Senin, 28 Februari 2011

JILBAB


Adalah suatu keharusan bagi setiap manusia yang mengaku dirinya beriman kepada Allah dan Rasulnya, untuk melaksanakan segala hal ketetapan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya.

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab: 36)

Salah satu ketetapan Allah dan Rasulnya adalah mengenai kewajiban untuk mengenakan hijab yang sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Al Hadis bagi setiap wanita yang mengaku dirinya beriman kepada Allah dan Rasulnya.

Dan katakanlah kepada wanita yang beriman,” Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang (biasa) Nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara – saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara – saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang merdeka, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (An Nur : 31)

Juga, terdapat di dalam firman Allah ta'ala surat Al-Ahzabayat 59:
"Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan istri orang-orang beriman, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal dan tidak diganggu orang. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, dari Aisyah, bahwa: Asma' binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah dengan memakai pakaian yang tipis. Rasulullah pun berpaling darinya, dan berkata, "Wahai Asma', sesungguhnya wanita itu bila telah mencapai masa haid tidak patut ada bagian tubuhnya yang kelihatan, kecuali ini dan ini." Beliau berkata begitu sambil menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangannya.

"Pernah Rasulullah memberi saya baju qibthiyah yang tebal hadiah dari Dihyah Al-Kalbi. Baju itu pun saya pakaikan pada istri saya. Nabi bertanya kepada saya, 'Mengapa kamu tidak pernah memakai baju qibthiyah?' Saya menjawab, 'Baju itu saya pakaikan istri saya.' Beliau lalu berkata, 'Perintahkan istrimu agar memakai baju dalam ketika memakai baju qibthiyah, karena saya khawatir baju qibthiyah itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya. "Hadits ini diriwayatkan oleh Adh Dhiya' Al Maqdisi dalam kitab Al Ahadits AI Mukhtarah (1/441), Ahmad, Al Baihaqi dengan sanad hasan.

Dari Hisyam bin Urwah, bahwa Al-Mundzirbin Zubair pernah datang dari Irak, lalu mengirimkan kepada Asma' binti Abu Bakar sebuah pakaian marwiyyah (nama pakaian yang terkenal di Irak) dan quhiyyah (kain tefiun dari Quhistan, suatu daerah di kawasan Khurasan) yang ternyata tipis dan halus. Peristiwa ini terjadi setelah dia mengalami kebutaan. Asma' pun menyentuh kain-kain tadi dengan tangannya, lalu berkata, "Huh, kembalikan kain-kain ini kepadanya!" Al-Mundzir merasa keberatan, lalu berkata, "Wahai ibu, sesungguhnya pakaian ini tidak tipis." Namun Asma' menjawab, "Memang tidak tipis, akan tetapi masih bisa menggambarkan (lekuk tubuh).". Riwayat ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad (VIII: 184) dengan sanad shiahih sampai kepada Al-Mundzir.

Hijab merupakan segala sesuatu yang menutupi aurat wanita dan menghalangi secara sempurna pandangan laki-laki yang bukan mahramnya terhadap aurat wanita tersebut. Aurat seorang wanita adalah seluruh anggota badannya kecuali muka dan telapak tangan. Hijab bisa berupa tembok, tabir, dan juga pakaian. Sedangkan jilbab merupakan bagian dari pakaian wanita yang berupa kain atau sarung yang menutupi aurat wanita pada bagian kepala dan dijuntaikan hingga menutupi dada.

Dari sejumlah ayat Al-Quran, Hadis, dan riwayat di atas dapat diketahui mengenai seperti apa pakaian yang disyariatkan wajib dikenakan bagi setiap muslimah yang sudah baligh atau telah memasuki atau mengalami haidh. Dengan demikian bisa diuraikan beberapa persyaratan mengenai pakaian yang wajib dikenakan setiap muslimah tersebut.
  1. Menutupi seluruh anggota tubuh wanita -berdasarkan pendapat yang paling kuat.
  2. Hijab itu sendiri pada dasarnya bukan perhiasan.
  3. Tebal dan tidak tipis, tidak trasparan.
  4. Longgar dan tidak sempit atau ketat.
  5. Tidak memakai wangi-wangian.
  6. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir.
  7. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.
  8. Tidak bermaksud memamerkannya kepada orang-orang.

