Minggu, 31 Desember 2017

LAHAN KRITIS


Lahan kritis adalah suatu lahan baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau yang diharapkan. Lahan kritis dapat juga disebut sebagai lahan yang tidak produktif. Meskipun dikelola, produktivitas lahan kritis sangat rendah. Bahkan hasil produksi yang didapatkan jauh lebih rendah daripada biaya produksinya. Lahan kritis bersifat tandus, gundul, dan tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian, karena tingkat kesuburuannya sangat rendah.

Mulyadi dan Soepraptohardjo (1975) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang karena tidak sesuai dengan penggunaan dan kemampuannya telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisik, kimia, dan biologi yang pada akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, orologis, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi dari daerah lingkungan pengaruhnya. Sedangkan Departemen Kehutanan (1985) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang sudah tidak dapat berfungsi sebagai media pengatur tata air dan unsur produksi pertanian yang baik, dicirikan oleh keadaan penutupan vegetasi kurang dari 25 persen, topografi dengan kemiringan lebih dari 15 persen, dan/atau ditandai dengan adanya gejala erosi lembar (sheet erosion), dan erosi parit (gully erosion). Kedua definisi lahan kritis tersebut jelas menunjukkan sesuai mandat dari masing-masing institusinya.

Lahan kritis merupakan “bentuk” atau “keragaan” (performance) sumber daya lahan yang mengalami kemunduran produktivitas (degradasi) akibat proses kerusakan yang disebabkan oleh berbagai sumber penyebab.

UNEP (1992) mendefinisikan degradasi lahan (land degradation) sebagai proses kemunduran produktivitas lahan menjadi lebih rendah, baik sementara maupun tetap, yang meliputi berbagai bentuk penurunan produktivitas tanah (soil degradation), pengaruh manusia terhadap sumber daya air, penggundulan hutan (deforestation), dan penurunan produktivitas padang penggembalaan.

Degradasi tanah (soil degradation) adalah proses kemunduran produktivitas tanah, yang disebabkan oleh kegiatan manusia, yang mengakibatkan penurunan produktivitasnya pada saat ini dan/atau di masa yang akan datang dalam mendukung kehidupan mahluk hidup. Salah satu contoh bentuk degradasi tanah adalah berkurang/hilangnya sebagian atau seluruh tanah lapisan atas (top soil), berkurangnya kadar C-organik dan unsur-unsur hara tanah, serta berubahnya beberapa sifat fisik tanah, seperti struktur tanah, pori aerasi atau pori drainase cepat menjadi lebih buruk. Akibat degradasi tanah adalah hasil tanaman mengalami penurunan drastis, kualitas fisik dan kimia tanah juga menurun, dan pada akhirnya tanah tersebut menjadi kritis.

Degradasi lahan yang terjadi di Indonesia umumnya disebabkan erosi yang dipercepat (accelerated) oleh aktivitas manusia. Erosi tersebut mengakibatkan turunnya kualitas sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Hal ini menyebabkan berkurangnya hasil tanaman, serta hilangnya bahan organik dan unsur-unsur hara tanah karena hanyut terbawa oleh aliran permukaan. Erosi karena hujan menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas yang relatif lebih subur dibandingkan dengan tanah lapisan di bawahnya. Apabila terjadi hujan, tanah lapisan atas akan kehilangan bahan organik dan unsur hara tanah dalam jumlah besar bersama-sama dengan tanah yang tererosi dan hanyut terbawa oleh aliran permukaan.

Kehilangan hara dan bahan organik tanah yang besar juga dapat terjadi pada areal hutan yang baru dibuka untuk pertanian, perkebunan, pemukiman/transmigrasi. Selain terjadi kehilangan bahan organik dan unsur hara tanah, erosi yang disebabkan oleh hujan dapat menyebabkan memadatnya permukaan tanah dan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah, sehingga volume aliran permukaan meningkat, dan berdampak pada meningkatnya debit sungai dan banjir.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya lahan kritis, diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Adanya genangan air pada lahan secara terus-menerus, seperti yang terjadi di daerah pantai dan rawa-rawa.
  2. Terjadinya kekeringan dalam waktu lama yang biasanya terjadi di daerah bayangan hujan.
  3. Erosi tanah atau masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi, pegunungan, dan daerah miring lainnya.
  4. Pengelolaan lahan yang kurang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Lahan kritis dapat terjadi di dataran tinggi, pegunungan. Daerah yang miring maupun di dataran rendah.
  5. Masuknya material yang dapat bertahan lama dan tidak teruraikan di lahan pertanian, misalnya plastik. Plastik dapat bertahan 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kelestarian lahan pertanian.
  6. Terjadinya pembekuan air, biasanya terjadi di daerah kutub atau pegunungan yang sangat tinggi.
  7. Masuknya zat pencemar (misal pestisida dan limbah pabrik) ke dalam tanah sehingga mengganggu kesuburan tanah.

Lahan kritis di Indonesia pada awal tahun 2000 mencapai 23,25 juta hektar. Pada tahun 2007, luas lahan kritis bertambah menjadi 77,8 juta hektar. Sebanyak 26,77 juta ha berada di luar kawasan hutan, dan 51,03 juta ha berada di dalam kawasan hutan. Apabila diperhatikan, ternyata total kerusakan lahan di dalam kawasan hutan lebih luas dibandingkan yang di luar kawasan hutan. Dalam kurun waktu yang relatif pendek, luas lahan kritis di dalam kawasan hutan bertambah hampir 2 kali di luar kawasan hutan, dan lebih dari 8 kali di dalam kawasan hutan. Peningkatan luas lahan kritis di dalam kawasan hutan yang sangat besar diperkirakan karena terjadi peningkatan laju deforestasi yang sangat cepat .

