Jumat, 06 Maret 2015

TINJAUAN KRITIS DEFINISI ENERGY SECURITY INDONESIA

Winzer (2011) menyebutkan bahwa definisi-definisi energy security yang ada selama ini memiliki perbedaan-perbedaan terutama dalam hal fokus pembahasan. Perbedaan-perbedaan fokus yang dimaksud terutama dalam menjabarkan dampak yang diukur serta dalam mendefinisikan kondisi tidak aman (unsecure). Prambudia dan Nakano (2012) menyebutkan bahwa energy security merupakan isu yang sulit dievaluasi karena sifatnya yang polisemik (multi intepretasi) dan meltidimensi. Sheth dan Hughes (2009) menyatakan bahwa energy security memiliki karkateristik natural yang lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif. Karenanya sulit untuk dilakukan pengukuran.

Bagi suatu negara atau kelompok negara, pendefinisan energy security ini merupakan langkah awal yang penting. Winzer (2011) menyebutkan bahwa belum jelasnya definisi energy security menyebabkan sulitnya energy security untuk diukur dan sukar untuk menyeimbangkannya dengan kebijakan-kebijakan sektor lain.

Salah satu definisi energy security yang sering menjadi referensi adalah definisi dari International Energy Agency (IEA). IEA mendefinisikan energy security sebagai ketersediaan energi secara fisik yang tak terputus-putus pada harga yang terjangkau dimana juga berorientasi pada isu lingkungan. (www.iea.org). Sebagai representasi negara-negara maju yang tergabung dalam Organization for Economic and Cooporation Development (OECD), definisi energy security versi IEA yang seperti ini mungkin sesuai. Negara-negara maju yang menerapkan konsep pasar liberal pada sektor energinya akan lebih memfokuskan kebijakan energy security mereka pada keamanan pasokan energi baik dari sisi volume maupun dari sisi harga. Sedangkan bagi Indonesia, tentunya akan dibutuhkan definisi yang lebih khusus berhubung karakteristik kondisi energi dan filosofi pengelolaan energi yang berbeda.

Di dalam Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional telah ditetapkan definisi energy security atau yang disebut sebagai ketahanan energi nasional, yakni sebagai berikut:

Ketahanan Energi adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup.

Melalui definisi ketahanan energi tersebut dapat dijabarkan beberapa komponen pembentuk energy security versi Indonesia yakni sebagai berikut:
  1. Ketersedian energi
  2. Akses masyarakat
  3. Harga energi yang terjangkau
  4. Jangka panjang
  5. Perlindungan terhadap lingkungan hidup

Definisi di atas dapat dikatakan telah cukup jelas. Ketersediaan energi dan keterjangkauan energi tersebut bagi masyarakat merupakan agenda utama. Begitu pula halnya dengan upaya perlindungan lingkungan. Namun demikian selain komponen ketersediaan, akses masyarakat, dan lingkungan, energy security juga tidak bisa dilepaskan dari sektor-sektor lain. Beberapa diantaranya adalah sektor ekonomi, sumber daya manusia, iptek, sosial, politik, dll. Kebijakan sektor energi tidak bisa berdiri sendiri karena akan saling terkait dengan kebijakan-kebijakan sektor lain.

Sebagai contoh, beberapa lembaga internasional secara rutin melakukan evaluasi energy security yang dipadukan dengan evaluasi terhadap komponen-komponen lain. World Energy Council (WEC) melakukan penilaian terhadap energy performance yang merupakan kombinasi penilaian terhadap energy security, energy equity, dan energy sustainability. Hasil penilaian terhadap ketiga komponen ini kemudian dipadukan lagi dengan hasil penilaian terhadap contextual framework yang mencakup penilaian yang lebih luas yaitu meliputi kondisi politik, sosial dan ekonomi. Hasil penilaian terhadap komponen-komponen tersebut kemudian disebut sebagai Energy Trilemma Index.

Gambar 1. Struktur Energy Trilemma Index
Sumber: WEC/Oliver Wyman, 2014 dalam 2014 World Energy Trilemma, WEC 2014

Berbeda dengan WEC, World Economic Forum (WEF) memadukan penilaian energy security ke dalam index gabungan yang terdiri dari tiga komponen yaitu Economic Growth and development, Enviromental sustainability, dan Energy accessibility and Security. Hasil penilaian index gabungan ini kemudian disebut sebagai Energy Architecture Performance Index (EAPI).