Jadi dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pakaian wanita yang telah memenuhi persyaratan di atas dapat disebut sebagai pakaian hijab, yang didalamnya sudah termasuk jilbab.

Faedah dari ketetapan yang mewajibkan setiap wanita muslimah untuk mengenakan jilbab adalah demi membangun masyarakat Islam yang madani, yang terjaga dari segala macam kerusakan ahlak. Salah satu yang menjadi indikator utama suatu masyarakat memiliki akhlak yang bagus atau tidak adalah perilaku dan perlakuan dari dan terhadap kaum wanitanya.

Rasulullah bersabda: "Tidak pernah kutinggalkan sepeninggalku godaan yang lebih besar bagi kaum lelaki daripada wanita." (HR. Bukhari Muslim)

Rasulullah bersabda: "Hati-hatilah pada dunia dan hatihatilah pada wanita karena fitnah pertama bagi Bani Isroil adalah karena wanita." (HR. Muslim)

Dari Abu Al Ahwash dari Abdullah _ dari Nabi _ berkata : "Wanita itu adalah aurat, maka bila dia keluar (dari rumah) setanlah yang mengendalikannya, sedangkan keadaan dia yang paling dekat dengan rahmat Rabnya adalah ketika dia berada di dalam rumahnya,” (Hadits Shahih riwayat At Tirmidzi no :1173)

Dan karena fitnah yang bisa ditimbulkan wanita ini sangat besar, Rasulullah juga menyebutkan bahwa sebagian besar penghuni neraka adalah kaum wanita.

Rasulullah Shalallohu`alaihi wasallam bersabda: “....... Aku memandang ke neraka, maka aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita.”
Hadits ini diriwayatkan oleh :
  1. Bukhari dalam kitab Bad’ul Khalq bab Maa Ja’a fi Shifatil Jannah (kitab 59 bab 8).
  2. Tirmidzi dalam kitab Shifatil Jahannam bab Maa Ja’a Anna Aktsara Ahli Nar An Nisa’ (kitab 40 bab 11 hadits ke-2602), dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi 2098 dari Ibnu Abbas.
  3. Ahmad 2/297 dari Abu Hurairah. Dan hadits ini dishahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’ 1030.

Dari Imran bin Hushain berkata : “Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Sesungguhnya penghuni Surga yang paling sedikit adalah para wanita....’ “ (HR. Muslim 95, 2738. An Nasa’i 385)

Faedah yang bisa didapatkan kaum wanita dengan mengenakan hijab adalah agar mereka bisa dibedakan dengan perempuan yang tidak beriman.

“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q.S An-Nur: 31)

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berfirman kecuali kepada wanita-wanita beriman (yang artinya):“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman.” (Q.S. An-Nur: 31).

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman (yang artinya): “Dan istri-istri orang beriman.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa: Dan ketika wanita-wanita dari Bani Tamim menemui Ummul Mu’minin, Aisyah radhiyallahu anha dengan pakaian tipis, beliau berkata: “Jika kalian wanita-wanita beriman, maka (ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.”

Selain itu, dengan mengenakan pakaian hijab, Insya Allah, kaum wanita tidak akan memberikan kesempatan kepada laki-laki untuk mengumbar syahwatnya, sehingga kaum wanita muslimah tidak diganggu. Dimana fitnah syahwat ini dimulai dari pandangan. Bila mata tidak melihat maka hatipun tidak berhasrat.

Rasulullah bersabda: "Janganlah kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya."

Dan di dalam Musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah :

"Pandangan itu adalah panah beracun dari panah-panah iblis. Maka barangsiapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari Kiamat."