Deforestasi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya lahan kritis. Deforestasi (penggundulan hutan/deforestation) adalah istilah untuk menyebutkan perubahan tutupan suatu wilayah dari berhutan menjadi tidak berhutan, artinya dari suatu wilayah yang sebelumnya berpenutupan tajuk berupa hutan (vegetasi pohon dengan kerapatan tertentu) menjadi bukan hutan (bukan vegetasi pohon atau bahkan tidak bervegetasi) .

Data Kementerian Kehutanan melaporkan angka deforestasi rata-rata tahunan periode 2006-2009 mencapai 0,83 juta ha per tahun. Deforestasi terbesar terjadi di dalam kawasan hutan mencapai 73,4% sedangkan diluar kawasan hutan, sebesar 26,6% . Menurut data statistik Kementerian Kehutanan tahun 2011, laju deforestasi di Indonesia pada periode 2000-2010 melesat hingga 1,2 juta hektar hutan alam setiap tahun .

REFERENSI :
  1. dalam Suradisastra, Kedi dkk (ed). 2010, Membalik Kecenderungan Degradasi Sumber Daya Lahan dan Air, PT Penerbit IPB Press : Bogor, hal. 145
  2. dalam Suradisastra, Kedi dkk (ed), 2010, hal. 145
  3. Suradisastra, Kedi dkk (ed), 2010, hal. 147
  4. Kemenhut, 2012, Pidato Kemenhut : Bahan Wawancara Menteri Kehutanan Dengan Cnn Mengenai Deforestasi (2), Jakarta, Februari 2012 Pusat Hubungan Masyarakat, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dalam http://ppid.menlhk.go.id/pidato_kemenlhk/browse/4
  5. Maman Herman dkk, 2013, hal. 59
  6. WWF-Indonesia/Mubariq Ahmad, “Kehutanan”, dalam www.wwf.or.id/program/ reduksi_dampak_lingkungan/kehutanan/

Sabtu, 30 Desember 2017

MENYIKAPI NAIKNYA HARGA


Seringkali kita mendengar keluhan-keluhan mengenai naiknya harga-harga keperluan sehari-hari. Naiknya harga sembako, naiknya harga BBM, naiknya harga pulsa dan paket data, naiknya harga LPG, naiknya tarif listrik, naiknya biaya/tarif tol, dan lain sebagainya. Tak jarang kita mendengar dan melihat orang-orang pada berkeluh kesah terkait kenaikan harga-harga tersebut. Keluh kesah dilakukan di semua tempat mulai di warung kopi hingga di media-media sosial. Bahkan Pemerintah dan instasi terkait pun pada akhirnya menjadi sasaran umpatan dan cacian. Lalu bagaimanakah sebaiknya kita menyikapinya?

Sebagai seorang muslim, kita haruslah mencontoh bagaimana Rasulullah dan Para Sahabat dan orang-orang sholeh terdahulu dalam menyikapi kesulitan-kesulitan yang dihadapi, seperti misalnya krisis ekonomi dan kenaikan harga-harga barang.

Disebutkan dalam riwayat Hadis bahwa pernah terjadi kenaikan harga di era Rasulullah. Maka Para Sahabat Nabi mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyampaikan keluhannya. Mereka mengatakan, “Wahai Rasulullah, harga-harga barang banyak yang naik, maka tetapkan keputusan yang mengatur harga barang.”

Mendengar keluhan para Sahabat ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menetapkan harga, yang menyempitkan dan melapangkan rezeki, Sang Pemberi rezeki. Sementara aku berharap bisa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku disebabkan kezalimanku dalam urusan darah maupun harta.” (HR. Ahmad 12591, Abu Daud 3451, Turmudzi 1314, Ibnu Majah 2200, dan dishahihkan Al-Albani).

Dalam suatu kisah, sempat terjadi kenaikan harga pangan tinggi di masa silam. Masyarakat mengadukan kondisi ini kepada salah seorang ulama di masa itu. Maka kemudian ulama tersebut memberikan komentar, “Demi Allah, saya tidak peduli dengan kenaikan harga ini, sekalipun 1 biji gandum seharga 1 dinar! Kewajibanku adalah beribadah kepada Allah, sebagaimana yang Dia perintahkan kepadaku, dan Dia akan menanggung rizkiku, sebagaimana yang telah Dia janjikan kepadaku.”

Maka dari itu, sebagai masyarakat, selayaknya kita berserah diri kepada Allah atas segala peristiwa yang terjadi. Semuanya terjadi karena izin Allah. Harga-harga naik pun semuanya terjadi atas izin Allah. Sebagai ujian bagi kita dan juga bagi para pengambil kebijakan. Jadi tidak ada alasan untuk berkeluh kesah, apalagi mencaci maki dan mencemooh pemerintah dan instansi-instansi terkait.

Jika memang memiliki keahlian dan kemampuan sebaiknya berilah masukan dan saran secara langsung kepada Pemerintah dan instansi-intansi terkait dengan cara yang baik. Siapa tahu masukan dan saran tersebut kemudian dapat menjadi landasan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang dapat membantu pemerintah dan masyarakat secara menyeluruh. Jika memang menemukan adanya aksi-aksi beberapa oknum yang mempermainkan harga dan memiliki bukti yang kuat maka cukuplah laporkan kepada pihak yang berwajib untuk ditindaklanjuti.

Sementara itu, jika kita termasuk orang yang diberikan kecukupan harta, maka perlu juga berkontribusi sesuai kemampuan dalam rangka meringankan beban umat dalam menghadapi kenaikan harga barang atau krisis ekonomi yang tengah terjadi. Bukan malah aji mumpung memanfaatkan situasi dan kondisi untuk memperkaya diri sendiri di tangah penderitaan orang lain.

