Selasa, 21 Juli 2009

BOM BUNUH DIRI, JIHADKAH?


Satu lagi kasus bom bunuh diri terjadi di Indonesia. Pada tanggal 17 Juli 2009 pagi, dua buah bom meledak hampir bersamaan. Satu bom meledak di Hotel JW Marriot, dan yang satunya lagi meledak tak jauh dari yang pertama, yaitu di Hotel Ritz Carlton.

Tetap saja pertanyaan yang akan sering muncul yaitu benarkah aksi bom bunuh diri ini adalah merupakan bentuk aksi jihad seperti yang diklaim para penganut pemikiran ekstrim tersebut? Lalu, apakah hal ini dibenarkan dalam islam? Barangkali seperti inilah pertanyaan yang akan muncul dari kebanyakan orang awam seperti kita. Tetapi kita tidak hanya bisa memutuskan sendiri, ya atau tidak, tanpa mengambil langkah berpikir yang benar. Untuk itu di sini mari kita coba renungkan bersama – bersama.

Kita bisa melihat bahwa jawaban yang beredar di tengah masyarakat terhadap pertanyaan di atas akan bervariasi. Banyak orang mengutuk dan beberapa semakin mengagung – ngagungkannya, dan juga tidak sedikit yang berlepas tangan dan menutup mata dengan slogan: yang penting diri sendiri selamat dan kondisi sekitar aman.

Tapi para ‘alim ulama di berbagai negara islam seperti misalnya di Arab Saudi kebanyakan tidak membenarkannya. Banyak ulama – ulama besar yang mengeluarkan fatwanya yang tidak membenarkan tindakan aksi bom bunuh diri sebagai bagian dari jihad. Hal mengenai ini secara lengkap, salah satunya bisa Anda baca dalam buku karangan Al Ustadz Dzulkarnain bin Muhammad Sanusi yang berjudul Meraih Kemuliaan Melalui Jihad yang sekaligus juga di dalamnya berisi sanggahan – sanggahan terhadap buku Aku Melawan Teroris karya Imam Samudera.

Lalu selanjutnya kita akan berbicara mengenai islam secara sekilas dalam hubungannya dengan praktek kekerasan. Kita tahu bahwa jalan islam adalah jalan pertengahan antara yang ekstrim dan yang menyepelekan. Islam adalah jalan yang lurus, jalannya orang yang berserah diri kepada Allah yang mana akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat bagi yang mengikutinya. Jalan yang mengatur kodrat naluriah manusia yang tak lepas dari nafsu, dan juga mengatur kewajibannya untuk beribadah kepada Allah. Islam tidak mengajarkan manusia untuk berbuat kerusakan dan melakukan tindak kekerasan di muka bumi tanpa alasan yang dibenarkan. Islam juga tidak mengajarkan manusia untuk beribadah secara total kepada Allah sehingga melupakan hak – hak duniawinya. Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian dan saling pengertian dengan pemeluk agama lainnya. Islam mengajak umat lainnya agar tidak saling menggangu selama tidak ada pelanggaran terhadap kesepakatan perdamaian.

Sementara itu, dalam kasus aksi teror bom seperti yang selama ini terjadi, kita dalam hal ini bisa mengkategorikannya sebagai sikap ekstrim. Sikap yang ekstrim adalah sikap yang melampaui batas dimana dilarang dalam islam. Sementara kita tahu bahwa islam bukan agama yang melembagakan kekerasan. Kalaupun kekerasan terpaksa harus dilakukan, baik sebagai upaya pertahanan maupun sebagai upaya menyerang musuh demi mengukuhkan agama Allah, maka hal itu adalah langkah yang paling terakhir dilakukan, setelah terpenuhi syarat – syarat yang menghalalkannya. Selain itu harus ada juga pertimbangan – pertimbangan mengenai kemungkinan – kemungkinan dalam pelaksanannya apakah akan cenderung membawa kemaslahatan bagi kaum Muslimin seluruhnya apa tidak.

Menurut para ahli Agama, terminologi jihad memiliki beberapa ketentuan. Apabila jihad yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan suatu tindakan kekerasan secara fisik, maka kita akan bisa membaginya ke dalam dua tipe, yaitu jihad bertahan dan jihad menyerang. Jihad bertahan adalah wajib dilakukan oleh setiap umat muslimin yang diserang musuh dengan tidak terkecuali, karena hal ini ada hubungannya dengan mempertahankan nyawa, keluarga, harta, dan agama terhadap serangan musuh yang akan membinasakannya. Sementara itu, jihad menyerang berbeda dengan tipe yang pertama. Jihad menyerang ini harus memenuhi 3 syarat untuk bisa dikatakan sebagai jihad, yaitu ada persetujuan pemimpin muslim, ada kemampuan dan kekuatan yang cukup untuk melakukannya, dan ada wilayah kekuasaan.

