel kemiri sunan dapat dilakukan dengan pelarut (kimiawi) maupun dengan pengepresan (mekanis) .

Hingga kini, telah terdapat dua varietas unggulan kemiri sunan, yakni yang disebut Kemiri Sunan-1 dan Kemiri Sunan-2. Apabila dimaksudkan untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel, maka disarankan untuk menggunakan Kemiri Sunan-2. Hal ini karena terdapat beberapa kelebihan, seperti nilai rendemen yang lebih tinggi dan asam lemak bebas yang lebih rendah. Kemiri Sunan-2 memiliki rendemen sebesar 47,21 – 56% sedangkan Kemiri Sunan-1 hanya sebesar 38,10 – 42%. Dapat dikatakan, Kemiri Sunan-1 lebih sesuai untuk digunakan sebagai tanaman konservasi lahan, sedangkan Kemiri Sunan-2, selain untuk konservasi lahan, juga lebih sesuai dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel .

Dari sisi produktivitas minyak kasar, Balitbang Pertanian Kementan menyebutkan bahwa kemiri sunan memiliki produktivitas lebih baik dibandingkan sumber biodiesel lainnya seperti jarak pagar, kesambi, nyamlung. Akan tetapi produktivitas kemiri sunan masih sedikit lebih rendah dibandingkan kelapa sawit. Kemiri sunan dapat memproduksi minyak kasar sebesar 6 – 7 ton minyak per hektar per tahun, sedangkan minyak kelapa sawit memproduksi 5 – 8 ton minyak per hektar per tahun. Populasi kemiri sunan per hektarnya dapat mencapai 150 pohon.

Kemiri sunan sudah mulai berbuah pada umur tanam 4 tahun dan mulai mencapai puncaknya pada umur 8 tahun. Produktivitas biji mencapai 50-300 kilogram biji per pohon per tahun. Rendemen minyak kasar sekitar 52% dari kernel biji. Rendemen biodiesel sekitar 88% dari minyak kasar, dan sisanya adalah gliserol .

Kemiri sunan merupakan tanaman yang multifungsi. Selain minyak dari inti bijinya (kernel) dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel, ternyata kemiri sunan dapat juga diekstrak lebih lanjut sebagai bahan baku cat, tinta, pernis, pengawet kayu, kosmetik dan farmasi. Kulit buah, bungkil dan gliserol dapat digunakan sebagai penghasil pupuk organik, biopestisida, produk kesehatan dan kosmetik, serta produk bahan bakar lain berupa briket dan biogas.

Tidak hanya itu, banyak keuntungan lainnya dari pembudidayaan dan penanamannya. Kemiri sunan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman konservasi di lahan kritis, reboisasi hutan, reklamasi lahan bekas pertambangan, penghijauan, dan revegetasi. Kemampuannya untuk menyerap dan menyimpan air dapat membantu penyuburan tanah dan sekaligus menjadi sumber-sumber resapan air serta mencegah erosi, kekeringan, dan banjir. Penanaman pohon kemiri sunan juga akan dapat membantu memperbanyak sumber penyerapan emisi CO2 sehingga dapat membantu mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim.

Pembudidayaan kemiri sunan, selain bermanfaat untuk lingkungan hidup, juga dapat memiliki dampak sosial yang positif. Program pembudidayaan kemiri sunan dapat membantu program peningkatan taraf perekonomian masyarakat. Dengan demikian, memacu pembudidayaan dan penanaman kemiri sunan sesegera mungkin merupakan upaya yang cukup layak dilakukan.

Pembudidayaan kemiri sunan tidak serta merta harus tergantung pada naik-turunnya harga minyak dunia. Memang ada kecenderungan bahwa bisnis biofuel seperti biodiesel akan semakin kompetitif ketika harga minyak dunia tinggi. Akan tetapi pengembangan kemiri sunan dapat dilakukan semenjak dini yaitu pertama-tama dapat ditujukan sebagai tanaman konservasi. Di masa mendatang, ketika minyak bumi semakin langka dan mahal karena sifatnya yang tidak renewable, maka diharapkan kemiri sunan yang sudah banyak tertanam dan menyebar, siap digunakan secara masif sebagai bahan baku biodiesel.

