Tampilkan postingan dengan label AGAMA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AGAMA. Tampilkan semua postingan

Minggu, 04 Februari 2024

Penulisan Al Quran & Tanda Baca Dalam Tulisan Al Quran Apakah Bid'ah



Sebagaimana dicatat dalam sejarah, pembukuaan Al Quran baru dilaksanakan di era Khalifah Abu Bakar As Siddiq setelah wafatnya Nabi Muhammad. Hal ini dilakukan atas saran Umar Bin Khatab setelah melihat makin banyaknya para sahabat nabi penghafal Al Quran yang wafat. Perlu diketahui bahwa para sahabat Nabi di era itu merupakan penghafal Al Quran baik secara pelafadzan maupun secara tulisan.  Khalifah Abu Bakar kemudian menunjuk Zaid bin Tsabit untuk menuliskan kembali dan mengumpulkan naskah-naskah catatan Al Quran kedalam 1 buku/musaf. 

Di era Amirul Mukminin, Ustman bin Affan, ketika wilayah kaum muslimin semakin luas, semakin banyak kaum non arab yang memeluk Islam dan belajar Al Quran, pembukuaan Al Quran dilakukan kembali. Pada era tersebut ditemukan mulai banyak beredar perbedaan pembacaan/pelafadzan Al Quran dan cara penulisannya. Sehingga perlu dilakukan standarisasi. Amirul Mukminin kemudian membentuk tim untuk membukukan Al Quran. Tim terdiri dari yang beranggotakan Zaid bin Tsabit, Said bin Al-As, dan Abdurrahman bin Al-Harits.

Setelah selesai dan direview oleh para Sahabat Nabi kemudian kitab mushaf Al Quran, yang disebut mushaf Ustmani, diperbanyak dan disebarkan. Sementara kitab Al Quran lain dimusnahkan. Hal ini dalam rangka menyeragamkan bacaan dan tulisan Al Quran kaum muslimin di seluruh wilayah agar tidak terjadi perbedaan pelafadzan, makna dan tafsir. 

Hal-hal yang berkenaan dengan aktivitas para sahabat Nabi dalam membukukan Al Quran setelah Nabi wafat tentu tidak bisa dikategorikan sebagai bid'ah. Aktivitas ini tidak merubah/mengurangi/menambah apa yang diajarkan Nabi Muhammad mengenai Al Quran, baik dari sisi pelafadzan/tilawah, tulisan, apalagi arti dan makna. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga Al Quran itu sendiri sehingga lestari/terjaga dan juga seragam dari sisi tulisan dan pelafadzan/tilawah. 

Justru aktivitas tersebut kemudian mempermudah kaum muslimin yang tidak termasuk sahabat Nabi, non arab, baik di era itu maupun di era kemudian, serta kaum muslimin secara umum dalam mempelajari Al Quran dan meyakinkan diri bahwa bacaan Al Quran mereka seragam dengan yang dilakukan para Sahabat Nabi. Sehingga tidak menimbulkan bias makna dan arti.

Sama halnya dengan kebijakan penambahan tanda baca (titik dan harakat) dalam tulisan Al Quran. Kebijakan ini dilakukan di generasi Tabi'in yakni di era khalifah Abdul Malik bin Marwan. Di era itu, mulai ditemukan banyaknya kaum muslimin dari luar Arab melakukan kesalahan dalam membaca Al Quran. Berhubung Mushaf Ustmani di era itu belum memiliki tanda-tanda baca sehingga bagi kaum muslimin non arab yang baru belajar bahasa arab menjadi sulit dalam membaca Al Quran. 

Maka Abdul Malik bin Marwan memerintahkan untuk memberi titik pada Al-Qur’an dan mengharakatinya. Hal ini dilakukan demi menjaga dan membentengi Al-Qur’an dari kecenderungan terjadinya perubahan, agar seragam, dan agar mudah dibaca, dipelajari, dan diajarkan. 

Jadi penambahan tanda baca dan harakat juga tidak bisa dikategorikan sebagai bid'ah karena hal tersebut tidak merubah/mengurangi/menambah Al Quran. Justru memudahkan kaum muslimin mempelajarinya dan membacanya serta meyakinkan keseragaman dalam tilawah Al Quran, baik di era tersebut hingga era kemudian. 

Minggu, 28 Januari 2024

Penerapan Teknologi Dan Bid'ah Dalam Agama


Masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan bid'ah dalam pengertian bahasa dengan bid'ah dalam agama. Secara pengertian bahasa (secara umum), bid'ah berarti segala sesuatu yang baru yang tidak ada contoh sebelumnya. Ini berarti juga mencakup misalkan inovasi-inovasi teknologi. 

Sementara bid'ah dalam agama berarti cara baru dalam perkara agama (pemikiran dan tata cara ibadah) yang diserupakan syariat yang dikerjakan masyarakat dengan maksud mengharap pahala tanpa adanya dalil dalam syariat atau contoh dari Rasulullah. 

Namun sayangnya banyak orang yang memutar balikkan pengertian tersebut. Hal ini menimbulkan kesan bahwa mereka yang selalu menyerukan/mendakwahkan agar kaum muslimin menjauhi bid'ah kemudian dicap anti kemajuan, tidak konsisten dan lain sebagainya. 

Misalkan mereka menyatakan bahwa orang-orang yang suka menyerukan bid'ah, kalau mau konsisten agar tidak pakai speaker mesjid saat adzan. Pergi haji ke Mekkah & Madinah naik onta, jangan naik pesawat, dan lain sebagainya yang sejenis itu. Ini menunjukkan bahwa mereka belum bisa membedakan bid'ah menurut pengertian bahasa dengan bid'ah dalam agama menurut pengertian syariat.   

Penggunaan speaker Masjid tidak merubah pelafalan bacaan adzan atau tata cara ibadah pelaksanaan adzan. Justru membantu memperluas jangkauan suara adzan. Sehingga tidak bisa dikatakan penggunaan speaker masjid adalah bid'ah dalam agama. 

Akan berbeda kasusnya jika misal ada suatu masjid menyatakan bahwa masjid tersebut sudah menggunakan teknologi AI (Artificial Intelligence) yang terkoneksi dengan speaker masjid sehinggga tidak butuh lagi muadzin saat mengkumandangkan adzan. Bahkan misal mesjid tersebut juga sudah menggunakan robot humanoid untuk menjadi imam shalat, sehingga tidak butuh lagi imam manusia. Ini baru bisa menjadi bahasan lebih lanjut. 

Dalam syarat & rukun ibadah haji juga tidak ada ketentuan bahwa semua jamaah haji harus datang ke Mekkah dan Madinah naik onta. Jadi, jamaah haji, ya mau naik kapal laut, kendaraan darat, pesawat, bahkan mau pakai teknologi teleportasi untuk sampai di Mekkah dan Madinah, tentu tidak masalah, karena hal-hal tersebut tidak mengubah syarat dan rukun ibadah haji. 

Lain ceritanya jika kemudian ada seseorang sedang berhaji lalu saat masanya/waktunya wukuf di arafah, dia justru ada di kota lain/area lain. Dia tidak hadir secara fisik saat wukuf di arafah, karena dia meyakini bahwa hadir di Arafah dapat digantikan dengan implementasi teknologi Virtual Reality yang terkoneksi dengan drone berkamera yang terbang di wilayah padang arafah. Ini baru beda ini. Hehe..hehe.

Minggu, 21 Januari 2024

Sejarah Agama Berdasarkan Kajian Para Sejarawan Dan Arkeolog


Seringkali kita dengar dan baca dalam pelajaran sejarah, dan berdasarkan penemuan-penemuan para arkeolog, telah terdapat agama-agama tertua di dunia yang dianut peradaban manusia kuno pada masa lampau. Misalkan pada peradaban Mesir kuno. Disebutkan mereka menganut politesime atau menyembah banyak dewa. Mereka menyembah dewa bulan (Amun) dan dewa matahari (Ra) serta dewa-dewa lainnya. Sama halnya dengan peradaban mesopotamia yang menurut pada sejarawan dan arkeolog juga menganut politeisme, menyembah banyak dewa. 

Teori ini didasarkan pada hasil penemuan para sejarawan dan arkeolog, melalui penggalian situs-situs kuno, bangunan kuno, prasasti-prasasti, artefak-artefak dan lain sebagainya. Mereka kemudian mencoba mengintepretasikan tulisan-tulisan kuno tersebut sehingga muncullah kesimpulan demikian. Hal tersebut kemudian dituliskan dalam buku-buku sejarah dan diajarkan kepada para siswa.

