Seringkali kita dengar dan baca dalam pelajaran sejarah, dan berdasarkan penemuan-penemuan para arkeolog, telah terdapat agama-agama tertua di dunia yang dianut peradaban manusia kuno pada masa lampau. Misalkan pada peradaban Mesir kuno. Disebutkan mereka menganut politesime atau menyembah banyak dewa. Mereka menyembah dewa bulan (Amun) dan dewa matahari (Ra) serta dewa-dewa lainnya. Sama halnya dengan peradaban mesopotamia yang menurut pada sejarawan dan arkeolog juga menganut politeisme, menyembah banyak dewa.
Teori ini didasarkan pada hasil penemuan para sejarawan dan arkeolog, melalui penggalian situs-situs kuno, bangunan kuno, prasasti-prasasti, artefak-artefak dan lain sebagainya. Mereka kemudian mencoba mengintepretasikan tulisan-tulisan kuno tersebut sehingga muncullah kesimpulan demikian. Hal tersebut kemudian dituliskan dalam buku-buku sejarah dan diajarkan kepada para siswa.
Namun demikian, implikasi dari hal ini adalah munculnya kesan bahwa agama samawi (termasuk Islam) baru muncul kemudian setelah peradaban-peradaban kuno menganut agama-agama tertua tersebut yang barangkali sekarang sudah tidak ada penganutnya lagi. Muncul kesan seolah agama itu adalah produk dari perjalanan peradaban manusia. Seolah agama itu berevolusi mengikuti perkembangan peradaban manusia.
Padahal kita sebagai umat Islam, harus meyakini dan mengimani bahwa di masa lampau telah diutus para Nabi dan Rasul untuk mengajarkan agama Islam. Yakni agama yang mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan yang berhak disembah, dan para Nabi dan Rasul tersebut adalah utusan Allah. Termasuk, yang kita yakini, manusia pertama yakni Nabi Adam tentunya menganut agama Islam. Begitu pula halnya para Nabi dan Rasul setelahnya hingga sampai pada era Nabi dan sekaligus Rasul terakhir yakni Nabi Muhammad.
Berdasarkan info dari Nabi Muhammad bahwa sebelum Beliau, telah diutus banyak Nabi dan Rasul.
Disebutkan dalam Hadis yang diriwayatkan dari Abu Dzar : “Aku berkata: wahai Rasulullah, ada berapa jumlah Nabi? Rasulullah menjawab: Nabi ada 120.000 orang. Aku berkata: wahai Rasulullah, ada berapa jumlah Rasul? Rasulullah menjawab: Rasul ada 313 orang, mereka sangat banyak” (HR. Ibnu Hibban no.361, didhaifkan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Tahqiq Shahih Ibnu Hibban [2/79])
Adapun lahirnya agama-agama baru di masa lampau, harus diyakini dan diimani oleh kaumm muslimin bahwa hal tersebut adalah bentuk penyimpangan dari ajaran para Nabi dan Rasul. Penyimpangan terjadi karena mulai munculnya pemikiran atau aktivitas baru dalam agama setelah para Nabi dan Rasul atau ahli-ahli ilmu agama meninggal. Lambat laun hal-hal baru tersebut dimasukkan dalam syariat, menjadi suatu ketetapan, dan kebiasaan di tengah masyarakat, secara turun-temurun dan terus bertambah hal-hal baru. Sehingga setelah berlalu beberapa generasi, hal-hal tersebut benar-benar mengubah ajaran Islam para Nabi dan Rasul yang murni dan menjadi suatu ajaran agama baru yang mungkin masih ada kemiripan dengan Islam atau benar-benar berbeda jauh dari ajaran Islam.
Sebagai gambaran, contoh kasus yakni di era Nabi Muhammad, ketika Beliau mendakwahkan ajaran Islam yang murni di tengah kaum Quraish Mekkah. Sebenarnya kaum Quraish Mekkah telah mengimani bahwa nenek moyang mereka adalah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail serta Tuhan mereka adalah Allah. Mereka meyakini bahwa Ka'bah adalah bangunan peninggalan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang harus mereka jaga. Namun demikian, mereka juga menyembah berhala-berhala yang dijejer di sekitar Ka'bah bahkan ada yang ditempatkan di dalam Ka'bah.
Ini berarti ajaran Islam asli dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, secara perlahan, mulai tergerus terus-menerus dari generasi ke generasi. Mulai dicampur adukkan dengan ketentuan-ketentuan baru, hingga pada akhirnya kaum Quraish Mekkah memiliki keyakinan bahwa mereka juga perlu menyembah berhala-berhala atau banyak dewa selain Allah. Mereka mempersekutukan Allah dengan sesembahan lain, yakni berhala-berhala.
Alasan mereka melakukan hal ini karena mereka mengikuti nenek moyang mereka. Sehingga ketika Nabi Muhammad mendakwahkan ajaran Islam yang murni sesuai ajaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, yang notabene merupakan nenek moyang mereka, justru mereka menolak dengan tegas karena dianggap bertentangan dengan yang mereka lakukan selama ini secara turun temurun yang telah diyakini sebagai kebenaran.
Hal ini menunjukkan bahwa di masa lampau pun telah terjadi penyimpangan terhadap ajaran Islam yang dibawa para Nabi dan Rasul sehingga muncullah agama-agama baru, yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Atau bisa saja, para arkeolog dan sejarawan lah yang melakukan kesalahan-kesalahan analisa dan evaluasi. Hal ini karena keterbatasan teknologi dan alat-alat modern, ketidak lengkapan fragmen-fragmen artefak yang ditemukan, inteprestasi yang salah terhadap tulisan-tulisan kuno, dan penarikan kesimpulan dan teori yang tidak tepat terhadap kemungkinan yang terjadi di masa lampau. Ini tentu bisa terjadi dalam ranah aktivitas ilmiah. Terkecuali memang telah ditemukan teknologi mesin waktu sehingga para sejarawan dan arkeolog tersebut benar-benar hadir di era itu, menyaksikan jalannya sejarah peradaban kuno, ini mungkin jadi lain ceritanya.
Dengan demikian, seperti apapun penjelasan ilmiah para sejarawan dan arkeolog, perlu dibentengi dengan keimanan terhadap pemahaman dan keilmuan agama Islam yang benar. Hal ini agar kita sebagai umat Islam tidak mudah diombang-ambingkan, pemikiran kita, sehingga mengarah kepada keraguan-raguan atas agama Islam kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan beri komentar barupa kritik dan saran yang membangun demi kemajuan blog saya ini. Jangan malu - malu!