Pemanfaatan kemiri sunan sebagai bahan baku biodiesel berarti juga upaya meningkatkan ketahanan energi nasional. Selama ini, bahan baku biodiesel Indonesia didominasi minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit sebenarnya juga merupakan bahan baku pangan. Oleh karena itu, penggunaan kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel menyebabkan timbulnya kompetisi dan mengganggu ketahanan pangan. Kemiri sunan dapat menjadi alternatif bahan baku biodiesel yang tidak berkompetisi dengan bahan pangan. Dengan semakin bervariasinya sumber bahan baku biodiesel, dan tidak tergantung pada kelapa sawit, maka ketahanan pasokan biodiesel semakin terjamin. Sedangkan biodiesel dapat menjadi alternatif bahan bakar minyak diesel, yang berarti menambah pilihan bagi pengguna energi, terutama yang menginginkan bahan bakar yang ramah lingkungan.

Dalam upaya merealisasikan hal ini tentunya dibutuhkan komitmen bersama. Tidak hanya dibutuhkan koordinasi di lingkungan Kementerian terkait, tetapi juga perlu dukungan penuh pemerintah daerah, BUMN dan BUMD, lembaga penelitian dan akademisi serta pihak swasta dan swadaya masyarakat.


REFERENSI :
  1. Kementan, 2011a; 2011b, dalam Asif Aunillah dan Dibyo Pranowo, 2012, hal. 194
  2. Herman dan Pranowo, 2011, dalam ibid
  3. Pranowo, Dibyo dkk. 2014, hal. 6
  4. dalam http://m.liputan6.com/bisnis/read/821947/tanaman-kemiri-sunan-dikembangkan-untuk-bisa-kurangi-impor-bbm#, dikunjungi 8
  5. Februari 2016

  6. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, 2014

  7. Maman Herman dkk, 2013, hal. 3

  8. Hadad, 2010, loc. cit.

Rabu, 06 Desember 2017

MILITER DAN ENERGI


Militer merupakan institusi alat negara yang diserahi tugas mempertahankan kedaulatan negara dari ancaman luar negeri maupun dalam negeri. Militer diberi wewenang oleh Negara untuk menggunakan kekuatan (termasuk menggunakan senjata) dalam mempertahankan bangsanya ataupun untuk menyerang Negara lain.

Kekuatan militer modern menggunakan senjata-senjata dan peralatan-peralatan yang bekerja dengan mengkonsumsi energi. Tank, pesawat tempur, kapal perang, kendaraan pengangkut personel militer, kapal induk, semuanya membutuhkan energi. Termasuk juga peralatan-peralatan komunikasi militer.

Oleh karena itu, sumber-sumber energi dan fasilitas pembangkit energi menjadi salah satu sarana yang vital dalam aksi-aksi militer. Sumber energi merupakan sumber tenaga bagi peralatan-peralatan militer. Sumber energi memungkinkan sarana-sarana militer dapat bekerja dan membantu tentara melaksanakan misi-misinya.

Seperti diketahui, pada saat Jepang menjajah Indonesia, sempat terdapat program tanam paksa. Salah satu tanaman yang menjadi program tanam paksa adalah tanaman jarak pagar. Tanaman ini merupakan sumber minyak nabati yang akan digunakan sebagai sumber energi.

Kapal perang inggris pada perang dunia I beralih dari bahan bakar batu bara ke bahan bakar minyak. Padahal batu bara saat itu tersedia banyak di dalam negeri Inggris. Sementara, minyak bumi tersedia cukup jauh dari wilayah Inggris, yakni di timur tengah. Pada masa itu muncul pertanyaan besar terhadap kebijakan tersebut. Mengapa Angkatan Laut Kerajaan Inggris yang awalnya menggunakan bahan bakar batubara yang bersumber dari wilayah Wales yang dinilai lebih aman harus berganti ke bahan bakar minyak yang sumbernya terletak di daerah timur tengah yang tidak cukup meyakinkan keamanan dan keberlanjutan pasokannya. Hal ini dijawab melalui teori keamanan energi, dimana keamanan dan kepastian pasokan minyak terletak pada seberapa bervariasinya sumber pasokan minyak yang digunakan. Semakin bervariasi sumber pasokan minyak bumi yang digunakan, maka akan semakin aman dan handal kapal perang angkatan laut kerajaan Inggris.