Namun demikian, implikasi dari hal ini adalah munculnya kesan bahwa agama samawi (termasuk Islam) baru muncul kemudian setelah peradaban-peradaban kuno menganut agama-agama tertua tersebut yang barangkali sekarang sudah tidak ada penganutnya lagi. Muncul kesan seolah agama itu adalah produk dari perjalanan peradaban manusia. Seolah agama itu berevolusi mengikuti perkembangan peradaban manusia.

Padahal kita sebagai umat Islam, harus meyakini dan mengimani bahwa di masa lampau telah diutus para Nabi dan Rasul untuk mengajarkan agama Islam. Yakni agama yang mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan yang berhak disembah, dan para Nabi dan Rasul tersebut adalah utusan Allah. Termasuk, yang kita yakini, manusia pertama yakni Nabi Adam tentunya menganut agama Islam. Begitu pula halnya para Nabi dan Rasul setelahnya hingga sampai pada era Nabi dan sekaligus Rasul terakhir yakni Nabi Muhammad. 

Berdasarkan info dari Nabi Muhammad bahwa sebelum Beliau, telah diutus banyak Nabi dan Rasul. 

Disebutkan dalam Hadis yang diriwayatkan dari Abu Dzar : “Aku berkata: wahai Rasulullah, ada berapa jumlah Nabi? Rasulullah menjawab: Nabi ada 120.000 orang. Aku berkata: wahai Rasulullah, ada berapa jumlah Rasul? Rasulullah menjawab: Rasul ada 313 orang, mereka sangat banyak” (HR. Ibnu Hibban no.361, didhaifkan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Tahqiq Shahih Ibnu Hibban [2/79])

Adapun lahirnya agama-agama baru di masa lampau, harus diyakini dan diimani oleh kaumm muslimin bahwa hal tersebut adalah bentuk penyimpangan dari ajaran para Nabi dan Rasul. Penyimpangan terjadi karena mulai munculnya pemikiran atau aktivitas baru dalam agama setelah para Nabi dan Rasul atau ahli-ahli ilmu agama meninggal. Lambat laun hal-hal baru tersebut dimasukkan dalam syariat, menjadi suatu ketetapan, dan kebiasaan di tengah masyarakat, secara turun-temurun dan terus bertambah hal-hal baru. Sehingga setelah berlalu beberapa generasi, hal-hal tersebut benar-benar mengubah ajaran Islam para Nabi dan Rasul yang murni dan menjadi suatu ajaran agama baru yang mungkin masih ada kemiripan dengan Islam atau benar-benar berbeda jauh dari ajaran Islam.  

Sebagai gambaran, contoh kasus yakni di era Nabi Muhammad, ketika Beliau mendakwahkan ajaran Islam yang murni di tengah kaum Quraish Mekkah. Sebenarnya kaum Quraish Mekkah telah mengimani bahwa nenek moyang mereka adalah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail serta Tuhan mereka adalah Allah. Mereka meyakini bahwa Ka'bah adalah bangunan peninggalan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang harus mereka jaga. Namun demikian, mereka juga menyembah berhala-berhala yang dijejer di sekitar Ka'bah bahkan ada yang ditempatkan di dalam Ka'bah. 

Ini berarti ajaran Islam asli dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, secara perlahan, mulai tergerus terus-menerus dari generasi ke generasi. Mulai dicampur adukkan dengan ketentuan-ketentuan baru, hingga pada akhirnya kaum Quraish Mekkah memiliki keyakinan bahwa mereka juga perlu menyembah berhala-berhala atau banyak dewa selain Allah. Mereka mempersekutukan Allah dengan sesembahan lain, yakni berhala-berhala. 

Alasan mereka melakukan hal ini karena mereka mengikuti nenek moyang mereka. Sehingga ketika Nabi Muhammad mendakwahkan ajaran Islam yang murni sesuai ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, yang notabene merupakan nenek moyang mereka, justru mereka menolak dengan tegas karena dianggap bertentangan dengan yang mereka lakukan selama ini secara turun temurun yang telah diyakini sebagai kebenaran.  

Hal ini menunjukkan bahwa di masa lampau pun telah terjadi penyimpangan terhadap ajaran Islam yang dibawa para Nabi dan Rasul sehingga muncullah agama-agama baru, yang bertentangan dengan ajaran Islam. 

Atau bisa saja, para arkeolog dan sejarawan lah yang melakukan kesalahan-kesalahan analisa dan evaluasi. Hal ini karena keterbatasan teknologi dan alat-alat modern, ketidak lengkapan fragmen-fragmen artefak yang ditemukan, inteprestasi yang salah terhadap tulisan-tulisan kuno, dan penarikan kesimpulan dan teori yang tidak tepat terhadap kemungkinan yang terjadi di masa lampau. Ini tentu bisa terjadi dalam ranah aktivitas ilmiah. Terkecuali memang telah ditemukan teknologi mesin waktu sehingga para sejarawan dan arkeolog tersebut benar-benar hadir di era itu, menyaksikan jalannya sejarah peradaban kuno, ini mungkin jadi lain ceritanya.   

Dengan demikian, seperti apapun penjelasan ilmiah para sejarawan dan arkeolog, perlu dibentengi dengan keimanan terhadap pemahaman dan keilmuan agama Islam yang benar. Hal ini agar kita sebagai umat Islam tidak mudah diombang-ambingkan, pemikiran kita, sehingga mengarah kepada keraguan-raguan atas agama Islam kita sendiri. 

Sabtu, 13 Januari 2024

Indonesia Seharusnya Lebih Ke-Arab-Araban Daripada Ke-Barat-Baratan & Ke-Jepang-Jepangan



Akhir-akhir ini banyak stigma negatif di tengah masyarakat, ketika melihat saudara/saudari menunjukkan atribut atau penampilan yang dinilai ke-Arab-Araban. Seperti misalnya jilbab lebar, cadar, jenggot, celana menggantung (cingkrang) dan lain sebagainya. 

Namun di sisi lain, sebagian masyarakat justru begitu berbangga-bangga ketika bisa tampil ke-Barat-Baratan dan ke-Jepang-Jepangan. Hal ini dinilai keren. 

Padahal kalau ditinjau dari salah satu sisi, yakni secara historis, justru yang membantu pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Negara-Negara Arab. Sedangkan negara yang jelas-jelas terekam secara historis pernah menjajah Indonesia yakni negara-negara Barat (Portugis, Inggris, Belanda) dan Jepang. Namun mengapa yang populer justru budaya-budaya bangsa penjajah. Bukan budaya bangsa-bangsa yang membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia sehingga diakui sebagai Negara di kancah Internasional.

Adapun yang dilakukan sebagian saudara/saudari kita tersebut (contoh seperti disebutkan di atas) adalah mengamalkan ajaran Islam bukan budaya Arab. Memang benar ada sebagian budaya Arab yang masih bersesuaian dengan ajaran Islam, masih dilakukan oleh orang arab hingga sekarang. Namun ada juga yang tidak sesuai, baik sudah ditinggalkan atau masih dilakukan. 

Akan tetapi sebagian para budayawan nusantara tetap ngotot menilai hal tersebut sebagai budaya arab dan akan membanding-bandingkannya dengan budaya Indonesia asli yang kemudian terkesan dinilai lebih agung dan luhur. 

Sebenarnya yang paling penting, bagi umat Islam di Indonesia, adalah perlu dikaji apakah budaya asli Indonesia tersebut masih sesuai atau tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Kalau sesuai terus laksanakan, kalau tidak sesuai maka tinggalkan. 

Atau barangkali perlu dikaji apakah yang dilakukan oleh saudara/saudari kita tersebut adalah budaya arab atau ajaran Islam. Kalau ajaran Islam, ya tentunya haruslah saling toleransi agama dan kepercayaan masing-masing-masing. Saling menghormati pilihan keyakinan dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Kalau misalkan budaya, ya juga haruslah saling menghormati karena mereka-mereka yang mempopulerkan budaya barat dan budaya jepang juga tidak dipermasalahkan.    

Sebenarnya Islam sendiri tidak mempermasalahkan budaya, selama hal-hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Misalkan dalam hal berbusana, haruslah mengikuti ketentuan syariat untuk menutup aurat bagi muslim laki-laki dan perempuan. 

