Ada sebuah kisah mengenai kisah Lukmanul Hakim dan anaknya yang pernah saya dengar. Kurang lebih seperti berikut ini ceritanya:
Suatu hari Lukamnul Hakim yang sudah tua melakukan perjalanan beserta anaknya yang masih bocah, serta seekor keledai kurus yang menjadi tunggangan mereka secara bergantian. Mereka hendak menuju suatu tempat yang sangat jauh dari kampung halaman, dan harus melalui beberapa kota besar.
Suatu ketika rombongan tiga mahluk ini sampailah pada sebuah pasar yang sangat ramai. Pada Saat itu, Lukman sedang menunggangi keledai, sedangkan si Anak menuntun keledai itu menyusuri keramaian pasar. Sayup-sayup terdengarlah komentar-komentar dari orang-orang pasar mengenai rombongan ini.
“Pak Tua itu tega sekali, anaknya yang masih kecil disuruh jalan, sedangkan dia sendiri menunggangi keledai yang sudah kurus itu”.
“Masak anak kecil disuruh jalan, sementara orang tuanya berleha-leha di atas keledai?!”
Komentar-komentar tidak bertanggung jawab ini sambung menyambung ala komunitas pasar. Lama-lama semakin tidak mengenakkan juga di telinga Lukman beserta anaknya itu. Belum lagi dengan sejumlah orag pasar yang memandangi mereka dengan sinis. Tidak tahan dengan omongan orang-orang pasar, Lukman berkata kepada anaknya, “Nak, Ayah turun ya, biar kamu saja yang menunggangi keledai!”
Si anak yang masih bocah, manggut-manggut dengan polos, menuruti perintah ayahanda yang sangat dicintainya. Maka seketika itu, berubahlah formasi rombongan. Si Anak menunggangi keledai, sedangkan Lukman menuntun keledai itu, melanjutkan perjalanan menyusuri keramaian pasar.
Tidak lama berselang, komentar-komentar dari orang-orang pasar kembali muncul.
“Wah, Anak kecil itu sungguh tidak berbakti, masak bapak setua itu disuruh jalan”
“Mau jadi apa kalo besar nanti anak itu?”
“Anak kecil itu apa tidak kasihan pada orang tuanya yang sudah lanjut usia?”
“Bapak tua itu kok terlalu memanjakan anaknya”
Semakin bermacam-macam komentar-komentar orang pasar. Ada yang terdengar sayup-sayup, ada juga yang tanpa sopan santun menghardik. Semakin banyak pula orang-orang sekitar yang termakan dengan komentar orang pasar dan akhirnya menyerang rombongan tak berdosa itu dengan pandangan yang sangat sinis.
"Baiklah nak, barangkali sebaiknya ayah juga naik keledainya, ya"
Lukman pun naik ke pundak keledai, berbagi dengan anaknya. si Keledai meringkik, hendak berteriak karena beban berat yang diembannya. Namun apa mau dikata, diapun tidak bisa protes. Maka berlanjutlah perjalanan si keledai malang itu dengan dua penunggang di pundaknya.
Melihat hal ini, orang-orang pasar kembali berkomentar,
"Wah, kasihan sekali keledainya ya, sudah kurus masih saja ditunggangi"
"Raja tega!"
"Duh, bagaimana sih Pak Tua dan bocah ini? kejam sekali sama keledai yang sudah kurus kerempeng itu"
Mendangar komentar masyarakat yang masih saja sinis, Lukman dan anaknya yang tidak berdosa semakin tidak tahu harus berbuat apa lagi. Beruntung si keledai karena tidak mengerti bahasa manusia. Telinga Lukman semakin panas. Matanya juga tambah panas karena diserang secara kejam dengan pandangan-pandangan tajam yang menusuk sampai ke dada.
“Sudah Nak, kita bersabar aja ya" lanjut dia, "nah sekarang Anak turun dulu dari keledai, ya!”
Ketika si Anak sudah turun dari keledai, maka Lukman pun mengangkat si keledai seperti mengangkat sebuah hewan buruan. Dia menggendong keledai itu. Keledai kurus yang sudah sangat jinak itu pun seperti pasrah saja pada tuannya. Tangan kanan Lukman mendekap keledai agar tidak berubah posisi di bahunya.
