Ribuan program penghematan energi dan pelestarian lingkungan telah digembar-gemborkan. Jutaan dolar telah dihabiskan untuk pengembangan infrastruktur dan juga untuk inovasi teknologi ramah lingkungan. Berbagai macam regulasi untuk mendukung program pengurangan emisi dan insentif penggunaan energi alternatif juga telah disahkan. Namun, ternyata semuanya belum mampu secara maksimal mencapai tujuannya. Konsumsi energi masih tinggi sedangkan produktivitas masih rendah. Belanja Negara membengkak, hutang bertambah. Salah satu penyebabnya adalah kesadaran sebagian besar masyarakat yang masih sangat rendah untuk menghemat energi.
Aspek ekonomi dan jaminan ketersediaan layanan yang berkualitas masih menjadi pertimbangan utama bagi masyarakat pengguna energi alternatif. Bahan bakar alternatif dinilai masih mahal dan terbatas. Minimnya infrastruktur, rendahnya kualitas pelayanan publik, birokrasi yang berbelit-belit merupakan beberapa penghambat lainnya yang membuat masyarakat enggan beralih ke energi alternatif.
Kesadaran masyarakat tidak bisa terbentuk dengan baik apabila tidak diiringi oleh komitmen Pemerintah. Sebagai penentu kebijakan dan pendorong pelaksanaannya, Pemerintah harus mampu memahami kondisi masyarakatnya. Masyarakat membutuhkan jaminan ketersediaan pelayanan sarana dan prasarana yang memanfaatakan energi alternatif yang murah dan berkualitas.
Di sisi lain, Pemerintah juga perlu untuk menumbuhkan dan mengembangkan secara langsung kesadaran masyarakat secara personal. Kesadaran masyarakat secara personal ini merupakan inti dari upaya penghematan energi. Masyarakat adalah subjek pengguna energi. Cara mereka mengkonsumsi energi merupakan faktor yang menentukan dalam pencapaian target penghematan energi dan pengurangan emisi. Dalam hal ini, Pemerintah perlu mendorong masyarakat agar lebih bijak dalam pemanfaatan energi. Jadinya, ini seperti upaya menghubungkan kegiatan bagian atas dan kegiatan bagian bawah dimana diharapkan keduanya bisa bertemu di tengah-tengah.
Kebijaksanaan masyarakat secara personal dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui edukasi yang sistematis. Tidaklah cukup apabila penyadaran hanya dilakukan dengan seminar, training, workshop, penyuluhan atau melalui bangku sekolah dan perkuliahan. Sebenarnya, hal yang seringkali dilupakan dalam proses pendidikan adalah pembelajaran melalui keteladanan. Melalui keteladanan, proses peningkatan kebijaksanaan dan kesadaran masyarakat bisa diakselerasi.
Bayangkan saja, apabila para petinggi lembaga pemerintahan, petinggi perusahaan swasta dan perusahaan nasional, tokoh masyarakat, artis dan selebritis, semuanya kompak dan konsisten untuk tidak menggunakan BBM bersubsidi. Akan tambah lebih semarak lagi jika mereka juga berdedikasi untuk menggunakan bahan bakar alternatif seperti gas dan biofuel. Tentu gerakan keteladanan ini akan menular dengan cepat kapada masyarakat bagian bawah.
Lebih jauh lagi, sungguh akan mendapat apresiasi yang tinggi apabila public figure tersebut bisa merakyat dengan lebih memilih menggunakan sarana transportasi umum dibandingkan kendaraan pribadi. Masyarakat tentu akan mengikuti. Selain bisa mengurangi kepadatan lalu lintas, secara otomatis hal ini juga dapat mengurangi konsumsi BBM yang semakin meningkat permintaannya dari tahun ke tahun. Subsidi BBM pun dapat ditekan dan dapat dialihkan untuk penyediaan sarana infrastruktur dan biaya inovasi pengembangan teknologi ramah lingkungan serta energi alternatif. Tidak hanya itu saja, berhubung para public figure ini selalu menjadi sorotan media, maka pembangunan infrastruktur bisa terpicu untuk dilakukan lebih serius dan lebih cepat.
Inilah yang disebut pertemuan di tengah-tengah, antara bagian atas dan bagian bawah. Kebijaksanaan Pemerintah yang dipadukan dengan kebijaksanaan masyarakat secara personal akan mampu menciptakan sinergi dan integritas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Budaya hemat energi akan terbentuk secara otomatis.