Masih menjadi pertanyaan, mengapa mereka yang ke-Arab-Araban mendapat stigma negatif sedangkan mereka yang ke-Barat-Baratan dan ke-Jepang-Jepangan mendapat stigma positif. Apakah bangsa ini masih belum lepas dari belenggu penjajahan (secara pemikiran)?

Sekali lagi, sebenarnya tidak masalah seorang muslim Indonesia suka budaya Barat atau Jepang selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Tidak mengapa mempelajarinya, misal budayanya, cara berpakaiannya, bahasanya dan lain sebagianya dalam rangka menambah pengetahuan agar semakin bisa saling memahami ketika berinteraksi dengan mereka. Namun demikian, janganlah benci pada budaya Arab karena barangkali yang disangka budaya Arab sebenarnya itu adalah ajaran Islam yang kemungkinan belum diketahui/belum populer di tengah kaum muslimin Indonesia. 

Dan sekalipun misal itu budaya arab, perlu dingat kembali sejarah, bahwa yang membantu berdirinya negara Indonesia yakni negara-negara Arab. Sehingga selayaknya bangsa Indonesia lebih ke-Arab-Araban daripada ke-Barat-Baratan dan ke-Jepang-Jepangan. 

Atau sebenarnya terpikirkan juga, mungkinkah ada suatu gerakan/propaganda untuk menyerang pemikiran atau syariat Islam melalui budaya agar umat Islam menjauhi syariat agamanya sendiri. 

Selasa, 09 Januari 2024

Al Quran Mengkoreksi Kitab-Kitab Para Nabi Sebelumnya Yang Banyak Dipalsukan Oleh Ahli Kitab



Sebagai kaum muslimin, sudah sepatutnya mempercayai (mengimani) segala yang disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Baik dalam kitab suci Al Quran maupun Hadis-Hadis Nabi. Serta memahami kedua sumber ilmu tersebut haruslah sesuai dengan apa yang dipahami oleh para Sahabat Nabi dan generasi awal umat Islam. 

Kita harus meyakini bahwa Al Quran adalah mukjizat terbesar yang akan terus berlaku hingga akhir zaman (kiamat). Al Quran tidak mengenal expired. Termasuk juga terjemahannya dan penafsirannya yang sesuai dengan pemahaman para Sahabat Nabi serta ulama-ulama generasi awal (termasuk 4 imam mahdzab) dan telah final di era itu. Sehingga tidak terbuka lagi untuk revisi dan penafsiran baru.

Allah sendiri menyampaikan bahwa Al Quran akan terjaga kelestariannya/keotentikannya/keasliannya, sesuai yang disampaikan dalam Al Quran:

اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ

''Sesungguhnya, Kami-lah yang menurunkan Alquran dan Kami pula yang menjaganya.'' (Surat Al Hijr (15) ayat 9).

Al Quran dibuat mudah untuk dihafal sehingga banyak penghafal Al Quran. Seandainya semua kitab Al Quran dimusnahkan, maka Insya Allah akan mudah ditulis kembali. Seandainya ada yang mencoba memalsukan Al Quran, Insya Allah akan mudah dideteksi dan harus direvisi.   

Ini juga berimplikasi kepada terjemahan dan tafsirnya. Sehingga jika ada ulama di era ini atau kemudian yang menyampaikan sebuah tafsir Al Quran maka haruslah dikomparasi kesesuaiannya dengan tafsir Al Quran ulama-ulama terdahulu.

Lalu, bagaimana kedudukan Al Quran terhadap kitab-kitab Para Nabi sebelumnya. 

Kita sebagai umat Islam harus mengimani bahwa terdapat para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad. Mereka semua mengajarkan Islam. Mereka mengajak dan mengajakan umatnya untuk beriman hanya kepada 1 Tuhan yaitu Allah dan mengimani bahwa para Nabi dan Rasul adalah utusan Allah. Dan diantara mereka ada yang diturunkan kitab-kitab suci kepada mereka untuk disampaikan kepada umatnya. 

Diantaranya, kitab-kitab yang wajib diimani adalah: Kitab Zabur (Nabi Daud), Kitab Taurat (Nabi Musa) dan Kitab Injil (Nabi Isa). 

Namun demikian, sebagaimana diinfokan dalam Al Quran, kitab-kitab tersebut banyak diselewengkan/dipalsukan/ditafsirkan secara salah oleh para ahli kitab, setelah para Nabi yang membawa kitab tersebut meninggal dunia.

وَاِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيْقًا يَّلْوٗنَ اَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتٰبِ لِتَحْسَبُوْهُ مِنَ الْكِتٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتٰبِۚ وَيَقُوْلُوْنَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِۚ وَيَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya (ketika membaca) Alkitab agar kamu menyangka (yang mereka baca) itu sebagian dari Alkitab. Padahal, itu bukan dari Alkitab. Mereka berkata, “Itu dari Allah.” Padahal, itu bukan dari Allah. Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, sedangkan mereka mengetahui. (Surat Ali 'Imran Ayat 78).

Sebagian umat mengikuti para ahli kitab yang melakukan penyelewangan terhadap ajaran Nabi dan Rasul tersebut. Sehingga muncullah agama-agama baru yang keluar dari ajaran Islamnya Para Nabi dan Rasul. 

Namun demikian, diantara para ahli kitab ada juga yang tetap memegang teguh ajarannya yang asli, mengajarkannya kepada umatnya, sehingga ketika Nabi Muhammad diutus dan menyampaikan kitab Al Quran, merekapun berbondong-bondong memeluk Islam dan mengikuti ajaran Nabi Terakhir yakni Nabi Muhammad. 

وَاِنَّ مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ لَمَنْ يُّؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكُمْ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِمْ خٰشِعِيْنَ لِلّٰهِۙ لَا يَشْتَرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ ثَمَنًا قَلِيْلًاۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

Sesungguhnya di antara Ahlul Kitab ada yang beriman kepada Allah dan pada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka. Mereka berendah hati kepada Allah dan tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga murah. Mereka itu memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah Maha Cepat perhitungan-Nya. (Surat Ali 'Imron Ayat 199).

Sehingga dapat dikatakan, Al Quran diturunkan kepada Nabi Terakhir, yakni Nabi Muhammad, yang terjaga keotentikannya, dalam rangka mengkoreksi kitab-kitab para Nabi sebelumnya yang banyak diselewengkan oleh para ahli kitab.  



Minggu, 04 Juni 2023

SEJARAH AGAMA-AGAMA

Dalam tinjauan sosial & budaya, pemahaman kita akan selalu digiring untuk meyakini bahwa agama-agama merupakan produk dari budaya secara lokal & historis. Sehingga, Agama Islam akan selalu dianggap sebagai agama yang secara relatif baru muncul belakangan, dari tanah Arab. Namun demikian, bagaimanakah Islam sendiri memandang sejarah dari agama-agama yang ada di dunia ini?

Dalam persepsi agama Islam, sejak awal penciptaan manusia, sebenarnya itulah titik awal manusia sudah beragama Islam. Dimulai dari manusia pertama dan sekaligus nabi pertama, yakni Nabi Adam 'alaihi sallam beserta istrinya, Siti Hawa. Mereka sudah beragama Islam sejak awal dan diajarkan semua pengetahuan dan kebijaksanaan serta tata cara beribadah ketika masih berada di surga. 

Nabi Adam menyembah hanya kepada Allah. Beliau mendapat misi untuk turun ke muka bumi sebagai khalifah atau pengelola bumi dan isinya. Bersama Siti Hawa, beliau memiliki anak dan cucu yang tentunya Beliau didik mereka untuk juga bertauhid atau menyembah hanya kepada Allah. 

Jadi sejak awal kemunculan dan penciptaan manusia, sebenarnya mereka beragama Islam, yang dipimpin langsung oleh Nabi sekaligus manusia pertama, Yakni Nabi Adam 'Alaihi Sallam.

Setelah Nabi Adam wafat, kemudian berlalu beberapa generasi, berlalu beberapa zaman, mulai ada penyimpangan-penyimpangan. Yang awalnya manusia menyembah hanya kepada Allah, mulailah mereka dipengaruhi setan-setan agar menyembah lainnya. Menyembah orang-orang soleh yang dikultuskan sebagai dewa-dewi. Menyembah alam dan benda-benda keramat. Lahirlah bentuk pemujaan-pemujaan kepada selain Allah. Muncul banyak berhala yang disembah.