Setelah posisi keledai itu pakem, lalu Lukman menggandeng tangan si anak dengan tangan kirinya, menyusuri kembali keramaian pasar yang seolah-olah tidak ada ujungnya itu. Kali ini Lukman bersikap cuek-cuek aja dan berjalan dengan percaya diri. Maka formasi rombongan yang aneh inipun menjadi bahan tertawaan orang-orang pasar.
“Wah..wah..wah…Bapak dan Anak ini sepertinya sudah gila, masak keledai digendong?!”
“Rombongan yang aneh”
Ya begitulah kalo menuruti kemauan orang-orang kebanyakan yang tidak berilmu. Bisanya mereka hanya berkomentar ngalor-ngidul, tidak karuan, sekehendak hatinya. Dijamin, di mata mereka, kita tidak akan pernah tampak benar, salah terus.
Berbeda halnya dengan Lukmanul Hakim yang merupakan hamba Allah yang sholeh dan berilmu serta diabadikan sebagai nama surat dalam Al Quran, Surat Lukman. Dalam surat Lukman, terdapat beberapa catatan mengenai pesan Lukman kepada anaknya(QS. Luqman: 13-19)"
“13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
16. (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Wasiat-wasiat Luqman lainnya:
Selain dalam ayat al-Qur’an, Luqman juga mempunyai banyak wasiat. Wahab bin Munabbih pernah menuturkan: “Saya membaca hikmah Luqman yang jumlahnya lebih dari 10 ribu bab”.
Dalam bukunya Min Washaya al-Qur’an al-Karim (1/31-33), Muhammad al-Anwar Ahmad Baltagi, mengutip sebuah riwayat dari Malik bin Anas bahwasannya Luqman pernah menasehati putranya di bawah ini:
01 - Hai anakku: ketahuilah, sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak manusia yang karam ke dalamnya. Bila engkau ingin selamat, layarilah lautan itu dengan sampan yang bernama takwa, isinya adalah iman dan layarnya adalah tawakal kepada Allah.
02 - Orang - orang yang sentiasa menyediakan dirinya untuk menerima nasihat, maka dirinya akan mendapat penjagaan dari Allah. Orang yang insaf dan sadar setelah menerima nasihat orang lain, dia akan sentiasa menerima kemulian dari Allah juga.
03 - Hai anakku; orang yang merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadat dan taat kepada Allah, maka dia tawadduk kepada Allah, dia akan lebih dekat kepada Allah dan selalu berusaha menghindarkan maksiat kepadaNya.
04 - Hai anakku; seandainya ibubapamu marah kepadamu kerana kesilapan yang dilakukanmu, maka marahnya ibubapamu adalah bagaikan baja bagi tanam tanaman.
05 - Jauhkan dirimu dari berhutang, kerana sesungguhnya berhutang itu boleh menjadikan dirimu hina di waktu siang dan gelisah di waktu malam.
06 - Dan Berharaplah selalu kepada Allah tentang sesuatu yang menyebabkan untuk tidak mendurhakaiNya. Takutlah kepada Allah dengan sebenar benar takut ( takwa ), tentulah engkau akan terlepas dari sifat berputus asa dari rahmat Allah.
07 - Hai anakku; seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya karena tidak dipercayai orang dan seorang yang telah rusak akhlaknya akan sentiasa banyak melamun hal-hal yang tidak benar. Ketahuilah, memindahkan batu besar dari tempatnya semula itu lebih
mudah daripada memberi pengertian kepada orang yang tidak mahu mengerti.
08 - Hai anakku; engkau telah merasakan betapa beratnya mengangkat batu besar dan besi yang amat berat, tetapi akan lebih lagi dari semua itu, yaitu manakala engkau mempunyai tetangga (jiran) yang jahat.
09 - Hai anakku; janganlah engkau mengirimkan orang yang bodoh sebagai utusan. Maka bila tidak ada orang yang cerdik, sebaiknya dirimulah saja yang layak menjadi utusan.
10 - Jauhilah bersifat dusta, sebab dusta itu mudah dilakukan, bagaikan memakan daging burung, padahal sedikit sahaja berdusta itu telah memberikan akibat yang berbahaya.
11 - Hai anakku; bila engkau mempunyai dua pilihan, takziah orang mati atau menghadiri majlis perkawinan, pilihlah untuk menziarahi orang mati, sebab hal itu akan mengingatkanmu kepada kampung akhirat sedangkan menghadiri pesta perkawinan hanya mengingatkan dirimu kepada kesenangan duniawi sahaja.