Salah satu contohnya adalah yang pernah dipraktekkan Sahabat Rasulullah, Khalifah ke-3, Usman bin Affan. Ketika kaum Muslimin hijrah dari Mekah ke Madinah, mereka dihadapkan pada masalah kesulitan air. Pada masa itu, terdapat sebuah sumur di Madinah. Tetapi sumur tersebut dimiliki seorang Yahudi yang sengaja memperdagangkan air di sumur tersebut untuk keuntungan pribadi dan memanfaatkan situasi dan kondisi kesulitan air yang terjadi.

Rasulullah SAW kemudian menyampaikan harapan agar ada salah seorang sahabat yang membeli sumur tersebut untuk meringankan beban kaum Muhajirin yang sedang menderita karena harta benda mereka ditinggalkan di kota Mekkah saat hijrah. Usman bin Affan bergegas pergi ke rumah orang Yahudi tersebut untuk membeli sumur tersebut. Akhirnya terjadi kesepakatan bahwa sumur tersebut dibeli separuh oleh Usman, maksudnya satu hari sumur itu menjadi hak orang Yahudi itu, dan keesokan harinya adalah hak Usman bin Affan, dan terus bergantian.

Pada giliran hak pakai Usman bin Affan, beliau memberikan gratis pemanfaatan air dari sumur tersebut kepada kaum muslimin. kaum Muslimin pun bergegas mengambil air yang cukup banyak untuk kebutuhan dua hari. Sedangkan pada hari berikutnya ketika sumur tersebut menjadi hak si Yahudi, tidak ada orang yang membeli air dari sumurnya. Hal ini menyebabkan si Yahudi merasa rugi. Akhirnya si Yahudi tersebut menjual separuh hak penggunaan sumurnya kepada Usman dan sepenuhnya menjadi milik Usman. Sumur itu mengalirkan air yang melimpah bagi kaum Muslimin dengan gratis. Sumur Ustman ini masih bisa dijumpai di wilayah Madinah hingga saat ini.

Bentuk kedermawanan lain Usman bin Affan, pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., kaum Muslimin dilanda paceklik yang dahsyat. Serombongan kafilah dari Syam milik Usman bin Affan yang terdiri dari seribu unta yang mengangkat gandum, minyak dan kismis tiba di Madinah. Tak lama kemudian para pedagang (tengkulak) datang menemui Usman dengan maksud ingin membeli barang-barang tersebut.

Terjadi tawar-menawar hingga para pedagang itu bersedia menaikkan tawarannya empat sampai lima kali lipat. Akan tetapi Usman bin Affan tetap menolak dengan alasan sudah ada penawar yang akan menawar lebih tinggi lagi dari penawaran para pedagang tersebut. Akhirnya para pedagang (tengkulak) semuanya menyerah, lalu berkata kepada Usman, "Hai Usman, di Madinah ini tidak ada pedagang selain kami, dan tidak ada yang mendahului kami dalam penawaran, siapa orang yang berani menawar lebih tinggi dari kami..?"

Usman menjawab, "Allah SWT memberikan kepadaku sepuluh kali lipat, apakah kalian mau memberi lebih dari itu..?"

Mendengar itu, mereka menyerah dan tidak mencoba menawar lagi. Labih kagetnya lagi, Usman menyampaikan bahwa seluruh yang dibawa kafilah itu dia sedekahkan untuk para fakir miskin dari kaum Muslimin. Dia memberikan semua hasil dagangan dari Negeri Syam tersebut secara gratis.

Itulah sebagian contoh dari kedermawanan Usman bin Affan r.a. dalam meringankan beban masyarakat saat terjadinya krisis.

Karenanya, berkontribusilah sesuai kemampuan dalam upaya meringankan beban masyarakat. Kalaupun merasa belum ada kemampuan untuk berkontribusi, maka setidaknya tidak menebar cacian dan umpatan kepada pemerintah dan instansi-instansi yang ditengarai berperan dalam kenaikan harga.

POTENSI KEMIRI SUNAN SEBAGAI SALAH SATU BAHAN BAKU BIODIESEL


Kemiri Sunan memiliki nama latin Reutealis trisperma / Blanco Airy Shaw. Nama lokal atau nama lainnya dari kemiri sunan adalah kemiri cina, kemiri racun, muncang leuweung, jarak bandung, jarak kebo, kaliki banten, kemiri minyak, kemiri laki.

Disebut kemiri cina karena pada awalnya tanaman ini dikembangkan secara besar-besaran dalam area perkebunan di daerah Karawaci dan Cilongok (Tanggerang) sebagai tanaman penghasil minyak yang dimanfaatkan untuk pengawet kayu pada perahu oleh pedagang yang berasal dari Cina .

Sebutan Kemiri Cina ini menjadi lebih populer di Jawa. Sedangkan di Majalengka, Sumedang, dan Garut, kemiri sunan dikenal sebagai Jarak Bandung, Kaliki Banten, atau Kemiri Racun. Penamaan Kemiri Sunan baru muncul sekitar tahun 2007 yakni ketika Pesantren Sunan di Jawa Timur berupaya mengembangkannya .

Kemiri sunan merupakan tanaman non pangan sehingga pemanfaatannya sebagai bahan baku biodiesel tidak akan berkompetisi kebutuhan pangan. Di Indonesia, banyak tanaman penghasil minyak yang dapat dikategorikan sebagai minyak nonpangan antara lain, kepuh (Sterculia foetida L.), kipahang laut (Pongamia pinnata), kesambi (Schleichera oleosa), bintaro (Cerbera manghas), jarak pagar (Jatropha curcas) dan kemiri sunan (Reutalis trisperma).