Selain itu, dalam pelaksanaan aksi jihad ini, juga harus selalu ditaati beberapa ketentuan yang harus dipegang teguh oleh pelakunya. Beberapa diantaranya yaitu tidak melakukan pembunuhan terhadap orang yang diharamkan untuk dibunuh seperti wanita, anak – anak, orang lanjut usia, orang cacat yang tidak punya kemampuan ikut dalam perang, saudara seagama yang menegakkan shalat, pihak musuh yang telah tunduk dengan membayar jizyah, pihak di luar islam yang mendapat jaminan perlindungan dari Negara (termasuk di dalamnya turis, utusan, dan pekerja asing). Kalaupun misalnya dalam aksi jihad sejumlah dari mereka yang dilarang untuk dibunuh ini terbunuh juga, maka wajib bagi pasukan muslimin yang melakukannya dan juga pihak yang bertanggung jawab atasnya (pimpinannya) membayar denda terhadap keluarga yang terbunuh. Ini menunjukkan bahwa alasan ketidaksengajaan pun tidak dibenarkan kerena tetap dibebani tanggung jawab atau hukuman. Selain itu, juga ada ketentuan untuk selalu diupayakan agar tidak melakukan peperangan pada bulan – bulan haram kecuali terpaksa. Ada juga larangan untuk melakukan pengrusakan harta benda dan beberapa hal lainnya yang tidak bisa disebutkan secara detail beserta dalil – dalilnya dalam penulisan yang singkat ini.

Banyaknya ketentuan – ketentuan tersebut sebenarnya bukanlah sesuatu yang diada –adakan oleh para ahli agama, seperti yang selalu dituduhkan oleh kelompok ektrimis dimana mereka menganggap hal itu merupakan usaha untuk menghalang – halangi aksi jihad fi sabilillah. Para ahli agama itu merumuskan ketentuan – ketentuan yang rumit tersebut dengan mendasarkannya pada Al Quran dan Al Hadis, dimana dengan kedalaman pemahaman mereka terhadap ilmu Fiqih dan ilmu Tuhid, mereka mempunyai kapasitas dalam menentukan ini benar atau tidak, ini halal atau haram.

Kita juga harus tahu bahwa menjadi seorang ‘alim ulama sebenarnya merupakan tugas berat, dan tidak sembarang orang mampu sampai pada derajat ini. Mereka harus mempunyai pemahaman yang dalam mengenai bahasa arab, tata bahasanya, sastranya, menghatamkan buku – buku dan kitab – kitab yang tebal – tebal dan juga mengkajinya. Sangat tidak mungkin bagi kebanyakan kalangan kita melakukannya kecuali mereka yang benar – benar dipilih dan dikehendaki oleh Allah. Melalui tangan para ‘ulama, Allah memelihara kemurnian agama ini hingga sekarang, semenjak putusnya perutusan Allah yaitu para Nabi dan Rasul. Allah telah menjanjikan bahwa agama Allah ini tidak akan pernah padam sampai hari kiamat kalau pun mereka yang memusuhi islam berupaya menghapuskannya.

Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (QS. Ash Shaff: 8).

Para ulama, dengan kedalam ilmu yang mereka punyai, tentunya mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap amanat yang diembannya karena mereka merupakan orang yang paling takut kepada Allah. Jadi tidaklah mungkin bagi mereka untuk menjerumuskan umat islam ini pada kesesatan, perpecahan, kelemahan, yang akhirnya berujung pada kehancuran dan kebinasaan. Apabila mereka berbuat demikian tentulah mereka mendapat siksasan Allah sangat pedih.

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Fathir: 28).

Sebenarnya apabila kita menghindari sikap berburuk sangka terhadap para ‘alim ulama ini kita bisa melihat bahwa dengan banyaknya aturan yang demikian ketat dalam praktek jihad, menunjukkan bahwa islam sebenarnya memang benar – benar merupakan agama yang cinta damai, dan tidak menganjurkan pemecahan masalah melalui jalur kekerasan. Kekerasan – kekerasan dalam konteks jihad dipertimbangkan melalui aturan yang sangat kompleks sesuai dengan yang ditentukan Allah. Hal ini menunjukkan bentuk kasih sayang Allah kepada manusia, sebagai perwujudan sifat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

……………….Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. (QS. Al Baqarah :251).

…………………Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS. Al Anfaal :73).

Dan dalam masa sekarang ini, dimana jalur utusan Allah telah tertutup, maka menjadi tugas para ‘ulama inilah yang mana agama islam akan tetap dipelihara agar sesuai dengan kaidah – kaidah yang seharusnya, yaitu sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasulnya. Karenanya kita, suka maupun tidak, harus percaya dan mengikuti fatwa – fatwa mereka. Pemimpin – pemimin islam pun harus mengikuti mereka dalam urusan syari’at.