Ada juga yang dipengaruhi oleh pemikiran atau pemahaman sesat, sehingga muncullah konsep-konsep agama baru yang melenceng dari jalan tauhid. Muncul konsep-konsep agama baru berbasis pemikiran akal manusia, yang dicampur-adukkan dengan ajaran tauhid, dan ujung-ujungnya akhirnya menyimpang dari ajaran Tauhid. 

Kemudian diutuslah kembali para Nabi dan Rasul untuk meluruskan mereka dan mengembalikan mereka ke jalan agama tauhid, yakni menyembah hanya kepada Allah. Ada yang ikut kepada seruan Nabi & Rasul tersebut, kembali pada ajaran tauhid, ajaran Islam. Tapi ada juga yang justru memusuhi Nabi dan Rasul. Bahkan ada diantara Nabi & Rasul yang diusir dan dibunuh. Lalu terus diutus kembali Nabi & Rasul. Dan begitulah seterusnya. 

Disebutkan dalam Hadis yang diriwayatkan dari Abu Dzar : “Aku berkata: wahai Rasulullah, ada berapa jumlah Nabi? Rasulullah menjawab: Nabi ada 120.000 orang. Aku berkata: wahai Rasulullah, ada berapa jumlah Rasul? Rasulullah menjawab: Rasul ada 313 orang, mereka sangat banyak” (HR. Ibnu Hibban no.361, didhaifkan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Tahqiq Shahih Ibnu Hibban [2/79]).

Jadi total ada 120 ribu Nabi dan 313 Rasul yang diutus kepada umat manusia, sejak awal penciptaan manusia, Nabi Adam hingga Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Salam sebagai Nabi & sekaligus Rasul penutup. Semua Nabi & Rasul diutus dengan misi untuk mengembalikan manusia pada fitrah asalnya agar menyembah hanya kepada Allah, agar mereka mengikuti jalan Islam, jalan yang lurus, jalannya para Nabi & Rasul. Namun dalam Islam, yang wajib diimani dan diambil hikmah kisahnya hanyalah 25 Nabi & Rasul sebagaimana disebutkan kisah-kisah mereka dalam Al Quran. 

Jadi menurut pemahaman agama Islam, agama-agama selain Islam yang muncul, baik sebelum Nabi Muhammad maupun sesudahnya, adalah bentuk penyimpangan dari ajaran agama Islam, agama tauhid, yang dibawa oleh para Nabi & Rasul sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad.  

Proses munculnya agama-agama selain agama Islam tersebut, salah satunya sebagaimana disebutkan dalam Hadis yang diriwatkan oleh Ibnu Abbas yang artinya, “Dari Ibnu Abbas RA bahwasanya, berhala-berhala yang dahulu diagungkan oleh kaum Nabi Nuh, di kemudian hari tersebar di bangsa 'Arab. Wadd menjadi berhala untuk kamu Kalb di Daumatul Jandal. Suwa' untuk Bani Hudzail. Yaquts untuk Murad dan Bani Ghuthaif di Jauf tepatnya di Saba`. Adapun Ya'uq adalah untuk Bani Hamdan. Sedangkan Nashr untuk Himyar keluarga Dzul Kala'. Itulah nama-nama orang saleh dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kaum itu untuk mendirikan berhala pada majelis mereka dan menamakannya dengan nama orang-orang saleh itu. Maka mereka pun melakukan hal itu, dan saat itu berhala-berhala itu belum disembah hingga mereka wafat, sesudah itu, setelah ilmu tiada, maka berhala-berhala itu pun disembah," (Lihat Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Sahihul Bukhari, [Kairo, Dāru Thauqin Najah: 1422 H), juz XII, halaman 261).

Proses munculnya penyembahan berhala di Jazirah Arab sebelum Nabi Muhammad diutus juga berawal dari proses yang sama. Awalnya warga jazirah Arab mengikuti ajaran agama tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dan anaknya, Nabi Ismail. Mereka mendirikan ka'bah. Namun setelah berlalu beberapa generasi, mulai muncul bid'ah. 

Terdapat orang-orang dari keturunan Nabi Ismail yang ketika keluar dari Tanah Haram untuk bepergian, mereka membawa batu dari Tanah Haram. Ketika mereka singgah di sebuah tempat, mereka meletakkan batu itu, kemudian bertawaf (mengelilingi) batu tersebut sebagaimana mereka bertawaf di Baitullah Mekkah. Mereka juga berdoa kepada Allah. Saat melanjutkan perjalanan, batu itu terus dibawa serta.

Setelah berlalu beberapa generasi, serta sejalan dengan pergantian zaman, muncullah generasi jahil yang menganggap batu-batu itu adalah tuhan yang mampu mendekatkan mereka kepada Allah Ta’ala Rabb Baitullah Al-Haram. Inilah cikal-bakal penyembahan berhala oleh anak cucu Ismail dari keturunan Adnan.

Sampai pada akhirnya, pada generasi-generasi selanjutnya, ada seorang tokoh yang bernama Amr bin Luhay yang membawa berhala dari Syam ke Mekkah dan menempatkan berhala tersebut di area Ka'bah. 

Ibnu Hajar mengutip catatan dari ahli sejarah, Ibnu Ishaq, yang artinya, “Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa sebab penyembahan Amr bin Luhay atas berhala adalah ketika Amr bin Luhay pergi menuju Syam. Saat itu di sana ada Kaum Al-Amalik yang menyembah berhala. Amr bin Luhai pun meminta agar Kaum Amalik memberinya salah satu berhala yang mereka sembah dan membawa berhala tersebut masuk ke Kota Makkah. Amr kemudian mendirikan berhala itu di Ka’bah, berhala itu yang kelak dinamai Hubal,” (Lihat Ibnu Hajar Al-Asyqalani, Fatḥul Bārī Syarḥu Saḥīḥil Bukhari, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz VI, halaman 547).

Dengan demikian, sebagai seorang muslim haruslah meyakini dengan iman yang kuat, bahwa agama Islam adalah satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah. Agama Islam, adalah agama tauhid, agama yang mengajarkan untuk menyembah hanya kepada Allah semata. Agama ini telah dibawa serta oleh manusia pertama sekaligus nabi pertama, yakni Nabi Adam 'alaihi sallam. Kemudian diserukan ulang oleh para Nabi dan Rasul kepada setiap umat pada setiap zaman, yang total ada 120-an ribu orang nabi & rasul, hingga akhirnya disempurnakan oleh Nabi & sekaligus Rasul penutup, yakni Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Salam. Itulah yang harus diyakini oleh kaum muslimin. 

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”   (Al Quran Surat Ali Imron ayat 19).

Selebihnya, menyikapi agama-agama selain Islam tentunya kita diajarkan harus saling menghormati, saling toleransi, bersikap adil, dan menunjukkan ahlak yang baik, serta mendoakan mereka agar mendapatkan dan menerima hidayah Allah. 

Kita bisa menyampaikan satu ayat, dua ayat, satu hadis, dua hadis, semampu kita, sebagai upaya dakwah. Tidak ada paksaan dalam agama Islam. Selebihnya hidayah Allah adalah hak preogratif Allah dan pilihan masing-masing manusia. 

Jika Allah menghendaki, bisa saja semua umat manusia dikondisikan menerima semua ajaran Para Nabi & Rasul, sehingga hanya akan ada 1 umat, satu agama yang sama, yakni Islam. Namun demikian, berhubung dunia ini pada hakikatnya adalah ujian bagi manusia, dan manusia diberikan kehendak bebas memilih, maka akan menjadi suatu keniscayaam bagi umat manusia di dunia ini untuk membentuk masyarakat yang hanya memeluk 1 agama yang sama.

وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَۙ

"Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan, (Al Quran Surat Al Maidah ayat 48). 


Wallahu A'lam Bish Shawab.

Sabtu, 13 Mei 2023

TITIK TEMU AGAMA DAN FILSAFAT



Apa yang saya pahami dari selama ini mempelajari agama Islam dan filsafat, sepertinya dapat diketahui bahwa diskusi antara para ahli filsafat murni dengan keilmuwan Islam tidaklah akan pernah dapat dipertemukan dengan mudah. Hal ini diakibatkan ada perbedaan konsep dan referensi antara keduanya. Memang terdapat irisan-irisan antara Filsafat dan Agama yang dapat bersepakat tapi ada juga irisan yang tidak akan pernah dapat dipertemukan. 

