Kamis, 05 Maret 2015

CADANGAN PENYANGGA ENERGI NASIONAL

Azmi dan Amir (2014) menyebutkan bahwa stok minyak mentah Indonesia hanya cukup untuk persediaan 3-4 hari. Sedangkan stok bahan bakar minyak (BBM) Pertamina hanya mampu melayani kebutuhan konsumsi kendaraan bermotor selama 21 hari. Kondisi ini cukup memprihatinkan berhubung akan berpotensi menimbulkan gejolak ekonomi jika terjadi gangguan pasokan minyak mentah dan BBM. Pasokan minyak mentah berperan penting dalam kontinuitas pengoperasian kilang dan keberlanjutan produksi BBM domestik. Sementara itu, pasokan BBM semakin berperan penting dalam aktivitas masyarakat, terutama di sektor transportasi. Bagi sektor industri pengkonsumsi BBM, ganggaun pasokan berarti kehilangan keuntungan yang bahkan mengancam keberlanjutan kegiatan operasional.

Salah satu upaya antisipasi terjadinya gangguan pasokan minyak dalam jangka pendek dapat dilakukan melalui pembentukan cadangan penyangga energi nasional. Cadangan penyangga energi nasional dapat berupa minyak mentah sebagai bahan baku BBM atau juga dapat berupa BBM itu sendiri. Minyak mentah dan BBM perlu disimpan dalam jumlah tertentu dalam rangka menjamin pasokan jika terjadi gangguan.

Sebenarnya, mengenai cadangan penyangga energi nasional ini telah diamanatkan dalam beberapa regulasi, yaitu sebagai berikut:
  1. UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan perlunya penyediakan Cadangan Strategis Minyak Bumi guna mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri dimana hal ini merupakan tugas Pemerintah melalui Badan Pengatur. Cadangan Strategis Minyak Bumi dipakai pada saat terganggunya pasokan Minyak Bumi guna mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri.
  2. Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas menjelaskan pengaturan tentang cadangan strategis minyak bumi dan cadangan bahan bakar minyak nasional. Cadangan ini hanya dipergunakan pada saat terjadinya kelangkaan kahan bakar Minyak. Pemerintah menetapkan jumlah dan jenis bahan bakar sedangkan pengaturan dan pengawasan dilaksanakan oleh Badan Pengatur.
  3. UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Dalam UU ini dinyatakan adanya kewajiban penyediaan cadangan penyangga energi yang pengaturannya dilakukan oleh Dewan Energi Nasional.
  4. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis cadangan energi yaitu cadangan strategis, cadangan penyangga energi, dan cadangan operasional. Cadangan penyangga energi merupakan cadangan di luar cadangan operasional yang penyediaannya dilakukan oleh badan usaha dan industri energi. Sementara itu, pengaturannya yang meliputi jenis, jumlah, waktu dan lokasi dikoordinasikan oleh Dewan Energi Nasional.

Berhubung telah didukung sejumlah regulasi, cadangan penyangga energi nasional seharusnya dapat segera direalisasikan. Namun demikian, pembangunan tangki-tangki penimbun minyak dalam rangka menampung cadangan penyangga energi nasional ini tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Rahman (2014) merekomendasikan utilisasi secara lebih maksimal terhadap tangki penimbun minyak yang sudah ada, baik di Hulu maupun di Hilir. Tangki-tangki minyak mentah dan BBM yang belum terutilisasi maksimal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai fasilitas penyimpanan cadangan penyangga energi. Dalam tahap awal, diupayakan Indonesia mampu memiliki sistem cadangan penyangga energi nasional yang minimal mampu memenuhi kebutuhan energi setara dengan 30 hari impor.

Sebagai perbandingan, sebagaimana disebutkan European Commission (2014), negara-negara anggota Uni Eropa diharuskan untuk melakukan penimbunan stok minyak yang banyaknya setara dengan 90 hari impor bersih minyak atau setara 61 hari konsumsi, dipilih mana dari keduanya yang lebih tinggi. Sementara itu, International Energy Agency (IEA) membuat aturan yang mengharuskan negara-negara anggotanya membentuk cadangan minyak strategis atau disebut juga sebagai cadangan minyak darurat yang banyaknya setara dengan 90 hari impor.