Di sisi lain, fasilitas-fasilitas/sumber-sumber energi seringkali juga menjadi target serangan militer lawan dan menjadi sasaran yang diperebutkan antara pihak yang bertikai dan berkepentingan. Seringkali juga, fasilitas sumber energi lebih dipilih dibumi hanguskan daripada nantinya direbut/dimanfaatkan oleh pihak musuh.

Contohnya pada beberapa kilang di Indonesia. Kilang Wonokromo merupakan kilang pertama dan tertua di Indonesia. Dibangun pada tahun 1889 setelah ditemukan minyak di daerah konsesi Jabakota dekat Surabaya oleh De Dordtsche Petroleum Maatschappij. Kilang Wonokromo dihancurkan dalam pemboman tentara Sekutu pada agresi militer I Belanda.

Kilang pangkalan Brandan di Langkat Sumatera Utara, menurut catatan sejarah, sempat dilakukan 3 kali pembumi hangusan. Pertama, pada tanggal 9 Maret 1942 dilakukan oleh Vernielinkcorps (tentara Belanda) dengan tujuan agar tidak dimanfaatkan / direbut tentara Jepang yang akan menyerang Belanda di Indonesia. Bumi hangus kedua dilakukan pada tanggal 13 Agustus 1947 oleh pasukan PMC (Plaatselijk Militair Commando) - Pasukan Indonesia. Bumi hangus ketiga dilakukan oleh bangsa Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 untuk mencegah Belanda merebut dan memanfaatkan kilang tersebut.

Dalam perang teluk tahun 1990-an, Pasukan Irak sempat melakukan pembakaran sumur-sumur minyak di kuwait. Hal ini dilakukan agar sumur-sumur minyak di Kuwait yang sempat dikuasasi Irak tidak bisa digunakan lagi dalam waktu cepat oleh Amerika. Hal yang sama juga dilakukan Irak pada saat terjadi aksi agresi Amerika Serikat dan sekutunya pada tahun 2000-an. Kita bisa melihat dilakukan pembakaran pada sumur-sumur minyak di Irak oleh tentara Irak dengan tujuan agar tidak bisa dimanfaatkan oleh pasukan Amerika dan sekutunya.

Semua contoh-contoh kasus di atas merupakan sekelumit kisah yang menunjukkan begitu pentingnya keberadaan sumber energi dan fasilitas pembangkit energi dalam aktivitas militer. Dan dalam beberapa kasus, energi justru menjadi pendorong aksi militer. Dalam hal ini, sumber energi yang berupa minyak bumi masih merupakan jenis energi yang memiliki hubungan terkuat dengan aksi-aksi militer dibandingkan jenis energi lainnya.

Namun demikian, kita bisa melihat beberapa sumber energi lain juga memiliki potensi menjadi sumber konflik. Misalkan gas alam. Krisis Rusia dan Ukraina telah dipersepsikan secara umum sebagai konflik kepentingan terhadap gas alam. Peristiwa blokade ekspor gas dari Rusia ke Ukraina pada Januari 2006 hanya berlangsung 4 hari, dimana motif politik di balik peristiwa ini masih merupakan kontroversi. Di Indonesia, kita mengenal sumber gas alam di wilayah Indonesia, yakni di wilayah Natuna, saat ini menjadi salah satu objek konflik laut China Selatan.