Selain itu perlu diketahui bahwa hijab itu selaras dengan perasaan cemburu yang merupakan fitrah seorang laki-laki beriman, yang tidak senang dengan pandangan-pandangan khianat yang tertuju kepada istri dan anak wanitanya. Berapa banyak peperangan terjadi pada masa Jahiliyah dan masa Islam akibat cemburu atas seorang wanita dan untuk menjaga kehormatannya. Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu berkata: “Telah sampai kepadaku bahwa wanita-wanita kalian berdesak-desakan dengan laki-laki kafir orang ‘ajam (non Arab) di pasar-pasar, tidakkah kalian merasa cemburu? Sesungguhnya tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak memiliki perasaan cemburu.”

Namun sayangnya, realita mengenai perilaku kaum wanita dalam kehidupan bermasyakat sekarang kenyataanya sudah melenceng jauh dari ketetapan Allah dan Rasulnya. Semakin banyak wanita yang sudah tidak mempunyai rasa malu untuk mempertontonkan aurat mereka di depan publik, hanya dengan maksud meraih popularitas duniawi.

Di sisi lain, banyak juga di antara wanita-wanita yang mengaku seorang muslimah pada zaman sekarang ini, yang mengaku bahwa dirinya telah berjilbab, padahal pada hakekatnya mereka belum berjilbab karena jilbab dan pakaian mereka belum memenuhi semua persyaratan di atas.

Hal ini sesuai dengan yang telah diramalkan Rasulullah:

"Pada akhir zaman nanti akan ada wanita-wanita dari kalangan umatku yang berpakaian, namun pada hakekatnya mereka telanjang. Diatas kepala mereka seperti terdapat punuk unta. Kutuklah mereka itu, karena sebenarnya mereka itu wanita – wanita terkutuk." "Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari jarak sekian dan sekian." Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabarani dalam kitab Al Mu'jam Ash Shaghir (hlm. 232)

Kaum wanita yang seharusnya menjadi panutan setiap wanita muslimah adalah kaum wanita Anshor, seperti diriwayatkan oleh istri Nabi Muhammad, Aisyah radhiyallahu anha.

Dari Shofiyah binti Syaibah berkata: “Ketika kami bersama Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata: “Saya teringat akan wanita-wanita Quraisy dan keutamaan mereka.” Aisyah berkata: “Sesungguhnya wanita-wanita Quraisy memiliki keutamaan, dan demi Allah, saya tidak melihat wanita yang lebih percaya kepada kitab Allah dan lebih meyakini ayat-ayat-Nya melebihi wanita-wanita Anshor. Ketika turun kepada mereka ayat: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (Q.S. An-Nur: 31) Maka para suami segera mendatangi istri-istri mereka dan membacakan apa yang diturunkan Allah kepada mereka. Mereka membacakan ayat itu kepada istri, anak wanita, saudara wanita dan kaum kerabatnya. Dan tidak seorangpun di antara wanita itu kecuali segera berdiri mengambil kain gorden (tirai) dan menutupi kepala dan wajahnya, karena percaya dan iman kepada apa yang diturunkan Allah dalam kitab-Nya. Sehingga mereka (berjalan) di belakang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dengan kain penutup seakan-akan di atas kepalanya terdapat burung gagak.”

Kamis, 24 Februari 2011

SPIDERMAN


Karakter spiderman mulai dikenalkan pertama kali pada tahun 1962. Perancang karakter spiderman ini adalah Stan Lee dan Steve Ditko.

Saya menyukai karakter spiderman ini semenjak kecil. Bahkan waktu kecil saya bercita-cita untuk jadi spiderman.

Yang membuat suka dengan karakter spiderman:
  1. Peter parker adalah seorang yang jenius, yang tumbuh dari keluaga yang yang sederhana. Mungkin karakter yang ini mirip-mirip sedikit dengan saya. he..he..he...
  2. Hal yang pertama, bisa dikatakan secara umum sama untuk sebagian besar karakter superhero, bahwa spiderman merupakan sosok yang low profile. Sekalipun dia mempunyai suatu kekuatan yag luar biasa, dia menyembunyikan identitasnya dengan memaki topeng saat beraksi. Ini juga sama, yaitu sama-sama low profile. He..he..he..(lagi)
  3. Karakter peter parker juga seorang yang lebih mengutamakan kepentingan umum dibandingkan hasrat pribadinya. Dia rela menjauhkan diri dari orang-orang di sekitarnya, dengan maksud untuk melindungi mereka agar mereka tidak terlibat dalam konflik si spiderman dengan musuh-musuhnya.