Dari sisi lain, apabila kita membaca sirah (sejarah hidup) Nabi Muhammad SAW, kita juga bisa menyimak bagaimana Rasulullah SAW memberi tuntunan kepada kita dalam ibadah jihad. Dalam setiap peperangan yang dilakukan oleh Beliau selama memimpin kaum Muslimin, semua peperangan dilakukan secara gentle, dan tidak pernah ada aksi bunuh diri dan serangan terselubung. Walaupun di dalamnya ada manuver – manuver maupun siasat dan tipu muslihat, tetapi kesemuanya itu dilakukan demi kemaslahatan yang lebih besar bagi umat Muslimin. Tipu muslihat ini dilakukan dengan maksud bagaimana caranya pertumpahan darah yang lebih besar bisa dihindari, dan bahkan sebisa mungkin pertumpahan darah itu sendiri dihindari. Karena itulah tipu muslihat itu hanya diperbolehkan dalam kondisi perang.

Semua peperangan dilakukan melalui perjuangan mati – matian sampai titik darah penghabisan setelah mengupayakan terciptanya kemengangan. Semboyannya adalah hidup mulia atau mati syahid, yang mana tidak bisa hanya mati syahid saja yang diharapkan, tetapi hidup dalam kemengangan yang harus diperjuangkan terlebih dahulu.

Rasulullah tidak pernah memerintahkan kepada pasukan muslimin untuk melakukan aksi bunuh diri dan menerjunkan diri dalam pertempuran tanpa tujuan yang jelas. Tidak pernah tercatat bahwa rasul mengintruksikan pasukannnya untuk membakar dirinya lalu menerjunkan dirinya ke dalam barisan pasukan musuh dengan maksud melakukan aksi serangan bunuh diri. Bahkan rasul melarang pasukannya untuk maju sendirian keluar barisan menuju ke tengah – tengah musuh sebelum ada intruksi dari beliau. Walaupun pasukan Muslimin terkenal berani dan tak takut mati, tetapi rasul menyuruh mereka semua agar mampu mengendalikan keberaniannya itu dengan taat kepada pimpinan agar tidak membawa jiwa mereka kepada kebinasaan yang sia – sia.

Melalui Sirah Nabawiyah, kita bisa melihat bahwa sejumlah pasukan Muslimin tewas dalam suatu pertempuran ataupun mengalami kekalahan, tetapi semua tujuannya jelas tercapai yaitu mampu membuat musuh gentar. Akhirnya, kalaupun musuh mampu mengalahkan pasukan muslimin tetapi hal itu tidaklah mereka lakukan dengan mudah. Musuh akan selalu berpikir berkali – kali untuk menghadapi pasukan Muslimin kembali dimana menurut pandangan mereka walaupun jumlahnya sedikit tetapi ternyata pasukan Muslimin mampu membunuh banyak dari kalangan mereka.

Hal inilah yang dimaksud dengan membuat gentar musuh itu, yang mana lebih mengarah kepada menciptakan keseganan dan kegaguman terhadap pasukan Muslimin, dimana sebenarnya hal ini juga merupakan aksi dakwah untuk mengenalkan pada khalayak ramai bahwa Allah akan selalu berpihak kepada pasukan Muslimin. Bukan seperti yang dilakukan para pelaku bom bunuh diri dimana semakin menambah kebencian mereka yang memusuhi islam sehingga mereka semakin beringas dan semakin tidak percaya kepada islam. Hal ini tentu saja menutup pintu dakwah islam. Mereka pun semakin arogan untuk memusnahkan seluruh umat muslim dengan alasan menghapuskan teror sebagai legalisasi aksinya.

Selanjutnya ada hal yang juga bisa kita renungkan dari aksi bom bunuh diri ini, yaitu tidak adanya efektifitas dalam menegakkan kalimat Allah seperti halnya jihad yang sebenarnya. Malahan orang – orang yang tidak senang dengan islam akan semakin punya bahan fitnah, dan semakin leluasa melakukan pemusnahan terhadap islam dengan slogan anti terorisnya. Bisa dikatakan ini merupakan aktivitas teror yang kemudian tidak membuat musuh gentar, tetapi malah membuat musuh semakin arogan dan membalas dengan aksi teror yang lebih besar dimana membahayakan eksistensi kaum Muslimin sendiri.

Misalkan, anggap saja dilakukan aksi bom bunuh diri oleh pejuang Palestina terhadap daerah pemukiman Israel. Dari aksi ini paling – paling sekitar 15 - 20 orang penduduk Israel tewas. Tentu saja terhadap hal ini, Israel tidak akan tinggal diam. Israel dengan alasan – alasannya kepada dunia akan lebih leluasa lagi dan merasa mempunyai legalisasi untuk menyerang Palestina. Sekali mengeluarkan aksi militernya, bisa 60 – 80 orang Palestina yang tewas. Sedangkan di pihak mereka sendiri tidak ada korban jiwa. Dalam membunuhi warga palestina ini mereka juga akan berbuat serampangan dan bahkan lebih malampaui batas lagi. Wanita dan anak – anak seringkali menjadi korban. Hal ini tentu tidak sebanding dengan apa yang telah dikorbankan dari aksi bom bunuh diri. Inilah yang dimaksud dengan tidak ada efektifitasnya serangan dengan bom bunuh diri ini.

