Rabu, 02 November 2016

HIDROGEN, ENERGI ALTERNATIF YANG SANGAT POTENSIAL UNTUK DIKEMBANGKAN

Gambar 1. Skema pemanfaatan hydrogen fuel cell
Sumber: The National Energy Education Project dalam www.eia.org

Hidrogen (H2) merupakan elemen teringan. Pada temperatur dan tekanan normal, hidrogen berada dalam bentuk gas. Hidrogen dapat terkondensasi menjadi cair pada temperatur -253° Celsius (-423° F). Hidrogen merupakan elemen paling sederhana. Satu atom hidrogen hanya memiliki satu proton. Hidrogen juga merupakan gas yang paling banyak ditemukan di alam semesta. Bintang-bintang seperti matahari mengandung hidrogen yang bertindak sebagai komponen utama.

Matahari pada dasarnya merupakan bola hidrogen dan helium raksasa. Pada inti matahari, atom-atom hidrogen digabungkan untuk membentuk atom helium. Proses ini disebut sebagai reaksi fusi yang kemudian menghasilkan energi sinar matahari. Energi matahari merupakan energi penopang kehidupan. Energi ini memberi kita cahaya dan membantu tumbuhan untuk tumbuh. Energi matahari ini disimpan sebagai energi kimia pada bahan bakar fosil. Sebagian besar energi yang kita gunakan saat ini sebenarnya berasal dari energi matahari.

Gas hidrogen lebih ringan dari udara sehingga akan cepat naik ke angkasa dan keluar dari atmosfer bumi. Inilah penyebab mengapa H2 tidak ditemukan sebagai gas di bumi. Gas hidrogen hanya ditemukan dalam bentuk senyawa dengan elemen lainnya. Hidrogen dikombinasikan dengan oksigen, membentuk air (H2O). Hidrogen dikombinasikan dengan karbon, membentuk bermacam-macam senyawa seperti methane (CH4), batubara, dan minyak bumi. Hidrogen dapat ditemukan pada semua benda yang tumbuh. Hidrogen sebagai senyawa juga ditemukan melimpah pada lapisan kerak bumi. Hidrogen memiliki kandungan energi terbesar dibandingkan bahan bakar lain dari sisi beratnya (tiga kali lebih besar dari bensin) tetapi memiliki kandungan energi terkecil dari sisi volume (sekitar 4 kali lebih kecil dari bensin).

Hidrogen merupakan sarana pembawa energi seperti halnya listrik. Hidrogen harus diproduksi dari substansi lain. Hidrogen yang ada di bumi tidak berada dalam bentuk yang siap digunakan sebagai bahan bakar. Bahan bakar hidrogen dapat diproduksi dari sumber bahan bakar fosil dan energi terbarukan. Produksi hidrogen dari energi terbarukan merupakan proses yang relatif mahal.

Kini, hidrogen masih belum banyak digunakan secara luas. Akan tetapi hidrogen memiliki potensi besar di masa mendatang. Hidrogen dapat diproduksi dari berbagai macam sumber seperti air, bahan bakar fosil, atau biomassa. Hidrogen biasanya juga merupakan produk sampingan dari banyak proses kimia.

Karena hidrogen tidak eksis di permukaan bumi sebagai gas, hidrogen harus diekstraksi dari senyawanya dengan elemen lain. Atom hidrogen dapat dipisahkan dari molekul air, biomassa atau gas alam.

Terdapat dua metode yang umum digunakan untuk memproduksi hidrogen, yakni steam reforming dan electrolysis (pemecahan molekul air / water splitting). (www.eia.org).

Steam reforming (pembentukan uap) merupakan metode yang banyak digunakan dan juga paling murah untuk memproduksi hidrogen. Pada proses ini gas alam diuraikan dengan menggunakan uap panas (steam) yang dipadukan katalis dan kemudian dihasilkan gas yang kaya kandungan hidrogen. (AGA, 2014). Metode ini digunakan di industri untuk memisahkan atom hidrogen dari karbon pada senyawa methane (CH4). Proses steam reforming menghasilkan emisi carbon dioksida (CO2).

Electrolysis merupakan proses yang memisahkan hidrogen dari air dengan menggunakan arus listrik. Proses ini dapat digunakan pada skala kecil dan juga besar. Electrolysis tidak menghasilkan emisi. Produknya adalah hidrogen dan oksigen. Namun demikian, jika listrik yang digunakan pada proses ini berasal dari pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil, maka akan terdapat produk emisi dan karbon dioksida sebagai produk sampingan. Untuk itu, listrik yang digunakan dalam proses ini seharusnya dari sumber energi terbarukan seperti energi angin dan matahari.