Sebenarnya bisa dikatakan bahwa untuk saat ini cita-cita saya untuk menjadi spiderman setengah terwujud. Terwujudnya yaitu dalam hal pekerjaan saya saat ini yaitu seringkali manjat-manjat, merayap, dan bergelantungan.

Hah…ternyata jadi spiderman memang tidak semudah seperti yang saya bayangkan.

Akhir kata, di bawah ini adalah quotation (kata bijak) yang disampaikan oleh uncle Ben kepada Peter Parker, yang menjadi motivasinya untuk terus berjuang sebagai spiderman.

"with great power there must also come great responsibility" – Pada kekuatan yang besar terdapat tanggung jawab yang besar

Rabu, 23 September 2009

MUNCULNYA GOLONGAN - GOLONGAN DAN GERAKAN - GERAKAN ISLAM


Dewasa ini kita melihat mulai bermunculannya gerakan – gerakan dan golongan – golongan yang mengusung bendera keislaman dan mendakwahkan prinsip – prinsip ajarannya masing – masing. Beberapa diantaranya ternyata membawa ajaran yang menyesatkan karena tidak sesuai dengan prinsip – prinsip dasar ajaran islam sehingga MUI mengklaimnya sebagai aliran sesat dan membawa kasus tersebut ke meja hijau sesuai dengan tata cara peradilan di negeri ini. Beberapa yang lainnya masih bebas mendakwahkan ajarannya yang menyesatkan karena masih dilindungi oleh suatu kekuasaan asing. Yang tidak termasuk ke dalam golongan sesat tersebut, yaitu sebagian besar lainnya masih bisa hidup berdampingan secara damai.

Namun dalam prakteknya, ternyata dalam beberapa hal kita bisa melihat bahwa gerakan – gerakan tersebut mulai menimbulkan pemikiran – pemikiran fanatisme golongan. Hal inilah yang sebenarnya juga perlu dihindari, selain tetap waspada terhadap tumbuhnya aliran – aliran sesat yang ingin merusak nilai – nilai keislaman yang murni yang sesuai dengan Al Quran dan Al Hadis seperti yang dipraktekkan Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya.

Ketika kekhilafahan tidak ada seperti yang terjadi di zaman sekarang, umat islam akan cenderung menuju perpecahan seperti yang memang diinginkan oleh mereka yang memusuhi islam. Ketika kehilafahan telah meuncul kembali seperti yang telah dijanjikan oleh Allah SWT., maka adalah kewajiban setiap umat muslim yang hidup pada zaman itu untuk mengucapkan sumpah setia atau berbai’at kepadanya demi tegaknya persatauan dan kesatuan umat islam.

"Maka apabila engkau melihat adanya khalifah, menyatulah padanya, meskipun ia memukul punggungmu. Dan jika khalifah tidak ada, maka menghindar." (HR. Thabrani dari Khalid bin Sabi', lihat Fathul Bari, juz XIII, hal. 36).

Nabi Muhammad SAW. menegaskan, bahwa wajibnya bai'at adalah kepada khalifah, jika ada atau terwujud, meskipun khalifah melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji seperti memukul, dll. Thabrani mengatakan bahwa yang dimaksud menghindar ialah menghindar dari kelompok-kelompok partai manusia (golongan /firqah-firqah), dan tidak mengikuti seorang pun dalam firqah yang ada. (Lihat Fathul Bari, juz XIII, hal.37). Dengan kata lain, apabila khalifah atau kekhalifahan sedang vakum, maka kewajiban bai'atpun tidak ada. Juga, sabda Rasulullah SAW, yang artinya:

Barang siapa mati tanpa bai'at di lehernya, maka matinya seperti mati jahiliyah." (HR. Muslim).