Tabel 1. Tabel Indikator-Indikator dan Pembobotannya dalam EAPI
Sumber : World Economic Forum 2014

Institute for 21st Century Energy – US Chamber of Commerce melakukan penilaian tingkat resiko energy security negara-negara. Jenis energi yang menjadi fokus evaluasi terbatas hanya pada minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Data-data negara-negara yang akan dievaluasi dikumpulkan dan kemudian dimasukkan ke dalam matrik penilaian. Skor total dari penilaian matirk ini kemudian disebut sebagai International Energy Security Risk.

Tabel 2. Klasifikasi Energy Security Matriks Yang Digunakan Pada Index Internasional
Sumber: Institute for 21st Century Energy. 2013.

Dengan demikian, upaya memperluas definisi ketahanan energi Indonesia tampaknya akan menjadi agenda yang cukup penting. Hal ini dalam rangka mengintegrasikan kebijakan-kebijakan energi dengan kebijakan-kebijakan sektor lain seperti lingkungan, perindustrian, riset dan teknologi, sosial, politik, ekonomi, hankam, dan sektor-sektor lainnya. Melalui pengintegrasian kebijakan energi dengan sektor lain diharapkan pengelolaan energi dapat lebih maksimal dan terhindar dari benturan antar kebijakan serta overlapping kebijakan.

Selain itu perlu dikembangkan juga parameter-parameter pengukuran yang jelas da terukur mengenai tingkat energy security Indonesia. Diutamakan parameter-parameter pengukuran tersebut dalam bentuk perhitungan kuantitatif. Hal ini dalam rangka mempermudah dalam mengkoneksikan pencapaian-pencapaian kebijakan sektor energi dengan pencapaian-pencapaian kebijakan sektor lain. Selain itu, hal ini juga dapat dijadikan sebagai perangkat monitoring pencapaian kebijakan energi secara rutin dan berkelanjutan. Lebih jauh lagi, parameter-parameter ini nantinya dapat juga dijadikan sebagai sarana benchmarking dengan negara-negara lain.

REFERENSI
  1. BPPT. 2014. Indonesia Energy Outlook 2014. Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
  2. DEN. 2014. Outlook Energy Indonesia 2014. Dewan Energi Nasional.
  3. Energy Information Administration. 2014. http://www.eia.gov/countries/
  4. European Commission. 2014. In-depth study of European Energy Security. Commission Staff Working Document. Brussels : 2014.
  5. IEA. 2015. www.iea.org
  6. Institute for 21st Century Energy. 2013. International Index of Energy Security Risk 2013 Edition. Washington DC : U.S. Chamber of Commerce. www.energyxxi.org
  7. Prambudia, Yudha & Nakano, Masaru. 2012. Integrated Simulation Model for Energy Security Evaluation. Energies 2012. www.mdpi.com/journal/energies
  8. Sheth, Niki dan Hughes, Larry. 2009. Quantifying energy security: An Analytic Hierarchy Process approach. http://lh.ece.dal.ca/enen
  9. Winzer, Christian. 2011. Conceptualizing energy Security. EPRG Working Paper 1123. Cambridge Working Paper in Economics 1151. www.eprg.group.cam.ac.uk
  10. World Economic Forum 2014. The Global Energy Architecture Performance Index Report 2015. Geneva, Swiss. www.weforum.org
  11. World Energy Council. 2014a. 2014 Energy Trilemma Index, Benchmarking the sustainability of national energy systems. London : World Energy Council. www.worldenergy.org/data/

Kamis, 05 Maret 2015

CADANGAN PENYANGGA ENERGI NASIONAL

Azmi dan Amir (2014) menyebutkan bahwa stok minyak mentah Indonesia hanya cukup untuk persediaan 3-4 hari. Sedangkan stok bahan bakar minyak (BBM) Pertamina hanya mampu melayani kebutuhan konsumsi kendaraan bermotor selama 21 hari. Kondisi ini cukup memprihatinkan berhubung akan berpotensi menimbulkan gejolak ekonomi jika terjadi gangguan pasokan minyak mentah dan BBM. Pasokan minyak mentah berperan penting dalam kontinuitas pengoperasian kilang dan keberlanjutan produksi BBM domestik. Sementara itu, pasokan BBM semakin berperan penting dalam aktivitas masyarakat, terutama di sektor transportasi. Bagi sektor industri pengkonsumsi BBM, ganggaun pasokan berarti kehilangan keuntungan yang bahkan mengancam keberlanjutan kegiatan operasional.