Efek buruk dari aksi bom bunuh diri lainnya ini adalah munculnya perpecahan umat islam itu sendiri. Kita bisa melihatnya dari aksi tuduhan “kafir” tehadap sejumlah ‘alim ulama dengan alasan para ‘alim ulama terlalu lembek dan menjadi antek musuh. Padahal kita tahu sebenarnya di tangan mereka yang punya ilmu mendalam mengenai Fiqih dan ilmu Tauhid inilah ajaran islam terpelihara hingga masa ini. Selain itu semakin banyak kelompok yang memisahakan diri dari jama’ah dan membentuk gerakan sendiri, yang mana hal ini berpotensi juga untuk menyulut perpecahan.

Jadi kita bisa melihat bahwa aksi bom bunuh diri ini tidaklah bisa dibenarkan apabila mengatasnamakan islam. Barangkali aksi ini hanya bisa dikatakan sebagai aksi lanjutan dari semangat yang meluap – meluap, dendam yang membara, dibalut dengan doktrin – doktrin yang semakin membuat motivasi itu meledak – ledak lalu terjadilah aksi – aksi fisik yang brutal. Sementara itu di sisi lain, ilmu dan pemahaman agama mereka kurang. Akal pun tidak jalan karena terlanjur tertutupi oleh semangat yang terlampau menggebu – gebu itu sehingga yang dilihatnya hanyalah efek aksi itu dalam jangka pendek saja, tidak dalam tujuan yang lebih luas bagi umat islam. Kondisi pemikiran seperti inilah yang kemudian membawa mereka pada tindakan – tindakan ekstrim dan melampaui batas yang sebenarnya membahayakan Umat Muslimin secara keseluruhan dalam beberapa waktu ke depan.

Apabila kita merenungkan baik – baik, kita akan menyadari bahwa sebenarnya tujuan inilah yang memang hendak dicapai oleh musuh – musuh islam yang telah semenjak dulu berupaya melakukan tipu muslihat untuk melemahkan agama Allah. Mereka menciptakan segala konspirasi yang ada ini sebenarnya adalah untuk melemahkan pengaruh para ‘alim ulama itu terhadap masyarakat islam. Apabila umat islam sudah tidak mengikuti para ‘alim ulama tentulah akan ada kekacauan karena semua orang seolah – olah akan mempunyai hak dalam memutuskan suatu perkara, halal atau haram. Semua orang akan marasa dirinya pantas terhadap tanggung jawab itu. Perpecahan umat akan semakin meruncing dan akan membawa pada kelemahan terhadap kesatuan umat dan akhirnya berujung pada kehancuran umat islam. Jadi musuh – musuh islam itu nantinya akan dengan mudah semakin memperkukuh kekuatan mereka dan membuat kerusakan di muka bumi.

Kenapa kita tidak sadar akan hal ini, padahal ini adalah politik lawas, devide et impera. Sementara, kita tahu bahwa kekuatan yang menghalangi pelaksanaan politik pecah belah ini adalah keberadaan pengaruh ‘alim ulama di tengah – tengah masyarakat islam. Kita bisa lihat contoh kasusnya dari perang Aceh dimana agen mata – mata Belanda, yang bernama Snouck Hugronye yang melakukan penelitiannya di Aceh mulai tanggal 16 Juli 1891 sampai 4 Februari 1892, telah memberikan kesimpulannya mengenai hal ini. Menurut Snouck dalam “Laporan Politik Agama” yang disampaikannya kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia, di Aceh ada tiga kekuatan yang saling mempengaruhi rakyat Aceh untuk menentang pemerintah kolonial Belanda. Dari ketiga pihak ini, pihak sultan adalah pihak yang bisa disisihkan dan pihak adat adalah pihak yang bisa diajak kompromi. Sedangkan pihak ulama, adalah pihak yang paling tidak kenal damai dan paling tegar. Karenanya harus ditumpas habis, agar tidak tumbuh kembali menjadi kekuatan potensial menentang pemerintah kolonial Belanda.

Dari situ kita bisa lihat bahwa pengaruh para ‘alim ulama inilah yang memang diupayakan untuk dihilangkan dalam kehidupan masyarakat muslim saat ini. Apabila pengaruh mereka bisa dihilangkan, maka politik adu domba bisa semakin lancar pelaksanaannya. Dengan menguatnya persepsi dan mosi – mosi tidak percaya terhadap para ‘alim ulama seperti yang terjadi saat ini, kita bisa melihat bahwa langkah – langkah aksi konspirasi mereka semakin menunjukkan indikasi keberhasilan.