Bagi filsafat, cara berpikir bebas yang menyandarkan sepenuhnya kepada kemampuan akal dan pikiran manusia, nalar logis, dan sistematis adalah suatu metode berpikir filsafat yang baku. Referensi mereka adalah pendapat tokoh-tokoh filsafat sebelumnya yang akan terus dikaji, didukung atau dipertentangkan secara terus menerus. 

Bagi keilmuwan Islam cara berpikir filsafat seperti ini tidaklah dikehendaki. Para pemikir Islam percaya bahwa akal dan rasio manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan. Akal dan pikiran manusia adalah ciptaan Tuhan. Sehingga sehebat apapun pikiran manusia, tidak akan pernah melampui yang menciptakannya. 

Oleh karena itu manusia membutuhkan sumber keilmuwan bersifat dogmatis dari wahyu ilahi yang disampaikan melalui para Nabi dan rasul. Hal ini dalam rangka memandu manusia agar menjadi khalifah (pemimpin/pengelola) kehidupan di bumi secara bijak. Juga untuk menyelamatkan jiwa dan pikiran manusia dari cara berpikir yang merusak (bisikan setan) atau minimal mencegah manusia dari pemikiran yang menimbulkan kesia-siaan. 

Bagi keilmuwan Islam rujukan utamanya adalah Al Quran dan Al Hadis. Metode berpikirnya adalah  berupaya mengamalkan Al Quran dan al Hadis secara benar sesuai dengan pemahaman dan praktek Nabi Muhammad, Khulafaur Rasydin dan Para Sahabat. 

Hal yang terutama diatur secara dogmatis tentu saja adalah dalam ritual tata cara Ibadah. Seperti apa syarat dan rukum ibadah. Dalam Islam juga diajarkan konsep-konsep mendasar tentang cara memahami kehidupan ini. Mulai dari bagaimana kehidupan berawal, bagaimana cara kerjanya, dan bagaimana berakhirnya. 

Dalam tataran kehidupan sehari-hari diatur juga beberapa praktek halal dan haram. Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Dalam keilmuwan science, kita juga diberi gambaran bagaimana fenomena-fenomena alam terjadi, bahkan sebelum tersedia teknologi untuk menelitinya. 

Kesemua hal tersebut, merupakan hal-hal yang haruslah diterima secara gamblang sebagai bentuk keimanan. Inilah perbedaan pengetahuan berbasis keimanan dengan pengetahuan berbasis akal dan rasio semata. Seyogyanya akal dan rasio haruslah tunduk pada keimanan.

Akan tetapi masih terdapat ranah yang dapat disepakati bersama, antara Filsafat dan Agama Islam. Terutama dalam tataran keilmuwan sains dan teknologi. 

Bagi filsafat, keilmuwan yang sifatnya sains dan teknologi merupakan produk dari filsafat itu sendiri. Ada juga yang berpendapat, sains tumbuh bersama Filsafat. Sebelumnya, diantara keduanya tidak terdapat sekat dan tidak terpisahkan. 

Namun karena sains telah menjadi kebenaran yang bersifat eksak dan cenderung memiliki lingkup terbatas & spesifik, terspesialisasi, sementara filsafat harus terus berputar dan bergerak karena bersifat universal (menyeluruh), maka sains harus dipisahkan dari filasafat. 

Sains adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari suatu pengalaman empiris. Berbentuk penelitian yang objektif atau dari pengujian menggunakan metode ilmiah. Bersifat sistematis dan logis. Usaha sistematis dengan metode ilmiah terus dilakukan untuk pengembangan dan penataan pengetahuan. Sains harus dapat dibuktikan dengan penjelasan dan prediksi yang teruji. Semua upaya sains diarahkan untuk meningkatkan pemahaman manusia tentang alam semesta dan dunianya sehingga dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti yang dapat digunakan oleh manusia untuk pengembangan kehidupan sehari-hari. 

Ruang lingkup sains meliputi segala sesuatu yang bisa diterima oleh indra manusia sehingga sains memang merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki cakupan yang begitu luas. Sains bersifat universal yang artinya bisa dilakukan dimana saja, oleh siapa saja, dan kapan saja sehingga bersifat dapat direplikasi. Sains / Ilmu pengetahuan termasuk ke dalam ilmu pengetahuan yang dinamis sehingga dapat berubah seiring dengan berkembangnya zaman.

Bagi Islam juga ditekankan pentingnya sains dan teknologi, terutama yang dapat memudahkan umat Islam mempermudah ibadah, tapi tidak mengubah syarat & rukun ibadah. Misalkan, teknologi pesawat, dapat mempermudah dan mempercepat jamaah haji sampai di kota suci Mekkah dan Madinah. Speaker masjid membantu memperluas jangkauan suara Adzan. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam juga mendukung pengembangan sains dan teknologi, selama hal tersebut tidak bersifat mengganggu ibadah dan keimanan.

Keilmuwan Islam juga menyampaikan sains yang bersumber dari wahyu Ilahi (Al Quran) misalkan: 
  • Peristiwa mumi Firaun yang jasadnya dijaga lestari berdasarkan Firman Allah dalam Al Quran, dan pada akhirnya jasad mumi Firaun tersebut baru ditemukan di abad 20
  • Mekanisme pembuahan sel telur oleh sel sperma dan perkembangan janin di dalam kandungan dijelaskan dalam Al Quran padahal di era turunnya Al Quran belum ada teknologi untuk mengamati hal tersebut.
  • Fenomena bertemunya air laut dan air tawar dan tidak mengalami pencampuran dijelaskan dalam Al Quran padahal di era turunnya Al Quran belum ada teknologi penyelaman ke dalam laut untuk mengamati hal tersebut.
  • Teori bumi bulat dan peristiwa terjadinya siang dan malam.
  • Teori penciptaan alam semesta.   
  • dll 

Jadi, antara Filsafat dan keilmuwan Islam dapat bertemu di area Sains/Ilmu Pengetahuan. Filsafat, melalui akal dan rasio dan metode berpikir nalar, logis sistematis, terus mendorong pengembangan sains. Teori gravitasi Newton berkembang menjadi teori relativitas gravitasi Einstein. Teori atom berkembang menjadi teori medan kuantum. Sains kemudian berkembang membentuk spesialisasi cabang-cabang. Ada fisika, kimia, biologi, ilmu sosial, politik, dan lain sebagainya. Filsafat juga terus berkembang membentuk berbagai aliran, cabang, dan metode. 

Agama mendorong pengembangan sains yang dapat membantu kehidupan sehari-hari umat manusia. Termasuk dalam mempermudah kegiatan beribadah umat Islam. Namun tetap menjaga agar pengembangan sains terkontrol dan tidak menggangu syarat dan rukun ibadah, tidak menggangu pemahaman agama Islam yang benar dan juga tidak mengganggu keyakinan dan keimanan. Pada dasarnya, Sains jika dikembangkan secara benar, maka akan semakin membuktikan kebenaran Wahyu Ilahi dan meningkatkan keimanan.

Namun demikian Filasafat sendiri, tidaklah bisa dibiarkan sendiri tanpa pengawasan. Seperti dijelaskan di depan, akal dan rasio adalah cipataan Tuhan. Akal dan Rasio, yang merupakan andalan Filsafat, memiliki kekurangan-kekurangan dan rawan mendapat pengaruh bisikan setan. Sehingga, akal dan rasio haruslah tetap dijaga bersih dan murni dengan cara selalu dikontrol oleh pengetahuan dan pemahaman agama Islam yang benar.   

Jumat, 21 April 2023

PERBEDAAN PENENTUAN HARI IDUL FITRI

Setiap tahun, selama bulan puasa, selalu diramaikan dengan perbedaan penentuan kapan hari Idul Fitri. Kadang sama (berbarengan) kadang berbeda hari Idul Fitri yang ditentukan oleh pemerintah dengan beberapa ormas. 

Yang satu menggunakan metode hisab yang satu menggunakan metode rukyatul hilal. 

Metode hisab berarti awal bulan dan akhir bulan ditentukan melalui perhitungan matematis astronomis tanpa perlu melihat penampakan bulan baru (hilal) secara langsung di lapangan. Metode ini berarti awal bulan dan akhir bulan sudah dapat ditentukan jauh hari sebelumnya. 