Dalam aturan tersebut IEA tidak menentukan jenis minyak yang harus disimpan, apakah berupa minyak mentah atau berupa bahan bakar minyak (BBM). Negara-negara anggota IEA yang memiliki industri kilang minyak yang besar akan cenderung menimbun lebih banyak minyak mentah dibandingkan BBM. Hal ini dalam rangka menjamin fleksibilitas kilang-kilang mereka ketika terjadi gangguan pasokan minyak mentah. Pada negara-negara yang memiliki kilang domestik yang relatif kecil dan lebih banyak tergantung kepada minyak impor, maka akan cenderung lebih banyak menimbun produk BBM.

Komitmen pembentukan stok minyak strategis ini dapat berupa stok minyak yang memang ditujukan untuk kondisi darurat dan juga stok minyak yang ditujukan untuk tujuan komersial dan oeprasional harian. Termasuk di dalamnya adalah stok minyak yang ada di kilang, di dermaga, dan di kapal tangker yang bersandar di dermaga. Beberapa jenis stok minyak lainnya tidak dimasukkan dalam terminologi ini, diantaranya yaitu stok minyak militer, stok minyak yang ada di dalam kapal tanker yang sedang berlayar di laut, minyak yang sedang mengalir di pipa, minyak yang disimpan stasiun-stasiun pengisian bahan bakar dan juga stok yang dilakukan secara inisiatif oleh konsumen akhir (tertiary stocks).

Berdasarkan data 2013, diketahui bahwa stok minyak negara-negara anggota IEA secara total terdiri dari 60% minyak mentah dan 40% BBM. IEA juga melaporkan bahwa 20 dari 28 anggotanya sudah memiliki cadangan minyak strategis yang mampu memenuhi kebutuhan setara 150 hari impor.

Beberapa negara anggota IEA juga merupakan anggota Uni Eropa. Jadi negara-negara ini harus mampu memenuhi regulasi kedua lembaga tersebut. Secara umum, terdapat tiga jenis skema penyimpanan yang digunakan oleh negara-negara IEA yakni sebagai berikut:
  1. Cadangan Industri
  2. Cadangan industri dibentuk oleh industri, baik untuk tujuan komersial atau untuk memenuhi regulasi yang ada. Perusahaan-perusahaan energi baik yang bertindak sebagai importer, pengilangan minyak, pemasok dan grosir produk, diharuskan untuk membentuk cadangan energi sendiri. Besar kapasitas stok minyak yang dikembangkan harus disesuikan dengan kontribusi perusahaan tersebut dalam import share atau persentase kontribusinya terhadap total penjualan dalam pasar domestik.
  3. Cadangan Pemerintah
  4. Cadangan Pemerintah merupakan cadangan minyak yang dimiliki pemerintah. Pembentukannya dibiayai melalui pendanaan pemerintah. Cadangan pemerintah ini secara eksklusif ditujukan hanya untuk upaya antisipasi kondisi darurat energi.
  5. Cadangan Agency
  6. Beberapa negara memiliki skema pengaturan stok minyak yang melibatkan pembentukan agency khusus yang terpisah. Tugas agency ini adalah untuk mengelola semua aktivitas kewajiban stok minyak yang ditentukan Pemerintah. Struktur agency skema kerjanya bervariasi antara satu negara dengan negara lain. beberapa negara memiiliki sistem skema government-administrated, negara lainnya menggunakan skema industry-led dan atau industry-owned.
  7. Cadangan Publik
  8. IEA menyebut stok pemerintah dan stok agency sebagai stok publik. Stok ini memiliki keuntungan untuk menyediakan indikasi yang jelas dari keberadaan minyak yang semata-mata ditujukan untuk tujuan antisipai kondisi darurat energi. Dewasa ini, peranan stok publik semakin meningkat terhadap potensi kemampuan respon tanggap darurat energi negara-negara anggota IEA secara keseluruhan.