Ditinjau dari potensi biji, produktivitas biji kemiri sunan dapat mencapai 12 ton biji/ha/tahun bila dibandingkan dengan jarak pagar yang hanya mencapai 10 ton/ha/tahun. Rendemen minyaknya mencapai 50% . Kandungan minyak yang relatif tinggi merupakan potensi utama karena dapat digunakan sebagai bahan bakar nabati (BBN). Rendemen minyak tertinggi tanaman kemiri sunan berada di bagian kernel. Cara yang dapat digunakan untuk mengekstrak minyak dari kernel kemiri sunan dapat dilakukan dengan pelarut (kimiawi) maupun dengan pengepresan (mekanis) .

Hingga kini, telah terdapat dua varietas unggulan kemiri sunan, yakni yang disebut Kemiri Sunan-1 dan Kemiri Sunan-2. Apabila dimaksudkan untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel, maka disarankan untuk menggunakan Kemiri Sunan-2. Hal ini karena terdapat beberapa kelebihan, seperti nilai rendemen yang lebih tinggi dan asam lemak bebas yang lebih rendah. Kemiri Sunan-2 memiliki rendemen sebesar 47,21 – 56% sedangkan Kemiri Sunan-1 hanya sebesar 38,10 – 42%. Dapat dikatakan, Kemiri Sunan-1 lebih sesuai untuk digunakan sebagai tanaman konservasi lahan, sedangkan Kemiri Sunan-2, selain untuk konservasi lahan, juga lebih sesuai dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel .

Dari sisi produktivitas minyak kasar, Balitbang Pertanian Kementan menyebutkan bahwa kemiri sunan memiliki produktivitas lebih baik dibandingkan sumber biodiesel lainnya seperti jarak pagar, kesambi, nyamlung. Akan tetapi produktivitas kemiri sunan masih sedikit lebih rendah dibandingkan kelapa sawit. Kemiri sunan dapat memproduksi minyak kasar sebesar 6 – 7 ton minyak per hektar per tahun, sedangkan minyak kelapa sawit memproduksi 5 – 8 ton minyak per hektar per tahun. Populasi kemiri sunan per hektarnya dapat mencapai 150 pohon.

Kemiri sunan sudah mulai berbuah pada umur tanam 4 tahun dan mulai mencapai puncaknya pada umur 8 tahun. Produktivitas biji mencapai 50-300 kilogram biji per pohon per tahun. Rendemen minyak kasar sekitar 52% dari kernel biji. Rendemen biodiesel sekitar 88% dari minyak kasar, dan sisanya adalah gliserol .

Kemiri sunan merupakan tanaman yang multifungsi. Selain minyak dari inti bijinya (kernel) dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel, ternyata kemiri sunan dapat juga diekstrak lebih lanjut sebagai bahan baku cat, tinta, pernis, pengawet kayu, kosmetik dan farmasi. Kulit buah, bungkil dan gliserol dapat digunakan sebagai penghasil pupuk organik, biopestisida, produk kesehatan dan kosmetik, serta produk bahan bakar lain berupa briket dan biogas.

Tidak hanya itu, banyak keuntungan lainnya dari pembudidayaan dan penanamannya. Kemiri sunan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman konservasi di lahan kritis, reboisasi hutan, reklamasi lahan bekas pertambangan, penghijauan, dan revegetasi. Kemampuannya untuk menyerap dan menyimpan air dapat membantu penyuburan tanah dan sekaligus menjadi sumber-sumber resapan air serta mencegah erosi, kekeringan, dan banjir. Penanaman pohon kemiri sunan juga akan dapat membantu memperbanyak sumber penyerapan emisi CO2 sehingga dapat membantu mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim.

Pembudidayaan kemiri sunan, selain bermanfaat untuk lingkungan hidup, juga dapat memiliki dampak sosial yang positif. Program pembudidayaan kemiri sunan dapat membantu program peningkatan taraf perekonomian masyarakat. Dengan demikian, memacu pembudidayaan dan penanaman kemiri sunan sesegera mungkin merupakan upaya yang cukup layak dilakukan.

Pembudidayaan kemiri sunan tidak serta merta harus tergantung pada naik-turunnya harga minyak dunia. Memang ada kecenderungan bahwa bisnis biofuel seperti biodiesel akan semakin kompetitif ketika harga minyak dunia tinggi. Akan tetapi pengembangan kemiri sunan dapat dilakukan semenjak dini yaitu pertama-tama dapat ditujukan sebagai tanaman konservasi. Di masa mendatang, ketika minyak bumi semakin langka dan mahal karena sifatnya yang tidak renewable, maka diharapkan kemiri sunan yang sudah banyak tertanam dan menyebar, siap digunakan secara masif sebagai bahan baku biodiesel.

Pemanfaatan kemiri sunan sebagai bahan baku biodiesel berarti juga upaya meningkatkan ketahanan energi nasional. Selama ini, bahan baku biodiesel Indonesia didominasi minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit sebenarnya juga merupakan bahan baku pangan. Oleh karena itu, penggunaan kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel menyebabkan timbulnya kompetisi dan mengganggu ketahanan pangan. Kemiri sunan dapat menjadi alternatif bahan baku biodiesel yang tidak berkompetisi dengan bahan pangan. Dengan semakin bervariasinya sumber bahan baku biodiesel, dan tidak tergantung pada kelapa sawit, maka ketahanan pasokan biodiesel semakin terjamin. Sedangkan biodiesel dapat menjadi alternatif bahan bakar minyak diesel, yang berarti menambah pilihan bagi pengguna energi, terutama yang menginginkan bahan bakar yang ramah lingkungan.