Yang dimaksud bai'at disini ialah bai'at kepada khalifah, yaitu jika masih ada di muka bumi. Dan Ketahuilah bahwa sekarang ini, kaum Muslimin atau dunia Islam tidak mempunyai Khalifah yang memimpinnya. Maka hendaklah setiap Muslim menjauh dari firqah-firqah yang menyesatkan. Dalam hal ini Imam Bukhari telah menyusun satu bab khusus yang berjudul "Bagaimana perintah syari'at jika jama'ah tidak ada?"

Ibnu Hajar berkata bahwa yang dimaksud di sini ialah apa yang harus dilakukan oleh setiap Muslim dalam kondisi perpecahan diantara umat Islam, dan mereka belum bersatu di bawah pemerintahan seorang khalifah.

Kemudian Imam Bukhari menukilkan hadits yang diriwayatkan dari Hudzaifah bin Yaman r.a. dimana beliau pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: "Maka, bagaimana jika mereka, kaum Muslimin tidak memiliki Jama'ah dan tidak memiliki Imam? Rasulullah SAW menjawab: "Maka tinggalkanlah olehmu semua golongan yang ada, meskipun engkau terpaksa makan akar pohon, sehingga engkau menjumpai kematian dan engkau tetap dalam keadaan seperti itu."

Maksud hadits ini sama dengan hadits sebelumnya, yaitu apabila khalifah tidak ada, maka menghindar. Hanya ada tambahan dalam hadits ini yaitu "meskipun engkau terpaksa makan akar pohon? dst."

Menurut Baidhawi, kata-kata tersebut merupakan kinayah atau kiasan dari kondisi beratnya menanggung sakit. Selanjutnya Baidhawi berkata:

"Makna hadits ini ialah apabila di bumi tidak ada khalifah, maka wajib bagimu menghindar dari berbagai golongan dan bersabar untuk menanggung beratnya zaman." (Wallahu A'lam). (Lihat Fathul Bari, juz XIII, hal. 36).

Demikian itulah pemahaman yang berdasarkan argumentasi dan hujah yang jelas dan dapat dipercaya.

“Dari sahabat Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah Sallahu ’Alaihi Wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya agama Islam datang dalam keadaan asing, dan suatu saat akan kembali menjadi asing, maka keberuntungan (surga) akan diperoleh oleh orang-orang yang asing.’” (HR. Muslim)

Mengenai Hadis di atas, Imam Ar Rafi’i berkata: “Agama Islam pertama kali dikatakan asing karena agama Islam sangat menyelisihi tradisi masyarakat kala itu, berupa kesyirikan, dan berbagai perbuatan jahiliyyah. Dan Islam akan kembali asing, dikarenakan kerusakan yang menimpa masyarakat, dan munculnya berbagai fitnah, dan karena mereka mencampakkan jauh-jauh segala konsekwensi keimanan yang benar.” (At Tadwin fi Akhbar Al Qazwin, oleh Imam Ar Rafi’i, 1/139-140).

Diriwayatkan dari Abu Najih Al 'lrbadh ibn Sariyah RA., dimana beliau berkata: Rasulullah SAW telah menasihati kami suatu nasihat yang menggetarkan hati dan mencucurkan air mata. Hal itu seolah-olah merupakan nasihat orang yang mau mengucapkan selamat tinggal. Kami berkata: “Ya Rasulullah! Maka berikanlah kami wasiat!”. Baginda bersabda: Aku mewasiatkan kamu supaya bertaqwa kepada Allah SWT, supaya mendengar dan taat, sekalipun kamu diperintah oleh seorang hamba. Sesungguhnya, barangsiapa di kalangan kamu yang masih hidup nanti, niscaya dia akan melihat banyak perselisihan. Maka hendaklah kamu mengikuti sunnahku dan sunnah khulafa'ur Rasyidin yang mendapat hidayat. Gigitlah ia dengan kuat (yaitu berpegang teguhlah kamu dengan sunnah-sunnah tersebut) dan berwaspadalah kamu dari melakukan perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid'ah dan setiap bid'ah itu adalah sesat dan setiap kesesatan itu dalam neraka. (Hadis riwayat Abu Dawud dan Al Tirmizi. Al Tirmizi berkata ini hadis sahih).