Yergin (2006) menyebutkan bahwa cadangan minyak darurat IEA ini terbukti ampuh mengatasi gangguan pasokan minyak jangka pendek seperti pada saat Perang Teluk pada tahun 1991 dan badai Katrina di teluk Meksiko tahun 2005. Pada kedua peristiwa itulah, cadangan energi darurat negara-negara IEA ini sempat dilepaskan. Cadangan minyak darurat ini terbukti mampu meredam gejolak ekonomi serta menjaga stabilitas ekonomi global selama terjadi gangguan pasokan.

Seperti diketahui, Indonesia kini tidak lagi berperan sebagai negara eksporter minyak semenjak tahun 2004, dan kemudian resmi mundur dari keanggotaan OPEC tahun 2009. Produksi minyak Indonesia terus menurun. Dalam Outlook Energi Indonesia 2014 disebutkan pada tahun 2013 produksi minyak turun 16% dibandingkan tahun 2008. Di sisi lain konsumsi bahan bakar minyak semakin meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 2,6% per tahun pada rentang waktu dari tahun 2003 - 2013. Dapat dikatakan Indonesia semakin cenderung menjadi negara importer minyak. Karenanya, cadangan penyangga energi nasional semakin vital peranannya dalam menjamin keberlanjutan pasokan minyak terutama minyak impor. Baik yang berupa minyak mentah maupun BBM.

Dewan Energi Nasional (DEN) yang bertindak sebagai badan pengatur cadangan penyangga energi nasional sesuai amanat UU No. 30 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014, perlu segera mengkoordinasikan pihak-pihak terkait dalam rangka pembentukan kerangka kerja dan roadmap sistem cadangan penyangga energi nasional. Jumlah, lokasi, waktu dan jenis cadangan penyangga energi nasional khususnya minyak bumi perlu dirumuskan secara lebih detail. Di sisi lain mungkin akan diperlukan juga pemberian insentif-insentif khusus dalam rangka mendorong pengusaha energi yang ada di tanah air untuk dapat berperan aktif dalam pembentukan cadangan penyangga energi nasional. Harga minyak dunia yang turun drastis belakangan ini, harusnya merupakan momen yang tepat dalam rangka membentuk cadangan penyangga energi nasional secara masif.

Selain memfokuskan pada pembentukan sistem cadangan penyangga energi nasional yang berupa minyak bumi, dirasa perlu juga untuk mulai mempertimbangkan gas alam. Berbeda halnya dengan cadangan penyangga energi untuk minyak bumi, gas alam dapat disimpan dalam underground storage alami yang dapat berupa bekas reservoir minyak dan gas, aquifer, atau gua-gua bawah tanah. Gas alam dapat juga disimpan dalam above gorund storage yakni dalam bentuk LNG. (IEA, 2014). Sebagai above ground storage dalam kapasitas yang lebih kecil dapat juga disimpan dalam bentuk CNG.

Cadangan penyangga energi untuk gas alam ini akan menjadi semakin penting berhubung konsumsi gas alam dalam negeri yang cenderung akan semakin meningkat khususnya dalam memenuhi kebutuhan industri dan sektor pembangkit listrik. Potensi-potensi gas alam yang bertipe stranded atau volume kecil dan tersebar dapat terlebih dahulu disatukan ke dalam suatu wadah underground storage untuk dikumpulkan menjadi satu. Baru kemudian gas alam yang terkumpul ini diutilisasi. Tentunya mengenai hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut terkait aspek keekonomian dan teknologi.

Gambar 1. Salah satu contoh fasilitas underground gas storage terbesar yakni Mondara Gas Storage Facilities (MGSF) yang memanfaatkan depleted gas reservoir yang ada di Donggara, Australia bagian Barat.


Gambar 2. Salah satu ilustrasi contoh fasilitas underground gas storage yang memanfaatkan aquifer


Gambar 3. Salah satu ilustrasi contoh fasilitas underground gas storage yang memanfaatkan salt cavern

REFERENSI
  1. DEN. 2014. Outlook Energy Indonesia 2014. Dewan Energi Nasional.
  2. European Commission. 2014. In-depth study of European Energy Security. Commission Staff Working Document. Brussels : 2014.
  3. IEA. 2014. Energy Supply Security, Emergency Response of IEA Countries 2014. International Energy Agency. Paris, France.
  4. Rahman, Maizar. 2011. Cadangan Strategis Minyak Untuk Keamanan Energi Indonesia. Jakarta : LEMIGAS.
  5. Riza Azmi dan Hidayat Amir. 2014. Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia. Buletin Info Risiko Fiskal Edisi 1 Tahun 2014.
  6. Yergin, Daniel. 2006. Ensuring Energy Security. Foreign Affairs. Volume 85 No. 2