Dalam upaya merealisasikan hal ini tentunya dibutuhkan komitmen bersama. Tidak hanya dibutuhkan koordinasi di lingkungan Kementerian terkait, tetapi juga perlu dukungan penuh pemerintah daerah, BUMN dan BUMD, lembaga penelitian dan akademisi serta pihak swasta dan swadaya masyarakat.


REFERENSI :
  1. Kementan, 2011a; 2011b, dalam Asif Aunillah dan Dibyo Pranowo, 2012, hal. 194
  2. Herman dan Pranowo, 2011, dalam ibid
  3. Pranowo, Dibyo dkk. 2014, hal. 6
  4. dalam http://m.liputan6.com/bisnis/read/821947/tanaman-kemiri-sunan-dikembangkan-untuk-bisa-kurangi-impor-bbm#, dikunjungi 8
  5. Februari 2016

  6. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, 2014

  7. Maman Herman dkk, 2013, hal. 3

  8. Hadad, 2010, loc. cit.

Rabu, 06 Desember 2017

MILITER DAN ENERGI


Militer merupakan institusi alat negara yang diserahi tugas mempertahankan kedaulatan negara dari ancaman luar negeri maupun dalam negeri. Militer diberi wewenang oleh Negara untuk menggunakan kekuatan (termasuk menggunakan senjata) dalam mempertahankan bangsanya ataupun untuk menyerang Negara lain.

Kekuatan militer modern menggunakan senjata-senjata dan peralatan-peralatan yang bekerja dengan mengkonsumsi energi. Tank, pesawat tempur, kapal perang, kendaraan pengangkut personel militer, kapal induk, semuanya membutuhkan energi. Termasuk juga peralatan-peralatan komunikasi militer.

Oleh karena itu, sumber-sumber energi dan fasilitas pembangkit energi menjadi salah satu sarana yang vital dalam aksi-aksi militer. Sumber energi merupakan sumber tenaga bagi peralatan-peralatan militer. Sumber energi memungkinkan sarana-sarana militer dapat bekerja dan membantu tentara melaksanakan misi-misinya.

Seperti diketahui, pada saat Jepang menjajah Indonesia, sempat terdapat program tanam paksa. Salah satu tanaman yang menjadi program tanam paksa adalah tanaman jarak pagar. Tanaman ini merupakan sumber minyak nabati yang akan digunakan sebagai sumber energi.

Kapal perang inggris pada perang dunia I beralih dari bahan bakar batu bara ke bahan bakar minyak. Padahal batu bara saat itu tersedia banyak di dalam negeri Inggris. Sementara, minyak bumi tersedia cukup jauh dari wilayah Inggris, yakni di timur tengah. Pada masa itu muncul pertanyaan besar terhadap kebijakan tersebut. Mengapa Angkatan Laut Kerajaan Inggris yang awalnya menggunakan bahan bakar batubara yang bersumber dari wilayah Wales yang dinilai lebih aman harus berganti ke bahan bakar minyak yang sumbernya terletak di daerah timur tengah yang tidak cukup meyakinkan keamanan dan keberlanjutan pasokannya. Hal ini dijawab melalui teori keamanan energi, dimana keamanan dan kepastian pasokan minyak terletak pada seberapa bervariasinya sumber pasokan minyak yang digunakan. Semakin bervariasi sumber pasokan minyak bumi yang digunakan, maka akan semakin aman dan handal kapal perang angkatan laut kerajaan Inggris.

Di sisi lain, fasilitas-fasilitas/sumber-sumber energi seringkali juga menjadi target serangan militer lawan dan menjadi sasaran yang diperebutkan antara pihak yang bertikai dan berkepentingan. Seringkali juga, fasilitas sumber energi lebih dipilih dibumi hanguskan daripada nantinya direbut/dimanfaatkan oleh pihak musuh.

Contohnya pada beberapa kilang di Indonesia. Kilang Wonokromo merupakan kilang pertama dan tertua di Indonesia. Dibangun pada tahun 1889 setelah ditemukan minyak di daerah konsesi Jabakota dekat Surabaya oleh De Dordtsche Petroleum Maatschappij. Kilang Wonokromo dihancurkan dalam pemboman tentara Sekutu pada agresi militer I Belanda.

Kilang pangkalan Brandan di Langkat Sumatera Utara, menurut catatan sejarah, sempat dilakukan 3 kali pembumi hangusan. Pertama, pada tanggal 9 Maret 1942 dilakukan oleh Vernielinkcorps (tentara Belanda) dengan tujuan agar tidak dimanfaatkan / direbut tentara Jepang yang akan menyerang Belanda di Indonesia. Bumi hangus kedua dilakukan pada tanggal 13 Agustus 1947 oleh pasukan PMC (Plaatselijk Militair Commando) - Pasukan Indonesia. Bumi hangus ketiga dilakukan oleh bangsa Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 untuk mencegah Belanda merebut dan memanfaatkan kilang tersebut.

Dalam perang teluk tahun 1990-an, Pasukan Irak sempat melakukan pembakaran sumur-sumur minyak di kuwait. Hal ini dilakukan agar sumur-sumur minyak di Kuwait yang sempat dikuasasi Irak tidak bisa digunakan lagi dalam waktu cepat oleh Amerika. Hal yang sama juga dilakukan Irak pada saat terjadi aksi agresi Amerika Serikat dan sekutunya pada tahun 2000-an. Kita bisa melihat dilakukan pembakaran pada sumur-sumur minyak di Irak oleh tentara Irak dengan tujuan agar tidak bisa dimanfaatkan oleh pasukan Amerika dan sekutunya.