Selain kedua metode di atas, para peneliti di dunia sedang mengembangkan metode-metode lainnya. Beberapa di antara metode yang sedang dikembangkan adalah penggunaan mikroba yang menggunakan cahaya untuk menghasilkan hidrogen, mengkonversi biomassa menjadi cairan dan kemudian memisahkan hidrogen yang dikandungnya, menggunakan teknologi energi matahari untuk memisahkan hidrogen dari molekul air. (www.eia.org).

Hingga sejauh ini hidrogen digunakan pada beberapa aplikasi. Di Amerika Serikat, hidrogen banyak digunakan di sektor industri. Misalnya untuk pengolahan minyak, pengolahan logam, produksi pupuk, dan pemprosesan makanan. National Aeronautics and Space Administration (NASA) merupakan pengguna hidrogen terbesar sebagai bahan bakar roket. Penggunaan hidrogen cair sebagai bahan bakar untuk pertama kalinya telah dilakukan pada tahun 1950-an. Bahan bakar hydrogen fuel cell digunakan untuk mensuplai tenaga listrik pada sistem kelistrikan pesawat ruang angkasa. (www.eia.org).

Di Amerika Serikat, gas alam merupakan bahan baku dari 95% bahan bakar hidrogen yang diproduksi. Jumlah total hidrogen yang diproduksi Amerika Serikat adalah sekitar 9 juta ton per tahun. Sebagian besar hidrogen ini digunakan untuk keperluan industri dan kilang minyak. Sembilan juta ton hidrogen ini cukup untuk mengisi sekitar 35 juta kendaraan berbahan bakar hidrogen (FCEV). (Joan Ogden dkk., 2014).

Hydrogen fuel cell memproduksi listrik dengan menggabungkan atom hidrogen dan atom oksigen. Penggabungan ini menghasilkan arus listrik. Hydrogen fuel cell sangat efisien, tetapi sangat mahal untuk dibuat. Terdapat banyak tipe fuel cell yang dapat digunakan untuk berbagai aplikasi. Fuel cell skala kecil telah dikembangkan untuk menyuplai listrik pada laptop, handphone, dan aplikasi militer. Fuel cell skala besar dapat menjadi sumber energi darurat pada gedung-gedung dan juga di daerah terpencil yang belum memiliki jaringan listrik. (www.eia.org).

Referensi : Apriyanto, Alek Kurniawan. 2015. Membangun Energy Security Indonesia. Jakarta : Pustaka Muda.
Buku ini tersedia pada : https://www.tokopedia.com/bukuqu/membangun-energy-security-indonesia

Selasa, 01 November 2016

TANTANGAN PENGELOLAAN ENERGI DI MASA DEPAN




Ternyata tidak terasa telah lebih dari satu abad manusia memasuki era industri. Era industri ini ditandai dengan konsumsi energi yang semakin masif untuk menyokong aktivitas industrialisasi di segala segmen kehidupan. Dan kini era industrialisasi berkembang lebih jauh lagi dengan dimulainya era teknologi informasi. Di era teknologi informasi ini, aktivitas manusia semakin tergantung kepada pasokan energi. Tanpa energi, peralatan-peralatan berbasis teknologi informasi tidak akan dapat beroperasi. Hal ini mengancam aktivitas keseharian manusia yang telah semakin tergantung pada teknologi informasi. Dengan demikian, tuntutan terhadap pasokan energi yang berkelanjutan dan stabil menjadi suatu hal yang semakin mendesak.

Dalam ruang lingkup secara global, dapat dikatakan bahwa di era ini tidak ada satu pun negara di dunia ini yang tidak memerlukan energi. Energi telah semakin menjadi elemen yang sangat penting dalam menentukan derajat hubungan antar negara, baik secara strategis maupun ekonomis. Upaya pemenuhan energi yang terjadi selama ini yang dilakukan antar negara semakin cenderung untuk menganut prinsip saling ketergantungan. Hal ini menjadi ciri khas proses globalisasi ekonomi.