Minggu, 04 Januari 2015

MAULID NABI MUHAMMAD DAN IMPELEMENTASI SUNNAH DI TENGAH MASYARAKAT

Terdapat perbedaan pendapat mengenai tanggal dan bulan lahir Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Beliau lahir tanggal 8 Rabi’ul Awwal, seperti pendapat Ibnu Hazm. Ada pula yang mengatakan tanggal 10 Rabi’ul Awwal. Sementara ini pendapat yang masyhur adalah tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Selain itu ada juga yang mengatakan, Beliau dilahirkan pada bulan Ramadhan, ada pula yang mengatakan pada bulan Shafar. Sedangkan ahli hisab dan falak meneliti bahwa hari Senin, hari lahir Beliau bertepatan dengan 9 Rabi’ul Awwal.

Mengenai perayaan maulid Nabi sendiri belum ada prakteknya baik pada zaman Nabi Muhammad masih hidup, pada era Sahabat Nabi, hingga generasi tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan bahwa yang pertama kali mengadakan peringatan maulid Nabi adalah para raja kerajaan Fathimiyyah - Al ‘Ubaidiyyah yang dinasabkan kepada ‘Ubaidullah bin Maimun Al Qaddah Al Yahudi- mereka berkuasa di Mesir sejak tahun 357 H hingga 567 H. Para raja Fathimiyyah ini beragama Syi’ah Isma’iliyyah Rafidhiyyah. (Al Bidayah Wan Nihayah 11/172). Demikian pula yang dinyatakan oleh Al Miqrizi dalam kitabnya Al Mawaa’izh Wal I’tibar 1/490. (Lihat Ash Shufiyyah karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu hal. 43)

Adapun Asy Syaikh Ali Mahfuzh maka beliau berkata: “Di antara pakar sejarah ada yang menilai bahwa yang pertama kali mengadakan peringatan maulid Nabi ialah para raja kerajaan Fathimiyyah di Kairo, pada abad ke-4 H. Mereka menyelenggarakan enam perayaan maulid, yaitu maulid Nabi , maulid Imam Ali (bin Abi Thalib), maulid Sayyidah Fathimah Az Zahra, maulid Al Hasan dan Al Husain, dan maulid raja yang sedang berkuasa. Perayaan-perayaan tersebut terus berlangsung dengan berbagai modelnya, hingga akhirnya dilarang pada masa Raja Al Afdhal bin Amirul Juyusy. Namun kemudian dihidupkan kembali pada masa Al Hakim bin Amrullah pada tahun 524 H, setelah hampir dilupakan orang. (Al Ibda’ Fi Mazhahiril Ibtida’ , hal. 126).

Satu hal yang dapat dicermati di sini, perayaan maulid bukanlah suatu amalan yang diajarkan oleh Nabi, dan maulid Nabi juga tidak dipraktekkan oleh para Sahabat, serta tidak dilakukan oleh generasi tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Justru yang patut disayangkan adalah beredarnya sejumlah tuduhan keji yang disampaikan oleh sekelompok umat Islam pro maulid kepada mereka yang tidak pro maulid Nabi, dimana mereka yang tidak merayakan maulid dianggap tidak cinta Nabi. Hal ini merupakan tuduhan yang tidak bijak. Jika merayakan maulid merupakan standar ukuran bentuk cinta kepada Nabi, maka apakah kita berani mengatakan bahwa para Sahabat Nabi, generasi tabi'in, dan generasi tabiu'ut tabi'in tidak cinta kepada Nabi Muhammad karena mereka tidak merayakan maulid Nabi.