12 - Janganlah engkau makan sampai kenyang yang berlebihan, kerana sesungguhnya makan yang terlalu kenyang itu alangkah lebih baik apabila diberikan kepada binatang sekalipun.
13 - Hai anakku; janganlah engkau langsung menelan sahaja kerana manisnya barang dan janganlah langsung memuntahkan saja pahitnya sesuatu barang itu, kerana manis belum tentu menimbulkan kesegaran dan pahit itu belum tentu menimbulkan kesengsaraan.
14 - Makanlah makananmu bersama sama dengan orang orang yang takwa dan musyawarahlah urusanmu dengan para alim ulama dengan cara meminta nasihat dari
mereka.
15 - Hai anakku; bukanlah satu kebaikan namanya bilamana engkau selalu mencari ilmu tetapi engkau tidak pernah mengamalkannya. Hal itu tidak ubah bagaikan orang yang mencari kayu bakar, maka setelah banyak ia tidak mampu memikulnya, padahal ia masih
ingin terus menambahkannya.
16 - Hai anakku; bilamana engkau mahu mencari kawan sejati, maka ujilah terlebih dahulu dengan berpura pura membuat dia marah. Bilamana dalam kemarahan itu
dia masih berusaha menginsafkan kamu,maka bolehlah engkau mengambil dia sebagai kawan. Bila tidak demikian, maka berhati hatilah.
17 - Selalulah baik tuturkata dan halus budibahasamu serta manis wajahmu, dengan demikian engkau akan disukai orang melebihi sukanya seseorang terhadap orang lain yang pernah memberikan barang yang berharga.
18 - Hai anakku; bila engkau berteman, tempatkanlah dirimu padanya sebagai orang yang tidak mengharapkan sesuatu daripadanya. Namun biarkanlah dia yang mengharapkan sesuatu darimu.
19 - Jadikanlah dirimu dalam segala tingkah laku sebagai orang yang tidak ingin menerima pujian atau mengharap sanjungan orang lain kerana itu adalah sifat riya~ yang akan mendatangkan cela pada dirimu.
20 - Hai anakku; janganlah engkau condong kepada urusan dunia dan hatimu selalu disusahkan olah dunia kerana engkau diciptakan Allah bukanlah untuk
dunia sahaja. Sesungguhnya tiada makhluk yang lebih hina daripada orang yang terpedaya dengan dunianya.
21 - Hai anakku; usahakanlah agar mulutmu jangan mengeluarkan kata kata yang busuk dan kotor serta kasar, kerana engkau akan lebih selamat bila berdiam diri. Kalau berbicara, usahakanlah agar bicaramu mendatangkan manfaat bagi orang lain.
22 - Hai anakku; janganlah engkau mudah ketawa kalau bukan kerana sesuatu yang menggelikan, janganlah engkau berjalan tanpa tujuan yang pasti, janganlah
engkau bertanya sesuatu yang tidak ada guna bagimu, janganlah menyia-nyiakan hartamu.
23 - Barang sesiapa yang penyayang tentu akan disayangi, siapa yang pendiam akan selamat daripada berkata yang mengandung racun, dan siapa yang tidak dapat menahan lidahnya dari berkata kotor tentu akan menyesal.
24 - Hai anakku; bergaullah rapat dengan orang yang alim lagi berilmu. Perhatikanlah kata nasihatnya karena sesungguhnya hati akan tentram mendengarkan nasihatnya, sehingga hati ini akan hidup dengan cahaya hikmah dari mutiara kata-katanya sebagaimana tanah subur yang disirami air hujan.
25 - Hai anakku; ambillah harta dunia sekadar keperluanmu sahaja, dan nafkahkanlah yang selebihnya untuk bekalan akhiratmu. Jangan engkau tendang dunia ini ke keranjang atau bakul sampah kerana nanti engkau akan menjadi pengemis yang membuat beban orang lain. Sebaliknya janganlah engkau peluk dunia ini serta meneguk habis airnya kerana sesungguhnya yang engkau makan dan pakai itu adalah tanah belaka. Janganlah engkau berteman dengan orang yang bermuka dua, karena kelak akan membinasakan dirimu.
Wawwahu a'lam bis showab
Diambil dari berbagai referensi:
Salah satunya tulisan ust Aep Saipullah, dalam http://umisulaiman.blogspot.com/2009/04/makam-lukmanul-hakim.html