Semua contoh-contoh kasus di atas merupakan sekelumit kisah yang menunjukkan begitu pentingnya keberadaan sumber energi dan fasilitas pembangkit energi dalam aktivitas militer. Dan dalam beberapa kasus, energi justru menjadi pendorong aksi militer. Dalam hal ini, sumber energi yang berupa minyak bumi masih merupakan jenis energi yang memiliki hubungan terkuat dengan aksi-aksi militer dibandingkan jenis energi lainnya.

Namun demikian, kita bisa melihat beberapa sumber energi lain juga memiliki potensi menjadi sumber konflik. Misalkan gas alam. Krisis Rusia dan Ukraina telah dipersepsikan secara umum sebagai konflik kepentingan terhadap gas alam. Peristiwa blokade ekspor gas dari Rusia ke Ukraina pada Januari 2006 hanya berlangsung 4 hari, dimana motif politik di balik peristiwa ini masih merupakan kontroversi. Di Indonesia, kita mengenal sumber gas alam di wilayah Indonesia, yakni di wilayah Natuna, saat ini menjadi salah satu objek konflik laut China Selatan.

Sumber energi lain yang sebenarnya cukup erat dengan aktivitas militer tentu saja Energi Nuklir. Kebanyakan masyakarakat telah terlanjur menganggap pengembangan energi nuklir berarti juga meningkatkan aktivitas pengembangan senjata nuklir. Hal ini berpotensi menggiring manusia pada perang nuklir yang dapat menghancurkan peradaban manusia. Padahal, pengembangan energi nuklir dan senjata nuklir merupakan hal yang berbeda. Pengembangan senjata nuklir masih memerlukan beberapa tahapan pemprosesan yang tidak dilakukan dalam pengembangan energi nuklir. Nuklir sebagai senjata dan nuklir sebagai energi masih merupakan isu yang sangat sensirtif. Sistem protokol keamanan dunia yang ada saat ini belum bisa memberi izin kepada semua negara untuk mengkases teknologi nuklir. Penguasaan nuklir untuk senjata dibatasi oleh beberapa negara besar saja seperti Amerika Serikat, Rusia, Perancis, China.

Sementara itu, pengembangan energi terbarukan rasanya masih belum memiliki pengaruh kuat dalam aktivitas militer. Energi terbarukan cenderung termanfaatkan secara lokal dan sangat tergantung pada kondisi alam. Namun setiap sumber energi/fasilitas energi tentu akan selalu menjadi sasaran serangan untuk melumpuhkan kemampuan militer lawan. Dan mungkin saja teknologi militer masa depan akan lebih condong menggunakan teknologi energi terbarukan karena adanya potensi untuk menjadi lebih praktis dan independen dalam pembangkitan energi terutama di remote area (wilayah terpencil) sehingga aktivitas militer tidak tergantung pada fasilitas/infrastruktur energi besar seperti fasilitas kilang minyak dan gas bumi.

Perlu kita ketahui, ketahanan Energi sebenarnya merupakan bagian dari Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional selama ini memang lebih fokus pada kekuatan militer daripada kekuatan lain yang ada dalam kehidupan suatu bangsa. Padahal ketahanan nasional terdiri dari berbagai elemen. Termasuk di dalamnya ketahanan ekonomi, ketahanan politik, ketahanan sosial dan budaya, ketahanan pangan, ketahanan lingkungan, dan lain-lain.

Ketahanan militer tidak melulu mengenai jumlah dan kualitas personel militer yang dimiliki negara. Kekuatan militer juga tidak berarti selalu memperhitungkan jumlah, kualitas, dan kecanggihan persenjataannnya. Ketahanan militer juga tergantung pada hubungan antara militer dan sipil.

Kehidupan masyarakat sipil modern dan teknologi militer semakin terintegrasi dengan kebutuhan akan energi. Maka dari itu sumber-sumber energi dan keberadaan fasilitas energi akan semakin menjadi objek vital bagi suatu negara. Jika suatu negara belum mampu menghasilkan energinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka akan selalu dilakukan kebijakan pencarian sumber-sumber energi baru di luar negeri. Dalam memperoleh sumber-sumeber energi dari luar dan dalam proses pengamanan pasokan sumber energi dari luar negeri inilah yang kemudian akan cenderung mendorong upaya-upaya memanfaatkan kekuatan ekonomi dan politik. Kekuatan militer pada akhirnya juga harus ikut dilibatkan ketika kekuatan ekonomi dan politik dinilai belum mampu mencapai tujuan tersebut.


Minggu, 03 Desember 2017

AKSELERATOR TEKNOLOGI


Setelah sebelumnya telah mempelajari beberapa bagian dari buku "Good to Great" karya Jim Collins yakni : "Kepemimpinan Level 5", "Siapa Dulu Baru Apa", "Menghadapi Fakta Keras", "Konsep Landak", dan "Kultur Disiplin" maka kini kita akan mempelajari : "Akselerator Teknologi".

Perusahaan "Bagus ke Hebat" berpikir secara berbeda tentang teknologi dan perubahan teknologi. Perusahaan-perusahaan "Bagus ke Hebat" menghindari tren teknologi dan ikut-ikutan. Namun demikian, mereka seringkali menjadi perintis dalam aplikasi teknologi yang dipilih secara cermat, yang sesuai kebutuhan dan diyakini secara nyata mampu mengakselerasi pertumbuhan bisnis.

Pertanyaan yang seringkali diajukan oleh perusahaan "Bagus ke Hebat" adalah : "Apakah teknologi ini sesuai secara langsung dengan konsep landak yang dianut?". Jika jawabannya "Ya" maka perusahaan akan mengambil langkah untuk menjadi perintis dalam penerapan teknologi tersebut. Jika "Tidak", maka Perusahaan dapat sekedar bersama-sama yang lain menerapkan teknologi tersebut atau dapat mengabaikannya sama sekali.