Seharusnya bentuk upaya menunjukkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad dilakukan dengan menegakkan sunnahnya, yaitu meneladani Nabi Muhammad baik cara berpenampilannya, cara berperilaku, dan juga cara memahami Al Quran dan As Sunnah. Selain itu juga berupaya mengamalkan anjuran-anjuran Nabi Muhammad dan menjauhi apa yang dilarang oleh Beliau. Hal inilah yang harus menjadi standar ukuran seberapa cinta seorang Muslim kepada Nabi Muhammad. Beberapa bentuk sunnah Nabi Muhammad, misalnya:

  1. Meniru cara Nabi berpenampilan seperti memelihara jenggot dan menipiskan kumis, memakai minyak wangi (bagi laki—laki), berpakaian tidak melebihi mata kaki (bagi laki-laki), rajin bersiwak, dll. Sedangkan adab berpenampilan bagi kaum wanita adalah sebagaimana diwajibkan berjilbab dalam Al Quran, dan juga sebagaimana dijelaskan secara rinci mengenai jilbab syar'i yang diperintahkan Nabi Muhammad yang tercatat dalam kitab-kitab hadis.
  2. Meneladani cara nabi berperilaku (berakhlak baik) misalnya berbuat baik terhadap orang tua, istri, anak-anak, sahabat, tetangga, non muslim yang tidak memerangi Islam, serta berbuat adil kepada kelompok-kelompok yang memusuhi Islam, dll. Selain itu juga disunnahkan mencintai para Sahabat Nabi, berupaya meneladani mereka dan tidak mencela seorangpun dari mereka. Di sisi lain juga disunnahkan mencintai para ulama yang berpegang teguh kepada Al Quran dan As Sunnah (terutama dari generasi tabi'in dan tabi'ut tabi'in) dan menghormati mereka.
  3. Melaksanakan amalan-amalan ibadah sunnah yang dianjurkan dan dicontohkan nabi, misalkan puasa sunnah, sholat jamaah di mesjid (bagi laki-laki), menegakkan sholat-sholat sunnah seperti tahajjud, dhuha, membaca dan memahami Al Quran, menghadiri majelis taklim, dll.

Beberapa bentuk sunnah yang disebutkan di atas merupakan renungan bagi kita semua sebagai umat Islam, dimana barangkali beberapa sunnah tersebut belum kita lakukan dan mungkin kita belum istiqomah di dalamnya. Atau bahkan mungkin beberapa sunnah tersebut sudah mulai kita tinggalkan dan terlebih lagi dikhawatirkan kita tergolong orang yang mencampakkan sunnah. Bukankah sering kita melihat para penegak sunnah malah menjadi bahan cemooh dan gunjingan. Tidak jarang kemudian sebagian umat Islam menyematkan  tuduhan teroris dan radikalis kepada penegak sunnah. Padahal permasalahan kelompok ekstrem (khawarij) adalah permasalahan yang perlu dibedakan dari penegakan sunnah.

Memang benar ada dari kalangan umat Islam yang terjebak dalam paham ekstremis (khawarij) dan kebetulan mereka konsisten dalam menunjukkan simbol-simbol Islam melalui penampilan mereka. Akan tetapi merupakan kesalahan fatal jika menyamaratakan semua umat Islam yang berpenampilan sunnah adalah berpaham teroris. Justru ini yang perlu kita renungkan bersama, teroris (khawarij) yang berpaham sesat saja sangat konsisten berpenampilan sunnah, masak umat Islam  yang mengaku cinta Nabi tidak mau dan enggan berpenampilan sunnah. Tentu saja mengenai permasalahan penegakan sunnah ini bukan hanya terbatas pada masalah sunnah berpenampilan saja, tetapi juga sunnah-sunnah yang lain. Inilah yang perlu menjadi bahan intropeksi bersama.

Kembali kepada permasalahan maulid, kaum muslimin yang merayakan maulid Nabi tentunya menyadari bahwa praktek maulid ini tidak ada anjurannya oleh Nabi Muhammad, tidak dipraktekkan para Sahabat Nabi, dan juga tidak dilakukan generasi tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Kaum muslimin pendukung perayaan Maulid juga telah menyatakan bahwa merayakan Maulid Nabi itu adalah bid'ah hasanah (bid'ah yang baik) sehingga walaupun tidak dicontohkan Nabi Muhammad, tidak dipraktekkan para Sahabat Nabi, dan juga tidak dilakukan generasi tabi'in dan tabi'ut tabi'in, tetapi maulid ini tidak apa-apa dilakukan.