Tingkat hubungan antar negara di bidang energi dapat diukur dengan tingkat ketergantungannya dengan negara lain. Tingkat ketergantungan yang dimaksud dapat berupa ketergantungan yang simetris (setara) ataupun asimetris (tidak setara). Di sisi lain, dalam konteks isu global, keamanan energi tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling berhubungan dengan isu global lain seperti isu lingkungan (perubahan iklim global), pengembangan dan penguasaan teknologi, isu geopolitik, ekonomi, sosial, sumber daya manusia, dan lain-lain.

Energi merupakan motor penggerak bagi kegiatan industri dan pertumbuhan ekonomi nasional. Keduanya sangat krusial bagi kekuatan nasional. Tidak hanya itu, energi juga merupakan penggerak bagi segala kegiatan di semua sektor. Mulai dari rumah tangga, perdagangan, transportasi, industri, hingga ke sistem komunikasi dan informasi. Tanpa keberadaan energi yang cukup maka masing-masing sektor ini bisa terancam pertumbuhan dan perkembangannya. Ancaman terhadap pertumbuhan salah satu sektor berarti ancaman terhadap kekuatan nasional secara keseluruhan.

Krisis minyak tahun 1973 telah meningkatkan kesadaran global mengenai pentingnya isu keamanan energi (energy security). Pada saat itu, negara-negara OPEC melakukan penghentian pasokan minyak ke Amerika Serikat dan beberapa negara sekutunya yang dianggap berperan dalam agresi Israel di Palestina. Hal ini cukup memberikan dampak signifikan saat itu, terutama bagi negara-negara importir minyak besar seperti Amerika Serikat. Embargo pasokan minyak mengakibatkan naiknya harga minyak secara signifikan dan melumpuhkan kegiatan perekonomian global.

Semenjak saat itu, energy security menjadi isu global yang semakin penting. Negara-negara, kelompok-kelompok negara, serta institusi-institusi internasional semakin intens melakukan kajian-kajian dalam rangka melakukan perbaikan dan peningkatan terhadap kinerja sistem energy security. Upayanya meliputi cakupan yang luas, baik pada level lokal atau domestik, maupun dalam level regional, dan bahkan internasional.

Aktvitas pengelolaan dan pemanfaatan energi tidak semata-mata hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas manusia. Pemanfaatan energi seharusnya juga dikelola secara bijak sehingga energi dapat terus memberikan manfaat dalam jangka panjang dan berkelanjutan serta memberikan dampak positif bagi lingkungan. Hal ini menjadi penting berhubung sejumlah sumber “energi tak terbarukan” dapat habis dipakai karena jumlahnya di alam yang terbatas. Sedangkan sumber “energi terbarukan” yang dapat terus beregenerasi secara alami, ternyata belum mampu menggantikan secara penuh peranan “energi tak terbarukan” dari kelompok energi fosil yang telah mendominasi penggunaan energi selama lebih dari satu abad. Karena itu muncullah kaidah keamanan energi atau ketahanan energi (energy security/energy resilience) dimana menjadi suatu isu yang perlu diperhatikan dalam setiap pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber energi.

Akhir-akhir ini, energy security semakin luas cakupan diskusinya. Bukan hanya berdiskusi mengenai minyak bumi, tetapi juga gas alam, batubara, kelistrikan, nuklir, serta energi baru dan terbarukan. Cakupan lintas sektoral energy security juga semakin luas, dimana energy security kini menjadi elemen yang saling terintegrasi dengan elemen-elemen lainnya seperti stabilitas geo politik, pertumbuhan ekonomi, ketahanan lingkungan dan perubahan iklim, sumber daya manusia, serta inovasi dan teknologi.

Hingga sejauh ini, minyak bumi diproyeksikan masih akan menjadi sumber energi utama dunia selama beberapa dekade ke depan. Karenanya seringkali fokus evaluasi energy security adalah pada pengamanan pasokan minyak dan peningkatan produksi domestik serta pada upaya mengurangi ketergantungan terhadap minyak impor. Sementara itu, energi fosil lainnya seperti batubara dan gas alam juga masih akan memegang peranan sangat penting dalam bauran energi dunia dalam beberapa waktu ke depan. Walaupun demikian, dalam pembahasan energy security, peranan batubara dan gas alam belum sekrusial peranan minyak bumi. Hal ini disebabkan pada minyak bumi telah tercipta pasar yang terintegrasi secara global, sedangkan pada gas alam dan batubara masih belum terbentuk pasar yang terintegrasi secara global.