Praktek konspirasi ini, sementara di sisi lain juga dibarengi dengan upaya – upaya untuk merusak generasi muda islam. Muda – mudi kita dialihkan perhatiannya kepada para artis dan selebritis dan budaya barat yang kebanyakan tidak memberi contoh yang baik kepada mereka. Mereka semakin terlena kepada mimpi – mimpi keduniaan yang ditawarkan oleh acara – acara televisi sehingga semakin jauhlah mereka terhadap para ‘alim ulama. Dan bisa dikatakan bahwa perilaku mereka pun akan semakin jauh dari agama. Kita bisa melihat ini dalam kehidupan sehari – hari. Di sisi lain, kelompok ekstrimis semakin fanatik dengan paham dan tokoh – tokoh mereka. Gerakan – gerakan islam yang semakin banyak bermunculan juga semakin banyak orang – orang yang mengikutinya, dan juga beberapa semakin fanatik pula pada ajaran gerakannya dan pada tokoh – tokohnya. Inilah yang kemudian semakin memperuncing masalah.

Kalau di atas telah dijelaskan bahwa jalan yang islam adalah jalan pertengahan antara yang ekstrim dan yang menyepelekan, maka bisa dikatakan jarak keduanya (yang ekstrim dan yang menyepelekan) semakin diperlebar terhadap jalan yang islam sehingga akan melamahkan jalan yang islam yang berada diantaranya, karena semakin banyak masyarakat islam yang tertarik pada jalan yang ekstrim atau yang menyepelekan.

Untuk itulah berprasangka baik terhadap para ‘alim ulama adalah jalan untuk kembali menyatukan jama’ah. Jangan sampai kita mudah termakan fitnah – fitnah yang dilontarkan sekelompok orang terhadap mereka. Memang telah datang zaman dimana orang hina dimuliakan dan orang mulia dihinakan.

”Akan datang kepada manusia tahun – tahun yang menipu, (dimana) akan dibenarkn padanya orang yang berdusta dan dianggap dusta orang yang jujur, orang yang berkhianat dianggap amanah dan orang yang amanah dianggap berkhianat dan akan berbicara Ar Ruwaibidhoh. Ditanyakan, “Siapakah Ar Ruwaibidhoh itu?” Beliau menjawab, “Orang dungu yang berbicara tentang perkara umum.”. (diriwayatkan dari Abu Hurairah dalam Ahmad, Ibnu Majjah, Al Hakim, dll. Dishohihkan oleh syaikh Al Albany, Syaikh Muqbil)

Jadi kita juga harus bisa memikirkan hal ini bersama – sama. Kalaupun setidaknya kita tidak bisa banyak berbuat banyak, setidaknya kita ikut memikirkan pemasalahan umat ini. Semoga Allah membimbing kita ke jalan yang benar.

Selanjutnya bagaimana kita bisa tahu, siapa saja para ‘alim ulama itu? Sementara sekarang semuanya menjadi serba tidak jelas, mana yang benar – benar ‘alim ulama dan mana yang bukan. Seperti yang telah dijelaskan di atas mereka ini adalah yang dalam pengetahuannya terhadap masalah agama. Mereka paham mengenai ilmu Fiqih dan Tauhid sehingga punya wewenang dalam menentukan halal – haram, boleh atau tidak. Karena mereka adalah orang yang paling takut kepada Allah tentulah sikap – sikap mereka menunjukkan ciri teladan umat yang baik. Mereka ini bukanlah orang yang gemar mencari harta dan memamerkannya, bukanlah orang yang senang melakukan maksiat dan sangat hati – hati dalam menyampaikan risalah agama. Semoga Allah memberi jalan bagi kebangkitan islam melalui tangan mereka ini.

Dan suatu langkah yang diwajibkan apabila kita dalam setiap permasalahan selalu menyerahkannya kepada mereka.

Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. Al Anbiya: 7).

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (QS. An Nisa: 83).

Mengenai segala permasalahan agama janganlah kita berspekulasi sendiri, yang mana hanya akan membawa umat kepada perpecahan, kelemahan dan akhirnya kehancuran. Kalau para ‘ulama ini merumuskan fatwa – fatwa itu dari Al Quran dan Al Hadis tentu tidaklah mungkin ada pertentangan antar mereka, kecuali sedikit saja dimana hal ini bisa dikompromikan. Tetapi merekalah yang lebih benar daripada orang – orang awam seperti kita. Dan suka ataupun tidak, kita wajib mengikuti fatwa – fatwa yang dikeluarkannya tersebut.

Demikian tulisan saya ini, semoga bermanfaat, dan terakhir saya suguhkan pesan Nabi Muhammad mengenai pentingnya keberadaan ‘ulama di tengah – tengah kita.

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya para hamba, akan tetapi Allah mencabutnya dengan mencabut (mewafatkan) para ulama sampai bila tidak tersisa lagi seorang alim ulama maka manusia pun mengambil para pemimpin yang bodoh, maka mereka pun ditanya lalu mereka memberi fatwa tanpa ilmu maka sesatlah mereka lagi mnyesatkan.”. (Hadis dari Abdullah bin ‘Amr bin Ash diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim, At Tirmidzi, An Nasa’i, dan Ibnu Majjah).

Rabu, 15 Juli 2009

HAMIL DI LUAR NIKAH? BIASA!