Namun demikian, apapun alasannya, baik bagi yang pro maulid Nabi maupun yang tidak pro maulid, kita sebagai umat Islam harus senantiasa introspeksi diri setiap saat, bukan hanya pada momen perayaan maulid Nabi saja. Kita harus selalu introspeksi dan terus berupaya sekuat tenaga untuk menegakkan sunnah. Karena inilah yang paling penting. Dengan menegakkan sunah secara istiqomah maka Allah akan memberikan limpahan rahmat dan barokahnya kepada kita serta mudah-mudahan Allah memberikan kejayaan kepada kita. Dengan menegakkan sunnah, berarti kita telah menunjukkan bahwa kita benar-benar mencintai Rasulullah dan dengan demikian kita juga berarti mencintai Allah. Karena Allah berfirman:

Katakanlah (Muhammad): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al imron [3] : 31)


Karena itu, perayaan maulid Nabi janganlah membelenggu umat Islam pada sisi ritualitas semata yang cenderung mengarah kepada sebatas rutinitas seremonial. Seharusnya, jika memang hal itu merupakan bid'ah hasanah maka seharusnya maulid Nabi semakin mengarahkan umat Islam yang merayakannya kepada kecintaan dan komitmen terhadap penegakan sunnah-sunnah Nabi, dimana beberapa bentuk sunnah telah disebutkan di atas. Namun kenyatannya bisa dilihat sendiri di sekitar kita. Sungguh ironis, beberapa dari mereka yang merayakan maulid tidak jarang kemudian berkata-kata dan bertindak keji kepada mereka yang tidak pro maulid. Dan yang tidak pro maulid juga berkata-kata dan bertindak keji kepada saudara-saudaranya yang melakukan maulid. Akhirnya timbullah debat destruktif dan jauhlah ukhuwah. Padahal saling ber-amar makruf nahi munkar seharusnya dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya. Berupaya menghindari perdebatan dan membangun diskusi keilmuwan berdasarkan adab keIslaman. Dalam berdiskusi, kita harus melepaskan ego kelompok dan kembali berpegang dan rujuk kepada Al Aquran dan As Sunnah. Karena hanya dengan berpegang teguh kepada Al Quran dan Sunnah dengan semurni-murninya saja maka ukhuwah akan kembali tegak.


Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Al Imron [3] : 103)

Sebagai pesan penutup dan bahan masukan untuk kita semua, jangan sampai kita termasuk umat Islam yang begitu bersemangat dalam merayakan maulid Nabi, namun nyatanya malas dan enggan dalam menegakkan dan mengamalkan sunnah. Bahkan mungkin malah mengejek-ngejek saudaranya sesama muslim yang mengamalkan sunnah. Justru seharusnya mulailah dengan terus intropeksi dan meyakinkan diri kita masing-masing bahwa kita telah benar-benar secara konsisten menegakkan dan mengimplementasikan sunnah, baru rayakanlah maulid Nabi. Di sisi lain, bagi kaum muslimin yang tidak merayakan maulid juga lakukanlah diskusi amar makruf nahi mungkar dengan cara sebaik-baiknya. Janganlah terjebak pada perdebatan yang malah menjauhkan umat Islam dari hidayah dan ukhuwah, tetapi bangunlah diskusi yang konstruktif dengan adab keilmuwan Islam yang sebaik-baiknya.

Selebihnya teruslah waspada terhadap upaya-upaya musuh Islam yang terus berusaha menimbulkan kebencian dan perpecahan diantara umat Islam. Mereka juga terus berupaya menjauhkan umat Islam dari Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad. Bisa saja mereka berupaya melakukan makar tersebut dengan mengirim atau mendanai utusan-utusan yang menjelma menjadi tokoh-tokoh populer di kalangan umat Islam sendiri. Sehingga umat Islam yang kurang kuat dasar keilmuwannya akan begitu mudah terpengaruh dan bahkan menjadi fanatik sempit kepada tokoh-tokoh tersebut. Atau bisa juga upaya makar dilakukan melalui propaganda-propaganda dan provokasi-provokasi secara intensif di media cetak, eletronik, dan media sosial. Dimana propaganda dan provokasi ini didesain secara sistematis dan ditujukan untuk menimbulkan fitnah di internal umat Islam. Mengenai upaya-upaya makar tersebut kita harus terus waspada dan terus berupaya meningkatkan pengetahuan agama kita yang benar-benar bersumber dari Al Quran dan Al Hadis sesuai jalan pemahaman Rasulullah, para Sahabat Nabi, generasi Tabi'in, generasi Tabi'ut Tabi'in, serta ulama-ulama setelahnya, hingga masa kini dan masa mendatang yang paling konsisten mengikuti jalan pemahaman mereka.