Metode rukyatul hilal berarti setiap awal/akhir bulan selalu dilakukan pengamatan (observasi) langsung terhadap penampakan bulan baru, apakah sudah muncul/terlihat apa belum, baik dengan mata maupun dibantu teropong. Penampapakan bulan baru yang teramati langsung akan menjadi justifikasi bahwa waktu sudah memasuki bulan baru. Jika belum terlihat maka digenapkan menjadi 30 hari. Karena pilihannya, umur bulan kalender hijriyah, kalau tidak 29 ya 30 hari.

Sejatinya ini perbedaan metode. 

Selain itu perlu dipahami jika sistem waktu kalender berdasarkan hilal bulan, maka wilayah barat akan mencapai waktu bulan baru terlebih dahulu. Sehingga wilayah barat akan cenderung lebih awal. dan wilayah timur akan menyusul. Kaum muslimin menggunakan kalender hijriyah yang berbasiskan pergerakan bulan. 

Berbeda dengan sistem matahari, wilayah timur akan akan lebih dahulu dan disusul wilayah barat. Sistem matahari juga digunakan oleh kaum muslimin misalnya untuk penentuan waktu sholat harian.

Kembali ke masalah perbedaan metode hisab dan rukyatul hilal  keduanya merupakan metode ijtihad masing-masing ulama. Namun demikian jika merujuk kepada praktek yang dilakukan di era Nabi Muhammad dan para Sahabat, maka metode rukyatul hilal yang digunakan. 

Salah satu hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَ أَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ

Artinya: "Berpuasalah kalian dengan melihat hilal dan berbukalah (mengakhiri puasa) dengan melihat hilal. Bila ia tidak tampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Sya'ban menjadi 30 hari," (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah bersabda,

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا

Artinya: "Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula mengenal hisab. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30)," (HR Bukhari dan Muslim).

Metode rukyatul hilal merupakan metode yang lazim digunakan oleh umat Islam sejak dahulu. Hal ini karena bulan diamati secara langsung dan dikoreksi setiap akhir bulan, apakah sudah tampak bulan baru (hilal) apa belum. 

Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri, ilmu matematika astronomi mengalami perkembangan pesat dan diyakini semakin akurat, sehingga para ilmuwan astronomi semakin percaya diri (confident) terhadap hasil perhitungan mereka. Akan tetapi hal tersebut masih sifatnya berupa estimasi matematis. Sehingga masih perlu dikoreksi dan diyakinkan kembali dengan melihat penampakan bulan baru (hilal) secara langsung setiap akhir bulannya sebagaimana yang dilakukan dalam metode rukyatul hilal. Kedua metode tersebut sebenarnya dapat saling mendukung. Namun demikian, penentuan dan pengambilan keputusannya, utamanya tetap perlu melalui metode rukyatul hilal setiap akhir bulan. 

Dengan demikian perlu terus dibangun diskusi ilmiah bersama diantara masing-masing ulama dan ormas di Indonesia agar dapat nantinya bisa merujuk kepada pendapat dan referensi terkuat dalam penentuan awal/akhir bulan hijriyah sehingga perayaan-perayaan idul fitri dan hari raya idul adha dapat diseragamkan dalam satu wilayah Indonesia. 

Sabtu, 29 Februari 2020

BERJILBAB HARUS MENGIKUTI PETUNJUK RASULULLAH

Syariat agama telah banyak mengatur semua sisi kehidupan kita. Segala aktivitas mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi telah ada tuntunannya dari Rasulullah. Mulai dari urusan ke kamar mandi dan toilet, mengatur rumah tangga, pernikahan, penyelenggaraan jenazah, dll. 

Termasuk juga kaidah-kaidah dalam berbusana. Ikutulah petunjuk dari Rasulullah dalam menjalankan setiap aktivitas kita, termasuk dalam berbusana, maka insya Allah akan membawa keberkahan dan memberikan maslahat bagi urusan dunia dan akhirat kita.

Syarat jilbab yang sesuai tuntunan agama adalah sebagai berikut:

1) Menutupi seluruh anggota tubuh kecuali bagian yang dikecualikan. Syarat ini tercantum dalam firman Allah ta‘ala, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzaab: 59)

2) Dalam berjilbab harus diniatkan bukan untuk berhias. Tujuan utama perintah memakai jilbab adalah untuk menutupi perhiasannya (aurat), sebagaimana firman Allah, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. (QS. An-Nuur: 31).

3) Bahannya tebal, tidak transparan, dan tidak menampakkan lekuk tubuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Usamah bin Zaid, "Perintahkanlah istrimu agar memakai pakaian bagian dalam sebelum mengenakan baju Qubthiyah itu. Aku khawatir baju itu akan menggambarkan lekuk tubuhnya. (HR. Ahmad dan al-Baihaqi)

4) Tidak ditaburi dan dibumbui wewangian atau parfum. Kaum wanita dilarang menggunakan wewangian ketika keluar rumah berdasarkan sabda Rasulullah, "Allah tidak akan menerima shalat wanita yang keluar menuju masjid sementara bau wangi tercium darinya, hingga ia kembali ke rumahnya dan mandi.” (HR. Al-Baihaqi). Dalam sebuah pendapat ulama dibolehkan menggunakan parfum yang sekedar menetralkan bau badan.

5) Bukan merupakan pakaian yang mengundang sensasi di masyarakat (pakaian syuhrah). Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka Allah akan memakaikan pakaian (kehinaan) yang serupa baginya pada hari kiamat, lalu Allah akan menyulutkan api pada pakaian itu.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Link full kajian: https://youtu.be/V9AYuwo5LL8

Sumber artikel: https://muslimah.or.id/3592-lindungi-diri-dengan-jilbab-syari.html

Jumat, 17 Januari 2020

DOA KETIKA TERBANGUN TERKEJUT DARI TIDUR PADA MALAM HARI

Terdapat amalan sunnah yakni membaca doa pada saat kita terkejut/terkaget dan terbangun dari tidur pada malam hari. Doa ini cukup pendek dan mudah dihafal serta secara umum sudah sangat familiar bagi kita selama ini. 

Jika doa ini dibaca dan kemudian orang tersebut meminta ampunan, maka akan diampuni oleh Allah. Jika setelah membaca doa ini dia berdoa memohon sesuatu kepada Allah, maka akan dikabulkan doanya oleh Allah. Dan jika dia berwudhu kemudian melaksanakan sholat, maka sholatnya akan diterima oleh Allah. 

Masya Allah, amalan sunnah yang berupa doa ini merupakan berkah bagi kita untuk semakin menyempurnakan amalan-amalan ibadah kita. 

Berikut hadis dan doa yang dimaksud. 

Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; beliau bersabda, “Barang siapa yang terbangun dari tidurnya pada malam hari, kemudian dia mengucapkan, ‘La ilaha illallah wahdahu la syarika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syay-in qadir, alhamdulillah wa subhanallah wa la ilaha illallah wallahu akbar, wa la hawla wa la quwwata illa billah*‘ kemudian dia berkata ‘Ya Allah, ampunilah aku’ atau dia memanjatkan doa, hal tersebut (istigfar maupun doa itu) akan dikabulkanKemudian jika dia berwudhu lalu mendirikan shalat, shalatnya tersebut akan diterima (di sisi Allah).” (Hadits shahih; riwayat Al-Bukhari, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah; lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 1:149)

*) 

لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، الحَمْدُ للهِ، وسُبْحَانَ اللهِ، ولاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ،ولاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ

Artinya: Tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, hanya Dia, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kerajaan dan milik-Nya segala pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu; segala puji hanya bagi Allah, Mahasuci Allah, tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, Mahabesar Allah, tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah.



JANGAN MALU MENUNJUKKAN CIRI ISLAM-MU

Janganlah malu dan minder menampilkan ciri-ciri keIslaman sesuai sunnah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. 

Tinta emas sejarah mencatat, ketika kaum muslimin masih memegang teguh sunnah dan menjaga kemurnian ajaran agama, Allah menetapkan kejayaan dan kedigdayaan berada di tangan kaum muslimin. Saat itu, kaum muslimin menjadi pelita dan kiblat peradaban dunia. 