Suatu waktu, saya pernah makan di sebuah warung sederhana. Warung itu terletak di suatu sudut pasar sebuah kampung. Ya sekedar cari makan yang murah dan halal gitu. Ketika saya sedang dengan lahapnya makan, tak sengaja saya mendengar pembicaraan dua orang laki – laki. Salah satunya seorang pemuda, dan yang satunya lagi seorang bapak – bapak yang tidak terlalu tua umurnya. Sebenarnya bukan maksud saya untuk mencuri dengar. Tetapi hanya saja karena warung itu tidak terlalu besar, tentu saja pembicaraan antara dua orang lelaki itu, yang juga nongkrong di warung tempat saya makan, terdengar secara otomatis.

Setelah beberapa pembicaraan berlalu, maka sampailah pembicaraan kedua orang itu kepada masalah keluarga.

“Oh ya! Gimana kabar adik perempuanmu itu?,” Tanya si bapak – bapak kepada pemuda itu, “udah lama gak ketemu, tentunya sekarang dia sudah besar.”

Si pemuda itu menjawab, “Wah iya Pak…anu…,” pemuda itu garuk – garuk kepala, “Adik saya itu kecelakaan.”

Sejenak si bapak – bapak itu nampak terkejut mendengar itu. Tetapi dari raut muka si pemuda itu, si bapak – bapak tersebut kemudian mengetahui bahwa yang dimaksud oleh si pemuda itu “kecelakaan” bukanlah “kecelakaan” yang dia maksud.

“Ooo…kecelakaan!,” bapak itu manggut –manggut sebagai tanda mengerti, “sekarang kalo seperti itu sih sudah biasa dik.”

Spontan sebenarnya aku terkejut mendengar komentar si bapak – bapak tersebut. Seolah – olah, beliau dengan begitu entengnya memberi komentar yang serupa itu. Padahal kalo menurutku suatu “kecelakaan” seperti itu janganlah dianggap “biasa”. Tentunya nantinya hal – hal demikian akan dianggap sebagai kebiasaan pula oleh masyarakat. Apabila sudah menjadi kebiasaan tentu saja pada masa – masa yang akan datang, tidak akan ada rasa bersalah lagi bagi mereka yang melakukannya.

Pergaulan bebas memang saat ini sudah mulai menjadi tren. Suatu hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 6 – 20% anak SMU dan mahasiswa di Jakarta pernah melakukan hubungan suami-istri pranikah. Lebih mengagetkan lagi, survei yang dilakukan terhadap mahasiswa – mahasiswa kedokteran di sebuah universitas swasta menyatakan bahwa 35% dari mereka sepakat tehadap adanya hubungan terlarang pranikah. (http://www.sinarharapan.co.id/berita/0207/08/ nas11.html).

Bukankah hal ini sudah mulai kelewatan. Legalisasinya sudah mulai muncul dengan adanya anggapan di kalangan muda – mudi sekarang yang menyatakan kalau tidak melakukannya berarti gak mengikuti jaman. Lebih jauh lagi, orang yang tidak mau melakukannya seringkali akan disebut kuno, ketinggalan jaman, homo, lesbi, lemah syahwat, dan apalah. Persepsi yang demikian tentunya sangat merusak moral.

Padahal kita tahu bahwa zinah adalah merupakan salah satu dosa besar. Kepada perempuan besuami yang berzinah saja hukumannya adalah dirajam sampai mati menurut syaria’at islam. Bagi pezinah yang tidak demikian tentunya hukumannya juga berat kan?. Seharusnya!

Kita juga tahu, kalo kita dengar cerita orang – orang tua dahulu, misalnya kakek – kakek dan nenek – nenek kita dalam mengarungi masa mudanya, tentulah tidak akan pernah mendengar ada cerita demikian dalam hidup mereka. Karena orang – orang jaman dahulu masih kental budaya ketimurannya. Karena belum adanya pengaruh budaya barat, maka hubungan antara pria dan wanita dalam persepsi mereka adalah sesuatu yang sakral. Tidak boleh dilanggar. Mereka menjadi serba sungkan kalau berada di dekat wanita yang bukan muhrimnya. Tentu saja dengan demikian mereka bisa menjaga dirinya dari zina. Mereka menganggap bahwa zina ini adalah tindakan yang tidak terpuji, tercela, kotor, sesat, tidak sesuai dengan budaya, tidak sesuai dengan agama. Dengan anggapan demikian kita bisa lihat orang – orang jaman dahululah yang labih kuat dalam menjaga bahtera rumah tangga mereka. Sulit sekali dijumpai kawin cerai pada masa dahulu.