Perusahaan "Bagus ke Hebat" menggunakan teknologi sebagai akselerator momentum, bukan pencipta momentum. Tidak ada perusahaan "bagus ke hebat" yang memulai transformasi mereka dengan teknologi rintisan. Akan tetapi, mereka semua menjadi perintis dalam penerapan teknologi ketika mereka sudah memahami secara mendalam bagaimana teknologi itu cocok dengan ketiga lingkaran konsep landak.

Ketika perusahaan pembanding mencoba menggunakan teknologi yang sama persis dengan teknologi yang dirintis & digunakan oleh perusahaan "Bagus ke Hebat", perusahan pembanding tersebut akan tetap gagal membuahkan hasil yang mendekati sama dengan perusahaan "Bagus ke Hebat". Kegagalan perusahaan mencapai hasil hebat dan lestari bukan disebabkan karena kegagalan teknologi tetapi disebabkan kegagalan manajemen. Teknologi hanya bisa menjadi akselerator dari kegagalan atau keberhasilan perusahaan. Bukan penyebabnya. Sekali lagi perlu diingat, teknologi tidak pernah menjadi sebab utama bagi kejayaan atau kemunduran suatu perusahaan. Seringnya teknologi justru tidak masuk dalam lima faktor teratas agenda transformasi perusahan hebat.

Bagaimana perusahaan merespon pada perubahan teknologi dapat menjadi salah satu indikator untuk menilai apakah suatu perusahaan memiliki dorongan batin akan kejayaan atau sudah cukup puas dengan kondisi sedang-sedang saja. Perusahaan hebat meresppon perubahan teknologi dengan kecermatan dan kreativitas, didorong oleh hasrat untuk mengubah potensi laten menjadi hasil. Perusahaan pembanding bereaksi dan bergerak maju mundur terhadap perubahan teknologi, dimotivasi oleh rasa takut tertinggal.

Pengaturan momentum kapan saatnya perusahan "merangkak", "berjalan", dan "berlari", dapat menjadi pendekatan efektif dalam menyikapi dan menghadapi setiap perubahan teknologi yang cepat dan radikal. Saat perusahaan hebat dihadapkan pada perubahan teknologi yang cepat dan radikal, perusahaan tersebut akan memperlambat langkahnya hinggga seperti "merangkak". Perusahaan mengambil jedah sejenak, berpikir, mempelajari secara cermat dan mendalam kesesuaian penggunaan teknologi itu dengan nilai-nilai dalam tiga lingkaran konsep landaknya.

Ketika diputuskan bahwa teknologi itu sesuai, maka perusahaan akan mulai menggunakan teknologi tersebut secara perlahan. Perusahan hebat tersebut mulai "berjalan" dengan penuh kehati-hatian dalam merancang sistem pengimplementasian teknologi tersebut, mencobanya secara internal, dan terus mengevaluasi kinerjanya. Seringkali perusahaan bagus ke hebat awalnya terkesan lambat dalam merespon perubahan teknologi.

Selanjutnya, saat perusahaan hebat benar-benar mengetahui secara nyata bahwa dengan implementasi teknologi baru tersebut mereka dapat berakselerasi menuju kejayaan, maka mereka segera "berlari" dengan cepat mengimplementasikan teknologi tersebut secara masif. Pada akhirnya mereka menjadi yang terdepan dan meninggalkan para pesaingnya di belakang.

Sabtu, 02 Desember 2017

KULTUR DISIPLIN


Setelah sebelumnya telah mempelajari beberapa bagian dari buku "Good to Great" karya Jim Collins yakni : "Kepemimpinan Level 5", "Siapa Dulu Baru Apa", "Menghadapi Fakta Keras", dan "Konsep Landak", maka kini kita akan mempelajari : "Kultur Disiplin"

Hasil hebat yang lestari yang mampu dicapai oleh suatu perusahaan tergantung pada bagaimana perusahaan tersebut membangun suatu kebudayaan (culture) yang penuh dengan orang-orang berdisiplin mandiri yang mengambil langkah penuh disiplin dan secara fanatik bertindak konsisten mematuhi 3 lingkaran konsep landak.

Seiring suatu perusahaan berkembang dan menjadi kian kompleks, perusahaan pun mulai tersandung kesuksesannya sendiri. Terlalu banyak orang baru, terlalu banyak pelanggan baru, terlalu banyak pesanan baru, terlalu banyak produk baru. Apa yang tadinya menyenangkan kini berubah menjadi bola liar yang tak terorganisir. Kurangnya perencanaan, kurangnya sistem, kurangnya pembukuan/pencatatan, kurangnya batasan rekrutmen, menciptakan gesekan-gesekan yang semakin lama semakin tak terkendali.

Sebagai respon, biasanya diambillah langkah untuk menyewa manajemen profesional, konsultan ternama, dan eksekutif terkenal. Selanjutnya proses birokrasi rumit, prosedur, daftar periksa, dan semua alur kerja kompleks mulai tumbuh pesat seperti ilalang.

Lambat laun, lingkungan kerja yang tadinya egaliter berubah menjadi hierarki. Rantai komando yang panjang mulai muncul. Bermunculan juga kelas eksekutif dengan tunjangan istimewa. Segmentasi "Kami" dan "Mereka" bermunculan dan menggantikan "Kita". Manajemen eksekutif mencoba terus membenahi kekusutan sistem kerja perusahaan. Namun langkah-langkah yang mereka ambil seringkali membunuh semangat kewirausahaan. Keajaiban kreatif mulai pudar. Anggota-anggota paling inovatif dalam perusahaan mulai hengkang karena muak dengan pembengkakan birokratis dan hierarki. Perusahaan yang dulunya menyenangkan akhirnya berubah menjadi perusahaan-perusahaan besar pada umumnya, yang mulai menuju penghancuran dirinya sendiri. Siklus kematian kewirausahaan ini akan senantiassa terjadi pada suatu perusahaan jika tidak ada upaya untuk mempertahankan kultur yang tepat yang sesuai dengan tiga lingkaran konsep landak.