Salah satu upaya antisipasi terjadinya gangguan pasokan minyak dalam jangka pendek dapat dilakukan melalui pembentukan cadangan penyangga energi nasional. Cadangan penyangga energi nasional dapat berupa minyak mentah sebagai bahan baku BBM atau juga dapat berupa BBM itu sendiri. Minyak mentah dan BBM perlu disimpan dalam jumlah tertentu dalam rangka menjamin pasokan jika terjadi gangguan.

Sebenarnya, mengenai cadangan penyangga energi nasional ini telah diamanatkan dalam beberapa regulasi, yaitu sebagai berikut:
  1. UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan perlunya penyediakan Cadangan Strategis Minyak Bumi guna mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri dimana hal ini merupakan tugas Pemerintah melalui Badan Pengatur. Cadangan Strategis Minyak Bumi dipakai pada saat terganggunya pasokan Minyak Bumi guna mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri.
  2. Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas menjelaskan pengaturan tentang cadangan strategis minyak bumi dan cadangan bahan bakar minyak nasional. Cadangan ini hanya dipergunakan pada saat terjadinya kelangkaan kahan bakar Minyak. Pemerintah menetapkan jumlah dan jenis bahan bakar sedangkan pengaturan dan pengawasan dilaksanakan oleh Badan Pengatur.
  3. UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Dalam UU ini dinyatakan adanya kewajiban penyediaan cadangan penyangga energi yang pengaturannya dilakukan oleh Dewan Energi Nasional.
  4. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis cadangan energi yaitu cadangan strategis, cadangan penyangga energi, dan cadangan operasional. Cadangan penyangga energi merupakan cadangan di luar cadangan operasional yang penyediaannya dilakukan oleh badan usaha dan industri energi. Sementara itu, pengaturannya yang meliputi jenis, jumlah, waktu dan lokasi dikoordinasikan oleh Dewan Energi Nasional.

Berhubung telah didukung sejumlah regulasi, cadangan penyangga energi nasional seharusnya dapat segera direalisasikan. Namun demikian, pembangunan tangki-tangki penimbun minyak dalam rangka menampung cadangan penyangga energi nasional ini tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Rahman (2014) merekomendasikan utilisasi secara lebih maksimal terhadap tangki penimbun minyak yang sudah ada, baik di Hulu maupun di Hilir. Tangki-tangki minyak mentah dan BBM yang belum terutilisasi maksimal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai fasilitas penyimpanan cadangan penyangga energi. Dalam tahap awal, diupayakan Indonesia mampu memiliki sistem cadangan penyangga energi nasional yang minimal mampu memenuhi kebutuhan energi setara dengan 30 hari impor.

Sebagai perbandingan, sebagaimana disebutkan European Commission (2014), negara-negara anggota Uni Eropa diharuskan untuk melakukan penimbunan stok minyak yang banyaknya setara dengan 90 hari impor bersih minyak atau setara 61 hari konsumsi, dipilih mana dari keduanya yang lebih tinggi. Sementara itu, International Energy Agency (IEA) membuat aturan yang mengharuskan negara-negara anggotanya membentuk cadangan minyak strategis atau disebut juga sebagai cadangan minyak darurat yang banyaknya setara dengan 90 hari impor.

Dalam aturan tersebut IEA tidak menentukan jenis minyak yang harus disimpan, apakah berupa minyak mentah atau berupa bahan bakar minyak (BBM). Negara-negara anggota IEA yang memiliki industri kilang minyak yang besar akan cenderung menimbun lebih banyak minyak mentah dibandingkan BBM. Hal ini dalam rangka menjamin fleksibilitas kilang-kilang mereka ketika terjadi gangguan pasokan minyak mentah. Pada negara-negara yang memiliki kilang domestik yang relatif kecil dan lebih banyak tergantung kepada minyak impor, maka akan cenderung lebih banyak menimbun produk BBM.