Namun ketika sunnah-sunnah Nabi mulai ditinggalkan bahkan dianggap aneh, dan malah kaum muslimin cenderung mengikuti cara-cara hidupnya kaum di luar Islam maka Allah azza Wa Jalla mencabut kadigdayaan dari tangan kaum muslimin. Kaum muslimin menjadi berpecah belah, lemah, dan terbelakang.

Kamis, 09 Januari 2020

BERPEGANG TEGUH PADA AGAMA SEPERTI MENGGENGGAM BARA API


Sulitnya berpegang teguh pada ajaran agama Islam yang benar telah pernah disampaikan oleh Rasulullah. 

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadzi bahwa di zaman tersebut, orang yang berpegang teguh dengan agama hingga meninggalkan dunianya, ujian dan kesabarannya begitu berat. Ibaratnya seperti seseorang yang memegang bara (nyala) api.

Ath Thibiy berkata bahwa maknanya adalah sebagaimana seseorang tidak mampu menggenggam bara api karena tangannya bisa terbakar sama halnya dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Islam saat ini, ia sampai tak kuat ketika ingin berpegang teguh dengan agamanya. Hal itu lantaran banyaknya maksiat di sekelilingnya, pelaku maksiat pun begitu banyak, kefasikan pun semakin tersebar luas, juga iman pun semakin lemah.

Sedangkan Al Qari mengatakan bahwa sebagaimana seseorang tidaklah mungkin menggenggam bara api melainkan dengan memiliki kesabaran yang ekstra dan kesulitan yang luar biasa. Begitu pula dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di zaman ini butuh kesabaran yang ekstra.

Seperti itulah gambaran orang yang konsekuen dengan ajaran Islam saat ini. Mereka yang ingin terus menjalankan ibadah sesuai sunnah Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, akan merasakan begitu sulitnya dan begitu beratnya. Kadang cacian yang mesti diterima. Kadang dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Kadang jadi bahan omongan yang tidak enak. Mendapatkan permusuhan. Sampai-sampai ada yang nyawanya dan keluarganya terancam. Demikianlah resikonya. Namun nantikan balasannya di sisi Allah yang luar biasa andai mau bersabar.

Minggu, 05 Januari 2020

PARA ARTIS SAJA SUDAH BANYAK YANG HIJRAH, KAMU KAPAN?

Para artis saja sudah banyak yang hijrah meninggalkan dunia keartisan & keglamoran duniawi untuk mendalami ilmu agama dan kian istiqomah berproses mengamalkan syariat-syariat dan sunnah-sunnah. 

Hijrah sama sekali tidak mengurangi kegantengan dan kecantikan. Malah mereka kelihatan makin cakep-sejuk-damai-sentosa. 😎🧕🏻 

Hayooo...kamu-kamu Bro-Sis yang bukan artis ini kapan mau hijrahnya. Mumpung masih diberi umur dan kesehatan loh oleh Allah Azza wa Jalla. Hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya ya, jangan hijrah ke hatiku. Nyesek. Wkwkwkkk 😅😂🙏🙏🤲🤲👍👍

Berikut beberapa cuplikan kisah hijrah mereka. Siapa tahu bisa memberi inspirasi :





Jumat, 03 Januari 2020

ENTAH APA YANG MERASUKIMU HINGGA KAU TEGA MELARANG BERPAKAIAN SESUAI SUNNAH

Apa aku harus seperti Lee Min-ho, walau pakai celana cingkrang tapi tetap dibilang keren.

Apa aku harus seperti Keanu Reeves, walau jenggotan tapi tetap dianggap mempesona.

Entah apa yang merasukimu, hingga kau tega menuduhku berpaham radikal.

Padahal ini kulakukan demi rasa cintaku yang tulus kepada Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yakni dengan mengamalkan sunnah-sunnah Beliau. 

Salah apa diriku padamu. Hingga kau tega melarangku melaksanakan sunnah-sunnah Nabiku. Kau sia-siakan cintaku yang lillahi ta'ala pada agama dan negeri ini. 

 🤣😅😭🙈😂🙏👍

RADIKAL ITU ADALAH MEREKA YANG UMBAR AURAT DAN TIDAK BERPAKAIAN SESUAI SYAR'I

Yang seharusnya dicap radikal itu wanita-wanita yang berpakaian seksi umbar aurat, rok mini, pakaian ketat, tipis transparan, you can see, tanktop, hotpants, dll. 

Mereka itulah yang seharusnya segera dideradikalisasi. Karena wanita yang demikian sangat radikal dalam meneror keimanan ikhwan-ikhwan soleh yang sedang berjuang istiqomah di jalan Allah. Dan jika hal ini terus dibiarkan maka akan berpotensi mengancam ahlak dan moralitas generasi muda masa depan bangsa. 🤣😅🙏

Barangkali karena mata masyarakat kita sudah cenderung terbiasa melihat hal-hal maksiat dan buka aurat serta latah ikut-ikutan tren fashion, sehingga saat mata mereka melihat sesuatu yang syar'i atau seseorang yang berpakaian syar'i maka seolah menjadi tampak aneh bahkan menakutkan bagi mereka.

Janganlah dibilang kaidah-kaidah dalam berpakaian yang sesuai syar'i tidak ada ketentuannya yang jelas dalam Al Quran dan Sunnah. Silahkan dipelajari kita-kitab ulama terdahulu. Semuanya telah diatur lengkap, baik cara berpakaian laki-laki maupun perempuan.

Tentu saja para penyeru/pendakwah yang senantiasa mengingatkan agar kaum muslimin berpakaian syar'i akan dimusuhi oleh sebagian orang. Hal ini berhubung kemungkinan salah satunya bisnis fashion mereka akan terancam pangsa pasarnya. Hehe..hehe

SUNNAH MEMBACA SURAT AL KAHFI


Bacaan Al Quran yang disunnahkan dibaca pada malam Jumat dan hari Jumat adalah surat Al Kahfi. Di dalam surat ini berisisi beberapa kisah menarik yang mengandung hikmah yang dalam. Diantaranya yakni kisah pemuda yang tertidur di gua selama 300-an tahun. Ada cerita mengenai pemilik kebun anggur. Cerita mengenai Nabi Musa yang berguru kepada Nabi Khidir. Dan cerita mengenai Nabi Dzulkarnain yang memerangi bangsa Ya'juj dan Ma'juj.

“Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, dia akan disinari cahaya antara dia dan Ka’bah.” (HR. Ad Darimi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no. 6471)

“Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.” (HR. An Nasa’i dan Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no. 6470)

Sabtu, 28 Desember 2019

SHOLAT TEPAT WAKTU BERJAMAAH DI MASJID


Janganlah menunda-nunda waktu shalat. Waktu terbaik melaksanakan shalat adalah di awal waktunya dan dilakukan secara berjamaah  di Masjid (khususnya bagi laki-laki). Amalan yang pertama kali dihisab (diperhitungkan) pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik maka insya Allah hasil akhir perhitungan semua amalnya akan baik. 🙏🙏🙏🙏

Jadi, sebagai muslim laki-laki hal ini adalah hampir menjadi suatu keharusan (sunnah muakkad). Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sampai pernah mengancam akan membakar rumah orang yang tidak shalat berjamaah tepat waktu ke masjid. Pernah juga salah seorang sahabat Nabi sampai menyedekahkan kebunnya gara-gara terlambat satu rakaat sholat berjamaah di Masjid. 

Ini menandakan begitu penting dan agungnya ibadah sholat berjamaah tepat waktu di masjid bagi setiap lali-laki muslim. Oleh karena itu, jangan sampai terlewat. Jangan sampai ibadah ini dikorbankan karena kesibukan pekerjaan duniawi. Justru pekerjaan dan kesibukan duniawi itulah yang harus dikorbankan. 

HIJAB SYAR'I ITU BISA LANGSUNG DIPAKAI SHOLAT

Yakinkan hijab yang dikenakan sudah sesuai syar'i agar menjamin amal ibadah (menutup aurat) yang dilakukan diterima dan diridhoi oleh Allah Azza wa Jalla. Hal ini juga bisa membantu para lelaki untuk menjaga pandangan serta mendukung pembentukan karakter, moral dan akhlak bagi generasi muda umat Islam. 

Janganlah ibadah berjilbab hanya sekedar dianggap yang penting menutupi tubuh kecuali muka dan tangan. Padahal jilbab/hijab ini memiliki kriteria-kriteria sehingga suatu jilbab/hijab dapat dikatakan sempurna dan memenuhi persyaratan syar'i. 