Sumber energi lain yang sebenarnya cukup erat dengan aktivitas militer tentu saja Energi Nuklir. Kebanyakan masyakarakat telah terlanjur menganggap pengembangan energi nuklir berarti juga meningkatkan aktivitas pengembangan senjata nuklir. Hal ini berpotensi menggiring manusia pada perang nuklir yang dapat menghancurkan peradaban manusia. Padahal, pengembangan energi nuklir dan senjata nuklir merupakan hal yang berbeda. Pengembangan senjata nuklir masih memerlukan beberapa tahapan pemprosesan yang tidak dilakukan dalam pengembangan energi nuklir. Nuklir sebagai senjata dan nuklir sebagai energi masih merupakan isu yang sangat sensirtif. Sistem protokol keamanan dunia yang ada saat ini belum bisa memberi izin kepada semua negara untuk mengkases teknologi nuklir. Penguasaan nuklir untuk senjata dibatasi oleh beberapa negara besar saja seperti Amerika Serikat, Rusia, Perancis, China.

Sementara itu, pengembangan energi terbarukan rasanya masih belum memiliki pengaruh kuat dalam aktivitas militer. Energi terbarukan cenderung termanfaatkan secara lokal dan sangat tergantung pada kondisi alam. Namun setiap sumber energi/fasilitas energi tentu akan selalu menjadi sasaran serangan untuk melumpuhkan kemampuan militer lawan. Dan mungkin saja teknologi militer masa depan akan lebih condong menggunakan teknologi energi terbarukan karena adanya potensi untuk menjadi lebih praktis dan independen dalam pembangkitan energi terutama di remote area (wilayah terpencil) sehingga aktivitas militer tidak tergantung pada fasilitas/infrastruktur energi besar seperti fasilitas kilang minyak dan gas bumi.

Perlu kita ketahui, ketahanan Energi sebenarnya merupakan bagian dari Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional selama ini memang lebih fokus pada kekuatan militer daripada kekuatan lain yang ada dalam kehidupan suatu bangsa. Padahal ketahanan nasional terdiri dari berbagai elemen. Termasuk di dalamnya ketahanan ekonomi, ketahanan politik, ketahanan sosial dan budaya, ketahanan pangan, ketahanan lingkungan, dan lain-lain.

Ketahanan militer tidak melulu mengenai jumlah dan kualitas personel militer yang dimiliki negara. Kekuatan militer juga tidak berarti selalu memperhitungkan jumlah, kualitas, dan kecanggihan persenjataannnya. Ketahanan militer juga tergantung pada hubungan antara militer dan sipil.

Kehidupan masyarakat sipil modern dan teknologi militer semakin terintegrasi dengan kebutuhan akan energi. Maka dari itu sumber-sumber energi dan keberadaan fasilitas energi akan semakin menjadi objek vital bagi suatu negara. Jika suatu negara belum mampu menghasilkan energinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka akan selalu dilakukan kebijakan pencarian sumber-sumber energi baru di luar negeri. Dalam memperoleh sumber-sumeber energi dari luar dan dalam proses pengamanan pasokan sumber energi dari luar negeri inilah yang kemudian akan cenderung mendorong upaya-upaya memanfaatkan kekuatan ekonomi dan politik. Kekuatan militer pada akhirnya juga harus ikut dilibatkan ketika kekuatan ekonomi dan politik dinilai belum mampu mencapai tujuan tersebut.


Sabtu, 25 November 2017

PERILAKU KONSUMEN MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ENERGI MASA DEPAN


Telah berlalu sekitar 1 abad sejak umat manusia mengeksploitasi sumber-sumber energi fosil (batubara, minyak dan gas bumi) secara masif. Penemuan mesin uap mendorong penggunaan batu bara secara besar-besaran. Hal ini mendorong revolusi industri. Terjadi urbanisasi dari desa ke kota. Tak lama kemudian, setelah kendaraan berbahan bakar minyak (bensin dan diesel) dapat diproduksi secara massal dan semakin ekonomis, maka eksploitasi terhadap sumber-sumber minyak bumi semakin gencar. Gas bumi/alam baru termanfaatkan belakangan dalam jumlah besar, seiring dengan perkembangan teknologi pemprosesan dan transportasi gas alam yang semakin canggih dan ekonomis.