Dapat dikatakan, selama hampir setengah abad semenjak krisis minyak 1973, masyarakat dunia masih belum bisa melepaskan diri dari ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil (minyak, batubara, dan gas alam). Untuk itu, energi terbarukan perlu mendapat perhatian serius dalam rangka menjamin keamanan pasokan energi dunia di masa mendatang. Begitu pula halnya dengan pemanfaatan energi nuklir, perlu mendapat ketegasan dari setiap pemerintahan di dunia mengenai pentingnya penggunaan nuklir demi jaminan pasokan listrik yang murah, handal, serta bebas emisi. Kenyataannya teknologi nuklir juga terus berkembang dan semakin menjamin keamanan dan kehandalan serta semakin mampu bersinergi dengan lingkungan sekitar.

Upaya-upaya untuk melangkah ke penggunaan energi non fosil ini merupakan langkah strategis untuk menghindari krisis energi. Hal ini juga berarti upaya untuk menjaga stablitas keamanan global dan mencegah terjadinya konflik dan peperangan yang dilatarbelakangi pengamanan produksi dan pasokan energi primer, khususnya minyak.

Sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Internasional yang memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang cukup besar. Sampai sejauh ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di Dunia. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi yang demikian tinggi, jika tidak diimbangi dengan kemampuan memenuhi kebutuhan energi yang cukup maka akan mengakibatkan permasalahan yang serius.

Dalam upaya pengelolaan energinya ini, Indonesia menghadapi beberapa tantangan:
  1. Semakin turunnya produksi minyak dalam negeri sedangkan di sisi lain permintaan dan konsumsi energi semakin meningkat seiring dengan tuntutan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang semakin tinggi.
  2. Kilang minyak yang dimiliki telah tua dan semakin tidak efisien. Kapasitas pengolahan minyak dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri yang mendorong Indonesia untuk semakin tergantung pada minyak impor.
  3. Belum termanfaatkannya sumber-sumber energi alternatif di dalam negeri secara maksimal, misalnya gas alam, nuklir, batubara, dan energi baru dan terbarukan. Masing-masing energi alternatif ini memiliki tantangan-tantangan tersendiri dalam upaya pengimplementasiannya.
  4. Sulitnya upaya pendistribusian energi ke seluruh wilayah Indonesia yang sedemikian luas dan terpisah-pisah dalam bentuk negara kepulauan dimana membutuhkan sejumlah infrastruktur pendukung yang biaya investasinya tidak sedikit.
  5. Lemahnya sektor birokrasi dan implementasi kebijakan dalam mendorong pertumbuhan infrastruktur sektor energi.
  6. Subsidi sejumlah bahan bakar seperti BBM, LPG, dan listrik dimana menjadi beban negara yang masih sulit untuk dihapuskan sehubungan dengan nilai politis yang tinggi.
  7. Regulasi mengenai insentif sektor kelistrikan dipandang belum mampu menarik minat investor.
  8. Adanya sejumlah target-target kebijakan sektor energi dan lingkungan yang tinggi yang harus dica[ai dalam periode yang relatif singkat sehingga dibutuhkan upaya nyata yang signifikan dan konsisten dalam upaya mencapainya.
Dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut tentu saja tidak hanya dibutuhkan ide-ide dan wacana yang cerdas, namun juga akan dibutuhkan implementasi nyata yang konsisten. Kebijakan-kebijakan yang disusun secara bagus tidak akan ada artinya jika tidak dibarengi dengan pelaksanaannya secara koheren dan konsisten. Selain itu, perlu selalu dibuka ruang untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus. Hal ini dalam upaya terus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan pasar energi yang dinamis.

Referensi : Apriyanto, Alek Kurniawan. 2015. Membangun Energy Security Indonesia. Jakarta : Pustaka Muda.
Buku ini tersedia pada : https://www.tokopedia.com/bukuqu/membangun-energy-security-indonesia

Senin, 31 Oktober 2016

PEMANFAATAN ENERGI DI MASA LAMPAU


Pada awal peradaban manusia, dimana aktivitas manusia masih sederhana, energi yang paling banyak dimanfaatkan adalah yang secara alami mudah didapatkan di alam tanpa melalui proses yang rumit. Misalnya untuk pemanasan dan pengeringan, manusia lebih banyak memanfaatkan sumber panas alami matahari. Selain itu, dalam proses aktivitas rumah tangga (misalkan memasak) digunakan api dari pembakaran kayu bakar. Api juga digunakan sebagai cara untuk memproduksi keramik tradisional.