Tapi sekarang, bukankah persepsi demikian sudah mulai berbalik 180 derajat? Kalaupun tidak terlalu besar saat ini, tetapi bisa diramalkan bahwa persepsi itu akan semakin meluas di masyaratakat dan dalam beberapa jangka waktu ke depan semua masyarakat akan memberikan persetujuan sosialnya terhadap masalah ini. Kalau hal pembiasaan semacam ini terus terjadi, dan persepsi positif mengenai pergaulan bebas pra nikah terus meluas hingga menimbulkan persetujuan sosial terhadapnya, bisa saja suatu saat nanti, kondisinya akan semakin parah. Pergeseran nilai – nilai luhur akan semakin mengarah pada budaya jahiliyah.

Dengan deikian, secara otomatis, selanjutnya, pikiran saya jadi melayang jauh. Misalnya saja sebuah contoh mengenai pergeseran persepsi ini dapat dilihat dalam kisah imajinasi saya berikut. Sekitar 40 tahun lagi dari sekarang, ketika saya sudah menjadi “orang”, saya kembali makan di warung tersebut. Warungnya bukan lagi warung yang sederhana seperti 40 tahun yang lalu, tetapi sekarang sudah bekelas restoran. Dan di warung tersebut saya kembali secara tak sengaja mendengar perbincangan antara dua orang yang mirip – mirip dengan perbincangan di atas. Misalnya perbincangan kali ini adalah antara dua orang, yang satu seorang tante – tante dan seorang lagi seorang wanita muda. Berikut perbincangan di antara keduanya.

“Oh ya! Gimana kabar adik perempuanmu itu?” Tanya si tante – tante kepada si wanita muda itu, “udah lama gak ketemu, tentunya sekarang dia sudah besar.”

Si wanita muda itu menjawab, “Wah iya Tante…anu…” wanita itu senyam – senyum, “Adik perempuan saya itu hamil setelah diperkosa orang banyak.”

“O…begitu!,” tante itu manggut –manggut, namun tidak nampak sekali bahwa dirinya terkejut mendengar itu, tidak seperti empat puluh tahun yang lalu. Lalu dia melanjutkan, “Wah, sekarang kalo seperti itu sih sudah biasa dik.”

Boleh saja ini hanyalah sebuah imajinasi. Tapi hal ini tentunya memungkinkan apabila suatu saat nanti akan terjadi demikian. Seperti kita ketahui apabila tidak ada suatu system yang revolusioner, budaya itu semakin lama akan semakin bergeser menuju budaya jahiliyah kembali, apabila semakin banyak manusia yang meninggalkan agamanya. Kalau memang nantinya benar – benar menjadi seperti itu, wah…Apa Kata Dunia?

AURAT SEORANG BIDUWANITA MUSLIMAH


Dalam beberapa kesempatan saya sering melihat seorang artis Muslimah yang sedang diwawancarai oleh wartawan media infotainment dalam suatu acara bergenre gossip. Dalam menjawab pertanyaan – pertanyaan yang diajukan kepadanya itu, sering ia menunjukkan identitas keislamannya dengan megucapkan lafadz – lafadz pujian kepada Allah. Seperti Alhamdulillah! MasyaAllah! Astagfirullah! Insya Allah! Dan lain sebagainya.

Akan tetapi ada sesuatu yang janggal. Dan saya tidak habis pikir mengenai hal ini. Bagaimana ia bisa menyebut – nyebut kata – kata suci itu, sementara ia sedang mengenakan pakaian yang auratnya kelihatan. Entah belah dadanya yang kelihatan, atau pahanya yang mulus itu yang kelihatan. Atau dalam suatu hal yang lebih samar walaupun tetap saja salah, lekuk – lekuk tubuhnya itu yang terlihat jelas melalui pakainnya yang ketat.

Sungguh sangat disayangkan. Seorang public figure Muslimah yang seharusnya memberi contoh kepada muslimah – muslimah fansnya, kenyataannya memberikan contoh yang tidak baik dalam hal caranya berpenampilan. Apakah mereka mengucapkan kata – kata itu hanya agar supaya nampak sebagai seorang Muslimah yang baik? Lalu bagaimana dengan belah dadanya yang kelihatan itu? Apakah hanya sebuah Eye Cather saja agar semua perhatian tertuju kepadanya? Lantas muncul juga pertanyaan apakah mereka hanya menjadikan ungkapan – ungkapan keTuhanan itu sebagai praktek dagang mereka saja, agar mereka tampak sebagai wanita – wanita yang alim, dan dengan demikian semakin banyak fansnya, sehingga mereka lebih laku di dunia hiburan? Sungguh, hal ini tidak pernah saya habis pikir dibuatnya? Kenapa mereka melakukan perbuatan bodoh itu.

Padahal sudah jelas di dalam Al Quran mengenai masalah menutupi aurat ini.

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (QS. Al Ahzab:59).

Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An Nur: 31).