Komitmen pembentukan stok minyak strategis ini dapat berupa stok minyak yang memang ditujukan untuk kondisi darurat dan juga stok minyak yang ditujukan untuk tujuan komersial dan oeprasional harian. Termasuk di dalamnya adalah stok minyak yang ada di kilang, di dermaga, dan di kapal tangker yang bersandar di dermaga. Beberapa jenis stok minyak lainnya tidak dimasukkan dalam terminologi ini, diantaranya yaitu stok minyak militer, stok minyak yang ada di dalam kapal tanker yang sedang berlayar di laut, minyak yang sedang mengalir di pipa, minyak yang disimpan stasiun-stasiun pengisian bahan bakar dan juga stok yang dilakukan secara inisiatif oleh konsumen akhir (tertiary stocks).

Berdasarkan data 2013, diketahui bahwa stok minyak negara-negara anggota IEA secara total terdiri dari 60% minyak mentah dan 40% BBM. IEA juga melaporkan bahwa 20 dari 28 anggotanya sudah memiliki cadangan minyak strategis yang mampu memenuhi kebutuhan setara 150 hari impor.

Beberapa negara anggota IEA juga merupakan anggota Uni Eropa. Jadi negara-negara ini harus mampu memenuhi regulasi kedua lembaga tersebut. Secara umum, terdapat tiga jenis skema penyimpanan yang digunakan oleh negara-negara IEA yakni sebagai berikut:
  1. Cadangan Industri
  2. Cadangan industri dibentuk oleh industri, baik untuk tujuan komersial atau untuk memenuhi regulasi yang ada. Perusahaan-perusahaan energi baik yang bertindak sebagai importer, pengilangan minyak, pemasok dan grosir produk, diharuskan untuk membentuk cadangan energi sendiri. Besar kapasitas stok minyak yang dikembangkan harus disesuikan dengan kontribusi perusahaan tersebut dalam import share atau persentase kontribusinya terhadap total penjualan dalam pasar domestik.
  3. Cadangan Pemerintah
  4. Cadangan Pemerintah merupakan cadangan minyak yang dimiliki pemerintah. Pembentukannya dibiayai melalui pendanaan pemerintah. Cadangan pemerintah ini secara eksklusif ditujukan hanya untuk upaya antisipasi kondisi darurat energi.
  5. Cadangan Agency
  6. Beberapa negara memiliki skema pengaturan stok minyak yang melibatkan pembentukan agency khusus yang terpisah. Tugas agency ini adalah untuk mengelola semua aktivitas kewajiban stok minyak yang ditentukan Pemerintah. Struktur agency skema kerjanya bervariasi antara satu negara dengan negara lain. beberapa negara memiiliki sistem skema government-administrated, negara lainnya menggunakan skema industry-led dan atau industry-owned.
  7. Cadangan Publik
  8. IEA menyebut stok pemerintah dan stok agency sebagai stok publik. Stok ini memiliki keuntungan untuk menyediakan indikasi yang jelas dari keberadaan minyak yang semata-mata ditujukan untuk tujuan antisipai kondisi darurat energi. Dewasa ini, peranan stok publik semakin meningkat terhadap potensi kemampuan respon tanggap darurat energi negara-negara anggota IEA secara keseluruhan.

Yergin (2006) menyebutkan bahwa cadangan minyak darurat IEA ini terbukti ampuh mengatasi gangguan pasokan minyak jangka pendek seperti pada saat Perang Teluk pada tahun 1991 dan badai Katrina di teluk Meksiko tahun 2005. Pada kedua peristiwa itulah, cadangan energi darurat negara-negara IEA ini sempat dilepaskan. Cadangan minyak darurat ini terbukti mampu meredam gejolak ekonomi serta menjaga stabilitas ekonomi global selama terjadi gangguan pasokan.