Ketika manusia memasuki era logam, api juga digunakan dalam proses industri sederhana seperti pembuatan peralatan-peralatan dan senjata-senjata dari bahan logam. Selain berasal dari pembakaran kayu bakar, sumber pembangkitan api dapat juga berasal dari jerami dan bahkan kotoran hewan ternak yang dikeringkan.


Di sektor transportasi, digunakan tenaga hewan seperti kuda, keledai, unta, bahkan gajah. Tenaga angin dimanfaatkan melalui teknologi layar, kemudian digunakan sebagai penggerak perahu dan kapal. Arah angin yang bersifat musiman menjadi sangat penting dalam penentuan kegiatan transportasi laut. Sedangkan transportasi udara, di masa lalu, masih menjadi mitos-mitos.


Di masa lalu, sektor pertanian dan industri sederhana masih banyak menggunakan tenaga manusia. Dalam beberapa kegiatan, tenaga hewan juga digunakan untuk membantu pekerjaan-pekerjaan manusia. Misalnya dalam menggerakkan alat penggiling (mill), menimba air dari sumur dan membajak sawah dan ladang. Pekerjaan-pekerjaan tersebut juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi sederhana lainnya yang memanfaatkan potensi alami arus air sungai dan aliran angin (kincir air dan angin).


Referensi : Apriyanto, Alek Kurniawan. 2015. Membangun Energy Security Indonesia. Jakarta : Pustaka Muda.
Buku ini tersedia pada : https://www.tokopedia.com/bukuqu/membangun-energy-security-indonesia

Minggu, 30 Oktober 2016

ENERGI TERBARUKAN


Konsep energi terbarukan mulai dikenal luas pada tahun 1970-an. Konsep ini diperkenalkan secara masif sebagai upaya untuk mengimbangi pengembangan energi berbahan bakar nuklir dan fosil. Krisis minyak yang terjadi tahun 1970-an telah memicu upaya-upaya aktif untuk menggenjot pertumbuhan pemanfaatan energi terbarukan secara global.

Definisi paling umum energi terbarukan adalah sumber energi yang dapat dengan cepat dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan. Karakteristik energi terbarukan berbeda dengan energi fosil dan nuklir yang keberadaan bahan bakunya di alam terbatas sehingga sewaktu-waktu bisa habis. Energi terbarukan bersumber dari potensi-potensi alami yang terkandung di alam misalkan air, kelautan, matahari, dan angin. Energi terbarukan juga dapat memanfaatkan bahan baku alam yang dapat beregenerasi secara alami dan berkelanjutan seperti bahan nabati dan hewani.

Hingga sejauh ini dapat dikatakan bahwa upaya peralihan dari sumber energi konvensional ke energi terbarukan cukup sulit dan lambat. Bahkan ketika terdapat dukungan publik yang kuat sekalipun. Hal ini tidak lepas dari keterbatasan-keterbatasan alami yang dimiliki energi terbarukan. Jika keamanan energi dan pengurangan emisi diupayakan untuk dicapai melalui peningkatan peranan energi terbarukan, misalnya tenaga angin, maka sistem kelistrikan yang ada
harus disesuaikan dengan karakteristik pasokan listrik energi terbarukan yang bersifat intermittent dan cenderung tidak stabil. Hal ini merupakan sifat alami beberapa energi terbarukan yang sangat tergantung pada kondisi alam.

Oleh karena itu, pemanfaatan energi terbarukan akan membutuhkan grid (jaringan) listrik yang lebih besar dan fleksibel. Di sisi lain, penggunaan secara luas teknologi penyimpanan listrik (power storage) mungkin masih belum cukup efisien secara keekonomian karena relatif mahal.