Diantaranya jilbab harus panjang dan menjulur ke bawah menutupi dada. Tidak boleh ada punuk unta pada jilbab. Pakaian muslimah haruslah longgar, tidak tipis, dan harus menutupi seluruh tubuh hingga menutupi kaki. 

Secara simpel, suatu jilbab/hijab dikatakan telah memenuhi persyaratan syar'i jika jilbab/hijab tersebut dapat dipakai sholat. Tidak ada celah bagi pandangan laki-laki yang bukan mahrom untuk menikmati keindahan tubuh wanita muslimah. Ini adalah bentuk penjagaan dan kehormatan serta kemuliaan bagi seorang wanita muslimah. 

😅🙏🙏🙏

Rabu, 25 Desember 2019

ORANG JAHAT LAHIR DARI ORANG YANG MENINGGALKAN SHOLAT


Sedang ramai jargon atau tagline pembenaran bahwa orang jahat lahir dari orang baik yang tersakiti. Apalagi diviralkan melalui film hollywood. Banyak pengamat film menilai film ini dapat mempengaruhi kondisi psikologis penontonnya. 

Jargon ini sebenarnya tidak bisa dibenarkan dan tidak bisa dijadikan pembenaran untuk melakukan tindak kejahatan atau kezaliman. Apalagi jika ditimbang dalam hukum syariat Islam. 

Di dalam Islam diajarkan untuk bersabar atas setiap kezaliman yang menimpa kita. Musibah yang menimpa kita haruslah menjadi pendorong kita untuk lebih memperbaiki diri dan memperbaiki hubungan dengan Allah serta meningkatkan amal ibadah dan amal kebajikan. Umat Islam menganggap setiap kezaliman yang menimpa kita adalah karena maraknya perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan kita dan atau orang di sekitar kita. Ini adalah sebagai peringatan bagi kaum muslimin yang beriman dan azab (sebagian azab) bagi para pendosa dan pelaku maksiat. 

Tidak ada kata untuk membalas dendam atau berbuat jahat. Jika memang kezaliman bisa diselesaikan melalui jalur hukum syariat atau hukum apa saja yang berlaku, maka hal inilah yang seharusnya bisa diperjuangkan jika kita merasa dizalimi. Semua permasalahan kezaliman harus diselesaikan atas asas keadilan. 

Jadi bisa dikatakan bahwa manusia memiliki pilihan-pilihan dalam hidupnya. Ketika seorang manusia dizalimi maka dia bisa memilih untuk berbuat jahat juga (membalas dendam/menimpakan/melampiaskan kejahatan pada orang lain yang lemah) sehingga siklus kezaliman akan terus berputar. 

Atau dia bisa memilih untuk bersabar dan membalas kezaliman dengan kebajikan sehingga dia bisa memutus siklus kejahatan dan merubahnya jadi siklus kebajikan.

Sebagai muslim kita harus percaya bahwa setiap amal ibadah yang kita lakukan akan melindungi kita dari perbuatan maksiat. Khususnya sholat. Disebutkan dalam Al Quran bahwa sholat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. 

Dari sini bisa dikatakan bahwa sebagai seorang muslim kita beruntung karena ada jaminan dari Allah jika kita menjaga dan menegakkan sholat, hal ini bisa mencegah kita dari kezaliman. 

Untuk itu haruslah kita perjuangkan agar kita senantiasa menegakkan sholat. Untuk muslim laki-laki diupayakan sholat 5 waktu tepat waktu berjamaah di masjid. Untuk muslimah mengutamakan sholat 5 waktu tepat waktu di rumah-rumah mereka. Selain itu perlu disemarakkan sholat-sholat sunnah, seperti tahajjud, dhuha, sunnah rawatib, dll. 

Semua ini dalam rangka mencegah perbuatan keji dan mungkar, baik yang akan menimpa kita ataupun yang berasal dari tangan kita sendiri. Ini adalah salah satu kontribusi umat Islam bagi penyebaran amal sholeh dan kebajikan. Atau dengan kata lain, dengan menegakkan sholat kita sebagai muslim berperan dalam penyebaran kebajikan di muka bumi ini.

Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. (QS. Al -'Ankabut : 45)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang tafsir ayat ini, “Maksudnya, shalat itu mencakup dua hal: (pertama) meninggalkan berbagai kekejian dan kemungkaran dimana menjaga sholat dapat membawa kepada sikap meninggalkan hal-hal tersebut... (kedua) sholat mencakup pula upaya mengingat Allâh Azza wa Jalla . Itulah tuntutan yang paling besar.”

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Sholat dikatakan dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar ialah bahwa seorang hamba yang mendirikan sholat, menyempurnakan rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, khusyu’nya, maka hatinya akan bercahaya, dadanya akan menjadi bersih, imannya akan bertambah, dan bertambah kecintaannya kepada kebaikan, dan menjadi sedikit bahkan hilanglah keinginannya terhadap kejelekan. Yang terpenting, terus melakukannya dan menjaganya menurut cara seperti ini, maka sholat (yang dilakukannya itu) dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan ini termasuk tujuan dan buah yang paling besar dari sholat. Dan di dalam sholat ada maksud yang lebih agung dan lebih besar, yaitu kandungan sholat itu sendiri, berupa dzikir (mengingat) kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan hati, lisan dan anggota badan. Karena sungguh Allâh Azza wa Jalla menciptakan makhluk hanya untuk beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla . Dan ibadah yang paling utama dilakukan oleh manusia adalah sholat.
Di dalam sholat terdapat penghambaan seluruh anggota badan (kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala ) yang tidak terdapat pada selain shalat. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
dan mengingat Allâh lebih besar (keutamaannya) 
[ https://almanhaj.or.id/6747-shalat-mencegah-perbuatan-keji-dan-munkar-dan-mengingat-allah-lebih-besar.html ]

Senin, 23 Desember 2019

MENJAGA PANDANGAN

Menjaga pandangan bagi seorang laki-laki di era ini menjadi sesuatu yang cenderung sulit dilakukan. Kemanapun pandangan ditujukan maka hampir pasti akan selalu melihat wanita yang membuka auratnya atau tidak sempurna menutup auratnya. Baik di tempat umum, sekolah, kantor, maupun di televisi, internet, media sosial. Sulit dihindari. 

Ini menunjukkan pentingnya memberikan kesadaran/dakwah kepada setiap perempuan muslim agar bersedia menjaga auratnya. Hal ini dalam rangka membantu para laki-laki agar bisa menjaga pandangan. 

Apabila hal ini tidak terwujud, yakni kaum wanita menjaga aurat dan kaum lelaki menjaga pandangan, maka niscaya akan merebaklah kemaksiatan, pacaran sebelum nikah, pergaulan bebas, perzinahan, dan lain sebagainya. Bahkan kemaksiatan-kemaksiatan ini karena sudah semakin maraknya, bisa-bisa nantinya dianggap sebagai suatu hal yang biasa dan umum sehingga membuat para pelakunya tidak merasa takut dan malu lagi berkubang dalam kemaksiatan. 

Sebagaimana diriwayatkan dalam suatu hadist bahwa Rasulullah bersabda, "Seorang wanita itu aurat, apabila ia keluar rumah maka setan akan menjadikannya nampak indah di hadapan orang-orang yang memandanginya." (HR. Tirmidzi : 1206)

Ibnul Qoyyim al Jauziah mengatakan, "Pandangan mata yang haram akan melahirkan lintasan pikiran, lintasan pikiran kemudian akan melahirkan ide, sedangkan ide memunculkan nafsu, lalu nafsu melahirkan kehendak, kemudian kehendak itu menguat hingga menjadi menjadi tekad yang kuat, dan biasa kemudian diwujudkan dalam amal perbuatan (zina)."

Untuk itu kepada para wanita muslimah, sudah selayaknyalah agar bisa mendekatkan diri kepada agama. Hal yang paling penting yang dijaga oleh agama dari seorang wanita adalah auratnya. Melalui jalan inilah para wanita akan terlindungi, sehingga setiap celah ekploitasi terhadap aurat wanita akan tertupi. Laki-laki terbantu untuk meringankan tugas menjaga pandangannya. 

Jadi kalau kita mendengar perkataan tokoh Dilan bahwa rindu itu berat, maka katakan balik padanya, yang berat itu bukan rindu, tapi menjaga pandangan. 🙈🙈🙈👀👀👀