Seperti diketahui, Indonesia kini tidak lagi berperan sebagai negara eksporter minyak semenjak tahun 2004, dan kemudian resmi mundur dari keanggotaan OPEC tahun 2009. Produksi minyak Indonesia terus menurun. Dalam Outlook Energi Indonesia 2014 disebutkan pada tahun 2013 produksi minyak turun 16% dibandingkan tahun 2008. Di sisi lain konsumsi bahan bakar minyak semakin meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 2,6% per tahun pada rentang waktu dari tahun 2003 - 2013. Dapat dikatakan Indonesia semakin cenderung menjadi negara importer minyak. Karenanya, cadangan penyangga energi nasional semakin vital peranannya dalam menjamin keberlanjutan pasokan minyak terutama minyak impor. Baik yang berupa minyak mentah maupun BBM.

Dewan Energi Nasional (DEN) yang bertindak sebagai badan pengatur cadangan penyangga energi nasional sesuai amanat UU No. 30 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014, perlu segera mengkoordinasikan pihak-pihak terkait dalam rangka pembentukan kerangka kerja dan roadmap sistem cadangan penyangga energi nasional. Jumlah, lokasi, waktu dan jenis cadangan penyangga energi nasional khususnya minyak bumi perlu dirumuskan secara lebih detail. Di sisi lain mungkin akan diperlukan juga pemberian insentif-insentif khusus dalam rangka mendorong pengusaha energi yang ada di tanah air untuk dapat berperan aktif dalam pembentukan cadangan penyangga energi nasional. Harga minyak dunia yang turun drastis belakangan ini, harusnya merupakan momen yang tepat dalam rangka membentuk cadangan penyangga energi nasional secara masif.

Selain memfokuskan pada pembentukan sistem cadangan penyangga energi nasional yang berupa minyak bumi, dirasa perlu juga untuk mulai mempertimbangkan gas alam. Berbeda halnya dengan cadangan penyangga energi untuk minyak bumi, gas alam dapat disimpan dalam underground storage alami yang dapat berupa bekas reservoir minyak dan gas, aquifer, atau gua-gua bawah tanah. Gas alam dapat juga disimpan dalam above gorund storage yakni dalam bentuk LNG. (IEA, 2014). Sebagai above ground storage dalam kapasitas yang lebih kecil dapat juga disimpan dalam bentuk CNG.

Cadangan penyangga energi untuk gas alam ini akan menjadi semakin penting berhubung konsumsi gas alam dalam negeri yang cenderung akan semakin meningkat khususnya dalam memenuhi kebutuhan industri dan sektor pembangkit listrik. Potensi-potensi gas alam yang bertipe stranded atau volume kecil dan tersebar dapat terlebih dahulu disatukan ke dalam suatu wadah underground storage untuk dikumpulkan menjadi satu. Baru kemudian gas alam yang terkumpul ini diutilisasi. Tentunya mengenai hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut terkait aspek keekonomian dan teknologi.

Gambar 1. Salah satu contoh fasilitas underground gas storage terbesar yakni Mondara Gas Storage Facilities (MGSF) yang memanfaatkan depleted gas reservoir yang ada di Donggara, Australia bagian Barat.


Gambar 2. Salah satu ilustrasi contoh fasilitas underground gas storage yang memanfaatkan aquifer


Gambar 3. Salah satu ilustrasi contoh fasilitas underground gas storage yang memanfaatkan salt cavern

REFERENSI
  1. DEN. 2014. Outlook Energy Indonesia 2014. Dewan Energi Nasional.
  2. European Commission. 2014. In-depth study of European Energy Security. Commission Staff Working Document. Brussels : 2014.
  3. IEA. 2014. Energy Supply Security, Emergency Response of IEA Countries 2014. International Energy Agency. Paris, France.
  4. Rahman, Maizar. 2011. Cadangan Strategis Minyak Untuk Keamanan Energi Indonesia. Jakarta : LEMIGAS.
  5. Riza Azmi dan Hidayat Amir. 2014. Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia. Buletin Info Risiko Fiskal Edisi 1 Tahun 2014.
  6. Yergin, Daniel. 2006. Ensuring Energy Security. Foreign Affairs. Volume 85 No. 2

Minggu, 04 Januari 2015

MAULID NABI MUHAMMAD DAN IMPELEMENTASI SUNNAH DI TENGAH MASYARAKAT

Terdapat perbedaan pendapat mengenai tanggal dan bulan lahir Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Beliau lahir tanggal 8 Rabi’ul Awwal, seperti pendapat Ibnu Hazm. Ada pula yang mengatakan tanggal 10 Rabi’ul Awwal. Sementara ini pendapat yang masyhur adalah tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Selain itu ada juga yang mengatakan, Beliau dilahirkan pada bulan Ramadhan, ada pula yang mengatakan pada bulan Shafar. Sedangkan ahli hisab dan falak meneliti bahwa hari Senin, hari lahir Beliau bertepatan dengan 9 Rabi’ul Awwal.