Negara - negara yang telah masif penggunaan energi terbarukannya masih belum melakukan transformasi sistem kelistrikan secara penuh. Salah satunya Denmark dimana pada tahun 2009, sebanyak 27% listrik disuplai dari sumber energi terbarukan, mayoritas tenaga angin. Jerman juga cukup agresif dalam utilisasi energi terbarukan, dimana khususnya setiap hari Sabtu pada musim panas, 50% pasokan listrik berasal dari tenaga matahari. Sedangkan pada hari lainnya ketika paparan sinar matahari cukup kecil dan permintaan listrik besar, peranan tenaga matahari cukup kecil. Pemerintah Jerman merencanakan untuk menutup fasilitas pembangkit tenaga nuklir sebagai respon terhadap bencana Fukushima, Jepang, dan penolakan publik. Jerman dalam beberapa waktu ke depan akan semakin tergantung kepada energi terbarukan. Pada kenyataannya, pola jangka pendek proyek kelistrikan yang disusun Jerman adalah peningkatan ketergantungan terhadap batubara yang sebenarnya merupakan tulang punggung energi Jerman di era tradisional. (WEF, 2012).

Sumber-sumber dan teknologi-teknologi energi terbarukan dapat dikatakan cukup bervariasi secara luas. Secara umum, beberapa energi terbarukan digunakan dalam pembangkitan listrik, sedangkan yang lainnya dimanfaatkan untuk menghasilkan panas yang digunakan untuk pemanasan ruangan atau industri serta beberapa lainnya digunakan untuk bahan bakar sektor transportasi.

Teknologi energi terbarukan yang digunakan untuk membangkitkan listrik cukup fleksibel dalam skala dan jenis penggunaan. Sumber-sumber energi terbarukan ini dapat dieksploitasi secara lokal, digunakan baik untuk memusatkan atau menyebarkan pembangkitan energi listrik. Sumber energi terbarukan ini terdapat secara alami di alam. Keamanan pasokan energi terbarukan lebih bersifat spesifik kedaerahan karena tergantung pada potensi lokal. Masing-masing sumber energi terbarukan memiliki karakteristik produksi listrik dengan output volume yang bervariasi dan dinamis. Walaupun hal tersebut selama ini dianggap sebagai suatu permasalahan, sebenarnya karakteristik ouput listrik seperti ini dapat diarahkan pada kehandalan dan keamanan pasokan listrik.

Caranya adalah dengan menyesuaikan kondisi pasokan energi terbarukan yang unik ini dengan karakteristik permintaan yang juga memiliki pola-pola tertentu. Biasanya konsumsi listrik akan meningkat pada malam hari, dan rendah pada dini hari. Upaya penyesuaian pasokan dengan kondisi permintaan, secara khusus akan mempertimbangkan waktu-waktu dimana output energi listrik teknologi energi terbarukan akan sangat tinggi. Prediksi-prediksi terhadap output pembangkitan listrik harus dilakukan seakurat mungkin dengan memperhatikan kondisi alam. Selain itu, diperlukan juga pengaturan sistem kelistrikan yang cermat agar mampu mengakomodir sumber energi yang berbeda-beda guna membentuk suatu sistem pasokan listrik yang paling optimal dalam menyesuaikan dengan karakteristik permintaan yang memiliki polapola khusus.

Sistem energi terbarukan diposisikan sebagai alternatif guna mengurangi resiko akibat adanya gangguan pasokan energi dan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar. Energi terbarukan secara luas cukup tersebar di banyak lokasi dan dapat menjadi pilihan alternatif untuk membangkitkan listrik, menghasilkan panas dan memproduksi bahan bakar kendaraan. Sebagai tambahan, penggunaan energi terbarukan dapat mengurangi secara signifikan emisi green house gas (GHG) atau gas rumah kaca dan keuntungan-keuntungan bawaan lainnya.

Penggunaan energi terbarukan tidaklah bebas dari resiko. Bentuk pasokan sangat bervariasi akibat ketersediaan di alam yang cukup bervariasi dari sisi bentuk potensinya. Pada gilirannya hal ini menyebabkan adanya resiko. Jika terjadi kegagalan pasokan dari salah satu bentuk energi terbarukan dalam suatu sistem, hal ini akan dapat mempengaruhi kehandalan pasokan energi secara keseluruhan. Selain itu, biaya-biaya pemanfaatan energi terbarukan relatif lebih tinggi dibandingkan pasokan energi konvensional.

Dewasa ini, terdapat trend dimana harga energi terbarukan cenderung turun. Apabila trend ini terus berlangsung maka dalam beberapa waktu ke depan energi terbarukan akan semakin kompetitif dengan energi fosil. Contohnya adalah kecenderungan pertumbuhan pemanfaatan energi tenaga angin dan matahari yang tumbuh hingga mencapai sekitar 20% dalam sepuluh tahun terakhir.