Jumat, 26 Desember 2014

DIMANAKAH DZAT ALLAH?


Seringkali kita mendengar pertanyaan yang menggelitik akal dan rasio.

"Dimanakah Allah?"
"Apakah Allah ada di Ka'bah di Mekkah?"
"Masjid adalah rumah Allah, apakah Allah ada di setiap Mesjid?"

Ada juga yang bertanya:
"Kalau Arasy diciptakan Allah, dimanakah Allah tinggal sebelum Arasy ada?"

Mengenai pertanyaan-pertanyaan ini, Allah telah menjelaskan secukupnya melalui Al Quran dan Al Hadis sebatas apa yang kita perlukan, yang kemudian para ulama terdahulu telah memfinalkan pemahaman diantara mereka mengenai hal ini.

Allah telah mengabarkan mengenai persemayaman-NYA kepada kita di beberapa ayat Al Quran:

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al A'raf [7]:54)

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy untuk mengatur segala urusan. (QS. Yunus [10]:3)

Mengenai seperti apa visualisasi mengenai Arasy Allah, Allah bersabda:

"Dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung". (QS. At-Taubah: 119)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Maksudnya (QS. At-Taubah: 119) adalah bahwa Dia adalah pemilik segala sesuatu yang Penciptanya. Karena Dia pemilik Arasy yang agung yang menaungi seluruh makhluk. Seluruh makhluk di langit dan di bumi serta apa yang terdapat di dalamnya dan di antara keduanya berada di bawah Arasy dan berada di bawah kekuasaan Allah Ta'ala. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, dan kekuasaan-Nya terlaksana terhadap segala sesuatu, Dia adalah pelindung atas segala sesuatu." (Tafsir Ibnu Katsir, 2/405)

Arasy dipikul oleh Malaikat-Malaikat dan Arasy juga dikelilingi Malaikat-Malaikat lainnya. Malaikat-Malaikat pemikul Arasy dan Malaikat-Malaikat di sekelilingnya senantiasa bertasbih kepada Allah.

Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling Arasy bertasbih sambil memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan: "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam".(QS. Az Zumar[39]:75)

(Malaikat-malaikat) yang memikul Arasy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala,(QS. Al Mu'min [40]:7)

Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung Arasy Tuhanmu di atas (kepala) mereka. (QS. Al Haqqoh [69]:17)

"Aku telah diizinkan untuk menyampaikan tentang para malaikat Allah pembawa Arasy. Sesungguhnya antara daun telinga dan lehernya berjarak tujuh ratus tahun." (HR. Abu Daud, no. 4727)

Mengenai seperti apakah gambaran Arasy secara lebih detail tidaklah pantas bagi kita untuk mempertanyakannya. Hal ini berkenaan dengan kondisi akal dan nalar kita yang sangatlah terbatas dalam mempelajari yang ghaib. Termasuk bagaimana keadaan Allah beristiwa’ di atas Arasy-NYA, apakah duduk, berdiri, mengambang, atau menempel, semua ini bukanlah sesuatu yang esensial untuk didiskusikan. Yang perlu kita lakukan adalah mengimani bahwa Allah bersemayam di atas Arasy-NYA yang sungguh sangat besar dan jauhnya tak terkira. Kemudian perlu kita renungkan betapa kecilnya kita yang tinggal di bumi ini. Sehingga tidaklah pantas kita menyombongkan diri sedikitpun dihadapan Allah.