Mengenai perayaan maulid Nabi sendiri belum ada prakteknya baik pada zaman Nabi Muhammad masih hidup, pada era Sahabat Nabi, hingga generasi tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan bahwa yang pertama kali mengadakan peringatan maulid Nabi adalah para raja kerajaan Fathimiyyah - Al ‘Ubaidiyyah yang dinasabkan kepada ‘Ubaidullah bin Maimun Al Qaddah Al Yahudi- mereka berkuasa di Mesir sejak tahun 357 H hingga 567 H. Para raja Fathimiyyah ini beragama Syi’ah Isma’iliyyah Rafidhiyyah. (Al Bidayah Wan Nihayah 11/172). Demikian pula yang dinyatakan oleh Al Miqrizi dalam kitabnya Al Mawaa’izh Wal I’tibar 1/490. (Lihat Ash Shufiyyah karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu hal. 43)

Adapun Asy Syaikh Ali Mahfuzh maka beliau berkata: “Di antara pakar sejarah ada yang menilai bahwa yang pertama kali mengadakan peringatan maulid Nabi ialah para raja kerajaan Fathimiyyah di Kairo, pada abad ke-4 H. Mereka menyelenggarakan enam perayaan maulid, yaitu maulid Nabi , maulid Imam Ali (bin Abi Thalib), maulid Sayyidah Fathimah Az Zahra, maulid Al Hasan dan Al Husain, dan maulid raja yang sedang berkuasa. Perayaan-perayaan tersebut terus berlangsung dengan berbagai modelnya, hingga akhirnya dilarang pada masa Raja Al Afdhal bin Amirul Juyusy. Namun kemudian dihidupkan kembali pada masa Al Hakim bin Amrullah pada tahun 524 H, setelah hampir dilupakan orang. (Al Ibda’ Fi Mazhahiril Ibtida’ , hal. 126).

Satu hal yang dapat dicermati di sini, perayaan maulid bukanlah suatu amalan yang diajarkan oleh Nabi, dan maulid Nabi juga tidak dipraktekkan oleh para Sahabat, serta tidak dilakukan oleh generasi tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Justru yang patut disayangkan adalah beredarnya sejumlah tuduhan keji yang disampaikan oleh sekelompok umat Islam pro maulid kepada mereka yang tidak pro maulid Nabi, dimana mereka yang tidak merayakan maulid dianggap tidak cinta Nabi. Hal ini merupakan tuduhan yang tidak bijak. Jika merayakan maulid merupakan standar ukuran bentuk cinta kepada Nabi, maka apakah kita berani mengatakan bahwa para Sahabat Nabi, generasi tabi'in, dan generasi tabiu'ut tabi'in tidak cinta kepada Nabi Muhammad karena mereka tidak merayakan maulid Nabi.

Seharusnya bentuk upaya menunjukkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad dilakukan dengan menegakkan sunnahnya, yaitu meneladani Nabi Muhammad baik cara berpenampilannya, cara berperilaku, dan juga cara memahami Al Quran dan As Sunnah. Selain itu juga berupaya mengamalkan anjuran-anjuran Nabi Muhammad dan menjauhi apa yang dilarang oleh Beliau. Hal inilah yang harus menjadi standar ukuran seberapa cinta seorang Muslim kepada Nabi Muhammad. Beberapa bentuk sunnah Nabi Muhammad, misalnya:

  1. Meniru cara Nabi berpenampilan seperti memelihara jenggot dan menipiskan kumis, memakai minyak wangi (bagi laki—laki), berpakaian tidak melebihi mata kaki (bagi laki-laki), rajin bersiwak, dll. Sedangkan adab berpenampilan bagi kaum wanita adalah sebagaimana diwajibkan berjilbab dalam Al Quran, dan juga sebagaimana dijelaskan secara rinci mengenai jilbab syar'i yang diperintahkan Nabi Muhammad yang tercatat dalam kitab-kitab hadis.
  2. Meneladani cara nabi berperilaku (berakhlak baik) misalnya berbuat baik terhadap orang tua, istri, anak-anak, sahabat, tetangga, non muslim yang tidak memerangi Islam, serta berbuat adil kepada kelompok-kelompok yang memusuhi Islam, dll. Selain itu juga disunnahkan mencintai para Sahabat Nabi, berupaya meneladani mereka dan tidak mencela seorangpun dari mereka. Di sisi lain juga disunnahkan mencintai para ulama yang berpegang teguh kepada Al Quran dan As Sunnah (terutama dari generasi tabi'in dan tabi'ut tabi'in) dan menghormati mereka.
  3. Melaksanakan amalan-amalan ibadah sunnah yang dianjurkan dan dicontohkan nabi, misalkan puasa sunnah, sholat jamaah di mesjid (bagi laki-laki), menegakkan sholat-sholat sunnah seperti tahajjud, dhuha, membaca dan memahami Al Quran, menghadiri majelis taklim, dll.

Beberapa bentuk sunnah yang disebutkan di atas merupakan renungan bagi kita semua sebagai umat Islam, dimana barangkali beberapa sunnah tersebut belum kita lakukan dan mungkin kita belum istiqomah di dalamnya. Atau bahkan mungkin beberapa sunnah tersebut sudah mulai kita tinggalkan dan terlebih lagi dikhawatirkan kita tergolong orang yang mencampakkan sunnah. Bukankah sering kita melihat para penegak sunnah malah menjadi bahan cemooh dan gunjingan. Tidak jarang kemudian sebagian umat Islam menyematkan  tuduhan teroris dan radikalis kepada penegak sunnah. Padahal permasalahan kelompok ekstrem (khawarij) adalah permasalahan yang perlu dibedakan dari penegakan sunnah.

Memang benar ada dari kalangan umat Islam yang terjebak dalam paham ekstremis (khawarij) dan kebetulan mereka konsisten dalam menunjukkan simbol-simbol Islam melalui penampilan mereka. Akan tetapi merupakan kesalahan fatal jika menyamaratakan semua umat Islam yang berpenampilan sunnah adalah berpaham teroris. Justru ini yang perlu kita renungkan bersama, teroris (khawarij) yang berpaham sesat saja sangat konsisten berpenampilan sunnah, masak umat Islam  yang mengaku cinta Nabi tidak mau dan enggan berpenampilan sunnah. Tentu saja mengenai permasalahan penegakan sunnah ini bukan hanya terbatas pada masalah sunnah berpenampilan saja, tetapi juga sunnah-sunnah yang lain. Inilah yang perlu menjadi bahan intropeksi bersama.

Kembali kepada permasalahan maulid, kaum muslimin yang merayakan maulid Nabi tentunya menyadari bahwa praktek maulid ini tidak ada anjurannya oleh Nabi Muhammad, tidak dipraktekkan para Sahabat Nabi, dan juga tidak dilakukan generasi tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Kaum muslimin pendukung perayaan Maulid juga telah menyatakan bahwa merayakan Maulid Nabi itu adalah bid'ah hasanah (bid'ah yang baik) sehingga walaupun tidak dicontohkan Nabi Muhammad, tidak dipraktekkan para Sahabat Nabi, dan juga tidak dilakukan generasi tabi'in dan tabi'ut tabi'in, tetapi maulid ini tidak apa-apa dilakukan.