Selanjutnya, di era kini, mulai muncul isu-isu terkait lingkungan. Penggunaan bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas rumah kaca, dalam hal ini CO2, ditengarai merupakan penyebab utama terjadinya perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Indikator-indikator yang biasanya diangkat adalah kualitas udara yang semakin menurun di perkotaan dan daerah industri, mencairnya es di kutub utara dan selatan, naiknya permukaan air laut, terbentuknya lubang pada lapisan ozon, bencana alam yang semakin sering terjadi, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, penggunaan energi fosil dianggap sebagai ancaman bagi kelestarian lingkungan di masa depan.

Isu-isu tersebut memberi dorongan untuk beralih ke energi terbarukan. Maka teknologi energi terbarukan diperkenalkan, walau harganya masih relatif jauh lebih tinggi dari energi fosil. Pemerintah-pemerintah dunia semakin marak berpartisipasi dalam program-program berkenaan dengan perlindungan lingkungan. Perusahaan-perusahaan migas didorong untuk semakin menurunkan tingkat emisinya dan semakin efisien. Manufaktur-manufaktur kendaraan dan mesin didorong untuk mengeluarkan varian kendaraan dan alat yang menggunakan energi non fosil. Proyek-proyek energi terbarukan diberi insentif-insentif untuk semakin menarik minat investor.

Walaupun demikian, dalam praktek dan kenyataannya, upaya-upaya beralih ke penggunaan energi terbarukan ini dinilai masih sangat lambat. Mahalnya biaya teknologi energi terbarukan dan kurangnya fleksibilitas (karena sangat tergantung pada kondisi alam dan mahalnya investasi untuk penyimapan energi) seringkali menjadi alasan keengganan perubahan perilaku di sisi pengusaha energi dan manufaktur dan termasuk juga para pengambil kebijakan. Pada akhirnya, target-target kebijakan lingkungan dan komitmen-komitmen lingkungan tidak mampu tercapai dan terkesan hanya menjadi komoditas politik belaka.

Namun berbeda halnya pada sektor end user (pengguna akhir) energi. Kita bisa melihat akhir-akhir ini semakin banyak muncul tokoh-tokoh futuris yang menyuarakan perubahan. Mereka memperkenalkan teknologi-teknologi masa depan yang terlihat keren, membuat hidup semakin praktis, dengan harga semakin terjangkau. Seolah membuat nyata teknologi-teknologi yang selama ini hanya ada di kisah science fiction (fiksi ilmiah). Mereka terus berinovasi tiada henti. Di satu sisi membuat orang-orang tercengang. Di sisi lain membuat deg-degan para pelaku industri & bisnis eksisting karena adanya kemungkinan perubahan radikal dalam proses bisnis eksisiting sebagai akibat masuknya teknologi-teknologi baru yang mereka perkenalkan.

Ada kendaraan listrik, kendaraan tanpa pengemudi, robot, kecerdasan buatan (artificial intelligence), virtual & augmented reality, internet of things, cloud & big data, dll. Pengenalan teknologi-teknologi tersebut menuntut semua aktivitas manusia untuk berubah mengikuti tren teknologi yang digandrungi masyarakat.

Tenaga-tenaga manusia/manual ssuatu saat mungkin dapat digantikan oleh tenaga robot dan artificial intelligence. Tuntutan proses produksi agar semakin efisien akan menyebabkan perusahaan dan pabrik semakin gencar memanfaatkan teknologi-teknologi canggih dan otomatisasi. Hal ini mendorong pengurangan peranan dan jumlah tenaga manusia yang dipekerjakan. Akan tetapi ruang-ruang lapangan kerja baru mungkin juga dapat tercipta dan secara perlahan memaksa masyarakat masa depan beralih ke bidang-bidang pekerjaan baru yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya.