Dari ayat – ayat di atas dapat dilihat bahwa sesuatu yang sangat dianjurkan bagi seorang muslimah untuk mengenakan pakaian yang secara total menutupi seluruh tubuhnya, sehingga auratnya tidak tampak, seperti tonjolannya dan lekukan tubuhnya. Selain itu pakaian itu juga harus mampu menutupi perhiasan – perhiasan yang dia pakai seperti kalung, gelang tangan, gelang kaki, dan anting. Hal ini perlu dilakukan yang mana sebenarnya demi kebaikan mereka juga. Yaitu agar mereka dikenal sebagai seorang muslimah, dan selain itu, karena seluruh tubuhnya tertutupi, maka mereka tidak akan diganggu atau digoda oleh para lelaki. Akan tetapi anjuran islam ini memang telah banyak sudah ditinggalkan oleh kaum wanita Muslimin jaman sekarang, walaupun tujuan sebenarnya dari ketetapan Allah yang demikian adalah baik. Tidak bisa dipungkiri, memang tidak semua manusia mau menuruti kebenaran – kebenaran yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, karena kebanyakan manusia memang bukanlah orang yang menyenangi kebaikan. Mereka senang melakukan kerusakan di muka bumi.

Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan di antara kamu benci pada kebenaran itu.
(QS. Az Zukhruf : 78)

Artis – artis itu seolah – olah lupa bahwa diri mereka adalah seorang Muslimah. Apakah mereka hanya termasuk kumpulan orang yang tidak tahu mengenai kewajiban menutup aurat itu, ataukah mereka termasuk ke dalam kelompok yang tidak mau tahu. Tetapi kenyataannya pada kelompok yang belakangan inilah, yang menurut saya, mereka banyak terdapat. Mereka malah semakin menjadi – jadi. Dengan alasan membuat sensasi, atau tampil beda, berekspresi bebas dalam seni, atau tuntutan profesi maka aturan – aturan agama itu dilanggar. Sudah tidak ada rasa bersalah lagi bagi mereka dalam menerima tawaran untuk tampil seronok. Dengan alasan acting, berkesenian, dan lain sebagainya yang barangkali sebenarnya hanya urusan dunia dan tidak ada pesan moralnya sama sekali. Semua hanya untuk menambah popularitas dan ujung – ujungnya uang.

Makanya, untuk menutupi kebobrokan agamanya itu, ketika diwawancarai wartawan media infotainment, mereka sering mengucapkan ungkapan – ungkapan Islam layaknya seorang yang selalu ingat kepada Tuhannya. Bahkan mereka mengaku – ngaku dekat pada ustad atau kiyai tertentu, atau bahkan mengaku berasal dari keluarga kyai.

Padahal sebenarnya, public figure adalah suatu pekerjaan yang sarat amanat. Mereka adalah ikon dari masyarakat, dimana mereka yang akan menjadi kiblat masyarakat dalam segala hal. Mereka sebenarnya merupakan “pemimpin” masyarakat dalam hal tren, cara bersikap di depan publik, cara berbicara, dan banyak hal bentuk keteladanan lainnya. Termasuk di dalamnya cara berpakaiannya. Mereka juga ditonton oleh jutaan pasang mata di Indonesia, baik secara langsung maupun dibalik layer kaca, dimana hal ini mengakibatkan mereka menjadi sorotan dan menjadi rujukan bagi masyarakat. Jadi beban moral sebagai seorang pemimpin umat, sebenarnya juga diemban oleh mereka.

Kitab Hadis Sahih Bukhari Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Umar Ra, dimana dia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin yang dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir yang mengurusi keadaan rakyatnya adalah pemimpin. Ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang rakyatnya. Seorang laki – laki adalah pemimpin bagi keluarga di rumahnya. Ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang keluarganya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya. Ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang hal itu. Seorang hamba adalah pemimpin terhadap harta benda tuannya, ia akan dimintai pertanggung jawaban tentang harta tuannya itu. Ketahuilah bahwa kamu semua adalah pemimpin dan semua akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya itu.”


Dari hadis di atas maka dapat dikatakan pula bahwa seorang public figure adalah pemimpin dari para fansnya, dan setiap public figure itu akan dimintai pertanggung jawabannya terhadap apa – apa yang dilakukan fansnya itu dalam hubungannya dengan dia sebagai teladan para fansnya itu. Apabila mereka memberikan contoh berpenampilan yang mengumbar aurat kepada masyarakat, dan para fansnya itu menirunya sehingga mereka lalai dari agamanya, maka dosa para fansnya itu, juga public figure itulah yang menanggungnya, selain dosanya sendiri.

Makanya saya tidak heran, kalau saya dengar isi ceramah Bapak Ustad dan Bapak Kyai yang menyatakan bahwa sebagian besar orang – orang yang masuk surga nantinya adalah orang – orang yang beriman dari kalangan fakir, miskin, dan tidak terkenal, dan juga dari kalangan laki – laki. Sedangkan kebalikannya mereka yang banyak di neraka adalah mereka yang banyak dikenal selama hidup di dunia, mereka yang kaya, dan mereka dari kalangan kaum hawa. Dan hal ini memang disebutkan dalam kitab Hadis. Dalam hal ini, berarti yang paling banyak masuk neraka adalah salah satunya dari kalangan biduwanita perempuan itu. Wawwahu A’lam!.