Namun demikian, apapun alasannya, baik bagi yang pro maulid Nabi maupun yang tidak pro maulid, kita sebagai umat Islam harus senantiasa introspeksi diri setiap saat, bukan hanya pada momen perayaan maulid Nabi saja. Kita harus selalu introspeksi dan terus berupaya sekuat tenaga untuk menegakkan sunnah. Karena inilah yang paling penting. Dengan menegakkan sunah secara istiqomah maka Allah akan memberikan limpahan rahmat dan barokahnya kepada kita serta mudah-mudahan Allah memberikan kejayaan kepada kita. Dengan menegakkan sunnah, berarti kita telah menunjukkan bahwa kita benar-benar mencintai Rasulullah dan dengan demikian kita juga berarti mencintai Allah. Karena Allah berfirman:

Katakanlah (Muhammad): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al imron [3] : 31)


Karena itu, perayaan maulid Nabi janganlah membelenggu umat Islam pada sisi ritualitas semata yang cenderung mengarah kepada sebatas rutinitas seremonial. Seharusnya, jika memang hal itu merupakan bid'ah hasanah maka seharusnya maulid Nabi semakin mengarahkan umat Islam yang merayakannya kepada kecintaan dan komitmen terhadap penegakan sunnah-sunnah Nabi, dimana beberapa bentuk sunnah telah disebutkan di atas. Namun kenyatannya bisa dilihat sendiri di sekitar kita. Sungguh ironis, beberapa dari mereka yang merayakan maulid tidak jarang kemudian berkata-kata dan bertindak keji kepada mereka yang tidak pro maulid. Dan yang tidak pro maulid juga berkata-kata dan bertindak keji kepada saudara-saudaranya yang melakukan maulid. Akhirnya timbullah debat destruktif dan jauhlah ukhuwah. Padahal saling ber-amar makruf nahi munkar seharusnya dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya. Berupaya menghindari perdebatan dan membangun diskusi keilmuwan berdasarkan adab keIslaman. Dalam berdiskusi, kita harus melepaskan ego kelompok dan kembali berpegang dan rujuk kepada Al Aquran dan As Sunnah. Karena hanya dengan berpegang teguh kepada Al Quran dan Sunnah dengan semurni-murninya saja maka ukhuwah akan kembali tegak.


Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Al Imron [3] : 103)

Sebagai pesan penutup dan bahan masukan untuk kita semua, jangan sampai kita termasuk umat Islam yang begitu bersemangat dalam merayakan maulid Nabi, namun nyatanya malas dan enggan dalam menegakkan dan mengamalkan sunnah. Bahkan mungkin malah mengejek-ngejek saudaranya sesama muslim yang mengamalkan sunnah. Justru seharusnya mulailah dengan terus intropeksi dan meyakinkan diri kita masing-masing bahwa kita telah benar-benar secara konsisten menegakkan dan mengimplementasikan sunnah, baru rayakanlah maulid Nabi. Di sisi lain, bagi kaum muslimin yang tidak merayakan maulid juga lakukanlah diskusi amar makruf nahi mungkar dengan cara sebaik-baiknya. Janganlah terjebak pada perdebatan yang malah menjauhkan umat Islam dari hidayah dan ukhuwah, tetapi bangunlah diskusi yang konstruktif dengan adab keilmuwan Islam yang sebaik-baiknya.

Selebihnya teruslah waspada terhadap upaya-upaya musuh Islam yang terus berusaha menimbulkan kebencian dan perpecahan diantara umat Islam. Mereka juga terus berupaya menjauhkan umat Islam dari Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad. Bisa saja mereka berupaya melakukan makar tersebut dengan mengirim atau mendanai utusan-utusan yang menjelma menjadi tokoh-tokoh populer di kalangan umat Islam sendiri. Sehingga umat Islam yang kurang kuat dasar keilmuwannya akan begitu mudah terpengaruh dan bahkan menjadi fanatik sempit kepada tokoh-tokoh tersebut. Atau bisa juga upaya makar dilakukan melalui propaganda-propaganda dan provokasi-provokasi secara intensif di media cetak, eletronik, dan media sosial. Dimana propaganda dan provokasi ini didesain secara sistematis dan ditujukan untuk menimbulkan fitnah di internal umat Islam. Mengenai upaya-upaya makar tersebut kita harus terus waspada dan terus berupaya meningkatkan pengetahuan agama kita yang benar-benar bersumber dari Al Quran dan Al Hadis sesuai jalan pemahaman Rasulullah, para Sahabat Nabi, generasi Tabi'in, generasi Tabi'ut Tabi'in, serta ulama-ulama setelahnya, hingga masa kini dan masa mendatang yang paling konsisten mengikuti jalan pemahaman mereka.