Kultur birokratis di suatu perusahaan biasanya muncul untuk mengkompensasi ketidakbecusan (inkompentensi) dan kurangnya disiplin. Hal ini terjadi karena perusahaan memiliki orang-orang yang keliru dalam "bus" semenjak awal. Jika perusahaan memiliki orang-orang yang tepat di dalam "Bus" dan mendepak orang-orang yang tidak tepat dari dalam "Bus" maka perusahaan tidak memerlukan sistem birokrasi rumit yang cenderung melemahkan semangat kreativitas dan kewirausahaan.

Suatu kultur yang disiplin akan selalu melibatkan dualitas. Di satu sisi, kultur memerlukan orang-orang yang mematuhi satu sistem secara konsisten. Di sisi lain, kultur memberikan orang-orang kebebasan dan tanggung jawab yang cukup dalam kerangka kerja sistem. Kultur disiplin bukan sekedar soal tindakan. Ini dimulai dari adanya "orang-orang disiplin" yang bergulat dengan "pemikiran penuh disiplin" dan kemudian mengambil "tindakan penuh disiplin". Dalam pembentukan kultur disiplin, "daftar hal yang harus berhenti dilakukan" lebih penting dibandingkan daftar "hal yang harus dilakukan".

Semakin disiplin suatu perusahaan untuk tetap berada di dalam tiga lingkaran konsep landak, dengan konsistensi yang nyaris religius, maka perusahaan tersebut semakin memiliki peluang untuk terus bertahan dan tumbuh. Jika suatu perusahaan terus konsisten berada dalam tiga lingkaran konsep landaknya, maka konsep "peluang sekali seumur hidup" tidak lagi relevan. Perusahaan "bagus ke hebat" akan memiliki banyak peluang seumur hidupnya.

Perusahaan "Bagus ke Hebat" pada titik terbaiknya selalu mengikuti mantra sederhana : "Segala sesuatu yang tidak cocok dengan konsep landak yang mereka anut, maka tidak akan dilakukan". Perusahaan tidak akan meluncurkan bisnis-bisnis yang tidak terkait. Perusahaan tidak akan membuat akuisisi-akuisisi yang tidak terkait. Perusahaan tidak akan melakukan joint venture yang tidak terkait. Jika semua hal itu tidak cocok, maka perusahaan tidak akan melakukannya, tidak perduli para kritikus akan terus menakut-nakuti dengan teori dan prediksi.

Hal ini terjadi karena adanya keteguhan keyakinan suatu perusahaan dalam menerapkan tiga lingkaran konsep landak yang telah mereka sepakati sejak awal perumusan. Suatu bentuk disiplin paling penting bagi hasil lestari adalah kepatuhan fanatik pada konsep landak dan kesediaan untuk mengabaikan peluang-peluang yang berada di luar ketiga lingkaran konsep landak.

Perusahaan "bagus ke hebat" membangun sistem konsisten dengan batasan-batasan jelas, tapi mereka juga memberi kebebasan dan tanggung jawab di dalam kerangka kerja sistem tersebut. Mereka mempekerjakan orang-orang tepat yang berdisiplin pribadi tinggi, orang-orang yang tidak perlu dikelola. Kemudian perusahaan tersebut mengelola sistem, bukan mengelola orang.

Perusahaan bagus ke hebat tampak membosankan dan kaku jika dilihat dari luar. Padahal jika ditelaah lebih dalam, perusahaan tersebut penuh dengan orang-orang yang menunjukkan ketekunan ekstrem dan intensitas mengagumkan. Mereka melakukan disiplin ketat ala atlet.

Salah satu tindakan disiplin dapat dilihat dari kegiatan proses penganggaran kegiatan. Proses kegiatan penganggaran perusahaan "bagus ke hebat" bukanlah berpedoman untuk memutuskan berapa alokasi anggaran yang akan didapatkan setiap kegiatan perusahaan. Keputusan alokasi angaran kegiatan dilakukan dengan berpedoman pada konsep landak. Dengan berdisiplin pada konsep landak, maka dapat diputuskan secara tepat dan akurat mana kagiatan-kegiatan yang cocok/sesuai dengan konsep landak dan harus didanai penuh. Dan mana yang seyogianya tidak didanai sama sekali.

Kultur disiplin dapat menjadi kacau jika perusahaan dipimpin oleh seorang tiran yang selalu melakukan tindakan pendisiplinan sepihak. Sistem disiplin ala tiran mengandalkan kekuatan figur/ketokohan sang pemimpin. Kultur disiplin yang dibentuk oleh seorang pemimpin tiran bersifat disfungsional. Hal ini merupakan konsep berbeda dengan konsep kedisiplinan dari suatu perusahaan "bagus ke hebat" yang bersifat fungsional. Para CEO yang melakukan pendisiplinan melalui kekuatan keras kepribadian biasanya hanya mampu membawa perusahaan menjadi perusahaaan hebat sesaat. Kehebatan yang dicapai ini tidak akan mampu bertahan lama / membawa hasil yang lestari. Ketika CEO tersebut tidak lagi menjabat atau ketika CEO tidak lagi mengontrol kedisiplinan perusahaan dalam tiga lingkaran konsep landak, biasanya perusahaan akan langsung jatuh terpuruk.