Walau demikian, kaum muslimin tidak perlu berkecil hati, tidak perlu ragu dan bimbang, apalagi menggadaikan prinsip dan aqidahnya, sebab Allah SWT. telah berjanji akan menjaga agama ini, dan senantiasa akan membangkitkan dari ummat Islam orang-orang yang akan berjuang menghidupkan kembali kemurnian syari’at Islam yang telah ditinggalkan oleh manusia dan membersihkan segala penyelewengan yang dilekatkan kepadanya. Orang – orang terpilih ini nantinya yang akan kembali meluruskan agama islam ini setelah generasi – generasi yang rusak mencoba membengkokkannya.

“Dari sahabat Abu Hurairah rodiallahu ‘anhu dari Rasulullah Sallahu ’Alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah akan senantiasa mengutus (membangkitkan) untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun, orang-orang yang akan memperbaharui agama mereka.” (Riwayat Abu Dawud, Al Hakim, Al Baihaqi dan dishahihkan oleh Al Albani)

Ibnul Qayyim berkata: “Seandainya bukan karena adanya jaminan dari Allah yang akan senantiasa menjaga agama-Nya, dan janji Allah Ta’ala akan membangkitkan orang-orang yang akan memperbaharui rambu-rambu agama-Nya dan menghidupkan kembali syari’at-syari’at yang telah ditinggalkan oleh para penjaja kebatilan, dan menyegarkan segala yang telah dijadikan layu oleh orang-orang bodoh, niscaya tonggak-tonggak agama Islam akan tergoyahkan, dan menjadi rapuh bangunannya. Akan tetapi Allah Maha Memiliki karunia atas alam semesta.” (Madarijus Salikin, oleh Ibnul Qayyim 3/79).

Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Sesungguhnya Allah akan senantiasa membangkitkan untuk ummat ini pada setiap penghujung seratus tahun (setiap abad) orang-orang yang akan mengajari mereka as sunnah, dan menepis segala kedustaan atas Nabi Muhammad SAW., kemudian kami perhatikan, ternyata pada penghujung abad pertama ada Umar bin Abdul Aziz, dan pada penghujung abad kedua ada Imam As Syafi’i.” (Siyar A’alam An Nubala’ oleh Az Zahabi 10/46).

“Dari hadits dan beberapa penjelasan ulama’ diatas, dapat dipahami bahwa seorang mujaddid (pembaharu) tidaklah mungkin kecuali seorang ulama’ yang menguasai ilmu agama, disamping itu ulama’ tersebut cita-cita dan tekadnya siang dan malam ialah menghidupkan as sunnah, mengajarkannya, dan membela orang-orang yang mengamalkannya. Sebagaimana ia juga berjuang untuk menghapuskan praktek-praktek bid’ah, dan hal yang diada-adakan, serta memerangi para pelakunya, baik dengan lisan, tulisan, pendidikan atau dengan lainnya. Dan orang yang tidak memiliki kriteria demikian ini tidak dapat dikatakan sebagai seorang mujaddid (pembaharu), walaupun ia berilmu luas, dikenal oleh setiap orang, dan sebagai tempat mereka bertanya.” (‘Aunul Ma’bud, oleh Syamsu Al Haq Al ‘Azhim Abadi, 11/263).

Inilah pembaharuan yang ada dalam agama Islam, yaitu pembaharuan dalam wujud menghidupkan kembali ajaran syari’at yang telah ditinggalkan oleh masyarakat, dan memerangi penyelewengan yang telah merajalela. Dan sebagaimana disebutkan oleh Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, bahwa mujaddid (pembaharu) abad pertama ialah khalifah Umar bin Abdul Aziz, dan pada abad kedua adalah Imam As Syafi’i, rahimahumallah. Sejarah telah membuktikan bahwa yang dilakukan oleh kedua orang ini adalah menghidupkan sunnah, memerangi bid’ah, dan mengembalikan metode berfikir masyarakat dalam beragama kepada metode yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. kepada sahabatnya, yaitu tidak fanatik terhadap golongan, dan hanya Al Qur’an dan As Sunnah yang menjadi tolok ukur kebenaran.

Sumber : beberapa diambil dari tulisan Ustadz Muhammad Arifin Badri