Perkembangan teknologi-teknologi baru tersebut, sangat memungkinkan mendorong terjadinya perubahan perilaku konsumen (end user). Dan perubahan prilaku konsumen inilah yang nantinya mendorong secara masif para produsen dan pelaku bisnis untuk mengikuti dan menyesuaikan kebutuhan konsumen dengan paradigma baru tersebut. Contohnya saja pada pengenalan smartphone layar sentuh. Para produsen awalnya belum ada yang berani mengeluarkan produk smartphone dengan layar sentuh. Namun ketika ada salah satu produsen mengeluarkan produk handphone layar sentuh dan sukses di pasaran, maka kemudian hampir semua produsen smartphone langsung mengeluarkan produk-produk smarphone layar sentuh.

Sementara itu, dalam komunitas konsumen energi, juga sangat memungkinkan mengalami perubahan. Mungkin saja, konsumen di masa depan akan lebih memilih penggunaan kendaraan listrik untuk menggantikan kendaraan berbahan bakar fosil, karena dianggap lebih keren, lebih murah, lebih sehat, tidak berisik, lebih murah ongkos perawatan, dan pertimbangan lainnya. Ibu rumah tangga juga mungkin akan lebih memilih kompor listrik ketika kompor listrik harganya lebih murah, dan biaya bulanannya lebih murah, dan mungkin juga dianggap lebih keren dari kompor gas LPG, lebih prestisius. Industri pengguna energi mungkin saja juga akan lebih banyak menggunakan alat-alat canggih yang menggunakan teknologi komputer cerdas. Misalkan sistem otomatisasi pabrik, robot, artificial intelligent, 3D printer, dan lain-lain. Hal ini karena tuntutan pasar yang memaksa mereka untuk beroperasi secara lebih praktis, efisien, aman (safe), memenuhi regulasi lingkungan, dan alasan lainnya. Bisa saja dorongan perubahan perilaku konsumen bukan lagi disebabkan oleh faktor harga yang lebih murah. Konsumen masa depan bisa saja bersedia membayar lebih mahal demi memenuhi tuntutan paradigma masyarakat baru. Semuanya serba memungkinkan terjadi di masa depan.

Perubahan-perubahan yang dipacu penggunaan teknologi-teknologi baru tersebut memang tidak menentu. Banyak prediksi, proyeksi, dan spekulasi. Namun satu hal yang kemungkinan pasti, bahwa penggunaan teknologi-teknologi baru tersebut mengindikasikan kebutuhan energi listrik yang semakin besar di masa depan. Teknologi-teknologi masa depan semakin tergantung pada energi listrik untuk dapat beroperasi. Hal yang menjadi pertanyaan adalah darimanakah umat manusia di masa depan menghasilkan energi listrik dalam jumlah besar, stabil, dan murah. Seperti diketahui bersama, energi listrik harus dihasilkan/dibangkitkan dari sumber energi lain. Bisa dari energi fosil (minyak bumi, batubara, dan gas alam), bisa juga dari energi terbarukan, dan bisa dari energi baru (misal nuklir).

Konsumen energi yang semakin tergantung pada teknologi-teknologi bertenaga listrik tersebut, akan sangat berperan dalam pola penggunaan energi di masa depan. Tentu saja hal ini juga akan mendorong inovasi-inovasi teknologi pembangkitan energi listrik secara cepat. Teknologi batere bisa semakin murah dan canggih dan lifetime (umur pakai) lebih panjang. Teknologi energi terbarukan bisa saja semakin ekonomis dan fleksibel dan terintegrasi dengan teknologi penyimpanan energi yang murah dan canggih serta terhubung secara lancar dengan jaringan listrik pintar. Teknologi energi nuklir mungkin saja semakin aman dan murah. Dan mungkin juga, teknologi pembangkit listrik dari energi fosil juga akan ikut berbenah dan semakin mampu memenuhi tuntutan kebijakan lingkungan, semakin efisien dan semakin murah.

Semua sumber energi tersebut, baik energi fosil, energi terbarukan, dan energi baru, akan berkompetisi semakin ketat. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan energi di end user yang semakin banyak dimanjakan teknologi-teknologi baru yang semakin tergantung pada tenaga listrik. Perilaku konsumen dalam menyikapi kehadiran teknologi-teknologi baru tersebut akan mempengaruhi pola penggunaan energi di masa depan.