Selanjutnya mengenai pertanyaan mengenai "Dimanakah Allah sebelum Arasy diciptakan?" adalah juga termasuk hal-hal sangat ghaib yang tidak diceritakan dalam Kitab-Nya. Kalaupun dipikirkan apa perlunya? Singkat kata, dimana kedudukan Allah sebelum menciptakan langit dan Arasy, semua itu adalah keghaiban belaka. Sama ghaibnya dengan bagaimana keadaan Allah beristiwa’ di atas Arasy. Kita tidak dibebani kewajiban untuk menelusuri masalah-masalah seperti itu. Akal kita tak akan sampai pada kebenaran hakiki dalam hal seperti ini, kecuali kelak kita bisa tanyakan semua itu kepada Allah Ta’ala di Akhirat nanti. Tentunya dengan syarat, kita harus masuk syurga dulu.

Selain permasalahan di atas sesuatu yang wajib juga kita imani adalah aktivitas Allah yang senantiasa turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah:

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: “Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Dia berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku berikan, dan siapa yang yang memohon ampun kepadaKu, maka akan Aku ampuni”. HR. Bukhari: 1145 dan Muslim: 758.

Mengenai pertanyaan di bagian bumi manakah Allah turun pada malam hari berhubung adanya perbedaan waktu, hal ini juga adalah sesuatu yang Ghaib yang upaya mengetahuinya bukan sesuatu yang esensial dalam kegiatan ibadah kita. Yang penting kita mengetahui dan meyakini Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir dan kemudian memperbanyak ibadah pada waktu-waktu mustajab ini.

Jadi tidaklah benar jika ada orang yang mengatakan Allah ada dimana-mana. Sebagai orang yang beriman kita wajib mengimani bahwa Allah bersemayam di Arasy dan kemudian mengatur segala urusan-urusan mahluk-mahluk-Nya dan dibantu Malaikat-MalaikatNya yang senantiasa patuh kepada Allah. Allah juga turun ke langit dunia di sepertiga malam terakhir untuk menunjukkan betapa mustajabnya waktu-waktu ini bagi manusia beriman yang sedang beribadah. Selebihnya adalah hak prerogatif Allah untuk melakukan apa yang dikehendaki-NYA, karena bagi Allah segala sesuatunya sangatlah mudah dilakukan melalui kehendak-NYA, "Kun fayakun" (jadilah maka jadilah).

Suatu yang patut kita renungkan bersama mengenai masalah ini, mengapa tidak kita gunakan saja daya pikir kita tersebut untuk mempelajari Al Quran dan As Sunnah serta mengamalkannya. Bukankah masih banyak kitab tafsir, kitab fiqih, kitab hadis, kitab sejarah Para Nabi dan Rasul, kitab sejarah Para Sahabat dimana semuanya perlu kita pelajari. Kita bisa gunakan juga daya pikir kita untuk menghafalkan Al Quran dan Al Hadis atau setidaknya kita habiskan tenaga dan waktu kita untuk sekedar membaca Al Quran. Pada kesempatan lain kita bisa juga memberdayakan akal dan pikiran kita untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka membuka jalan-jalan hikmah sehingga kemudian dapat memperkuat keimanan kita. Dan masih banyak lagi bentuk amalan-amalan lain yang telah jelas dan nyata tuntunannya dari Nabi Muhammad.

Di antara perkara ghaib itu ada yang Allah ajarkan, dan ada pula yang tidak Dia ajarkan. Janganlah kita membuat syarat-syarat dalam keimanan kita. Misalnya, kalau masuk akal diimani, kalau tak masuk akal ditolak. Janganlah demikian, sebab hal itu dapat merusak keimanan kita. Dampak paling fatal kita akan terjebak dalam pemikiran liberal yang mengandalkan rasio semata. Agama Islam ini adalah agama wahyu, bukanlah agama yang diciptakan oleh akal dan pemikiran manusia.

Rasullulah berpesan:
Wahai kaum muslim. cukupkanlah diri kalian dengan apa yang telah aku tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kalian mendapat binasa karena mereka banyak bertanya dan suka menyalahi para Nabi mereka. Karena itu, bila aku perintahkan kalian mengerjakan sesuatu, laksanakanlah semampu kalian. Dan apabila aku larang kalian mengerjakan sesuatu, maka tinggalkanlah. (HR. Muslim)