Referensi : Apriyanto, Alek Kurniawan. 2015. Membangun Energy Security Indonesia. Jakarta : Pustaka Muda.
Buku ini tersedia pada : https://www.tokopedia.com/bukuqu/membangun-energy-security-indonesia

Selasa, 16 Februari 2016

EFEK TURUNNYA HARGA MINYAK PADA SEKTOR ENERGI

Harga energi fosil (minyak, gas, batubara) dipengaruhi oleh pasokan (supply) dan permintaan (demand). Selain itu harga minyak dipengaruhi juga oleh semakin strategisnya posisi minyak dalam kehidupan manusia, adanya monopoli, dan adanya permainan geopolitik. 

Ketika harga minyak tinggi, terjadi perkembangan signifikan shale oil di Amerika Utara. Amerika Utara diproyeksikan akan berswasembada minyak berkat teknologi shale oil dan akan menjadi salah satu eksporter minyak besar dalam beberapa waktu ke depan. Negara-negara produsen besar minyak lain juga Sedang berupaya meningkatkan pangsa pasarnya. Hal ini semua mengancam pangsa pasar OPEC yang telah menguasai pasar minyak selama beberapa dekade. 

Untuk mengamankan posisinya OPEC meningkatkan produksi minyak untuk memperbanyak pasokan minyak ke pasar global agar harganya turun sehingga dapat menghambat perkembangan shale oil dan mengamankan pangsa pasarnya dalam jangka panjang. 

Selain itu melambatnya perkonomian dunia, terutama di negara ekonomi baru seperti China membuat minyak yang melimpah tidak terserap secara optimal. 

Pasokan minyak bertambah signifikan sedangkan permintaan sedang melemah. Hal ini merupakan pemicu turunnya harganya secara signifikan.


Harga minyak biasanya juga dijadikan alat ukur sehat atau tidaknya kondisi perekonomian global. Ketika harga minyak naik, maka naiknya harga minyak cenderug menjadi rem bagi pertumbuhan ekonomi global. Ketika perekonomian dunia melemah/melambat maka kecenderungannya adalah harga minyak turun. 


Secara umum, harga minyak dapat dikatakan seiring sejalan dengan harga gas alam. Seiring dengan rendahnya minyak maka harga gas alam juga turut turun. Harga gas alam cenderung selalu lebih murah daripada minyak. 


Dengan jatuhnya harga minyak ini berarti pengembangan energi terbarukan menjadi kurang menarik. Biaya investasi dan operasional dan end produk dari energi terbarukan cenderung lebih mahal dari minyak. Harga minyak dan energi fosil lainnya yang tinggi merupakan salah satu faktor yang memicu peralihan ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. 

Memang terdapat teori yang menyebutkan bahwa jatuhnya harga minyak seharusnya tidak berhubungan dengan energi terbarukan secara keseluruhan. Sejumlah pihak beralasan karena energi terbarukan umumnya merupakan sumber pembangkit listrik. Sedangkan minyak telah jarang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. 

Akan tetapi perlu diingat bahwa bahan bakar fosil lain seperti gas alam dan batubara memiliki peranan besar dalam sektor pembangkitan listrik. Sementara itu, harga  gas alam, seperti telah dijelaskan sebelumnya, cenderung mengikuti harga minyak. Sedangkan batubara tentu lebih rendah lagi harganya dibandingkan minyak dan gas alam. 

Dengan demikian, sekarang, faktor pendorong pengembangan energi terbarukan hanya tinggal komitmen pemerintahan dunia dalam mensukseskan kebijakan-kebijakan lingkungan dan perubahan iklim. Harga minyak tidak lagi menjadi salah satu faktor pendorong pengembangan energi terbarukan berhubung harganya yang jatuh secara dramatis. 

Berhubung harga minyak memang susah diprediksi maka tinggal sang waktulah yang akan menjawabnya. 😅

Minggu, 14 Februari 2016

MASA DEPAN ENERGY SECURITY



Pada awalnya, isu energy security hanya fokus pada isu keterjangkauan energy. Khususnya mengenai masalah geopolitik yang mempengaruhi suplai minyak. Kini cakupan isu energy security semakin luas.

Semakin pesatnya perkembangan eksplorasi energi, termasuk non conventional oil&gas, energi baru dan terbarukan, semakin meningkatkan potensi ketersediaan sumber energi di berbagai wilayah. Selain itu biaya pengembangan dan harga energi alternatif ini semakin lama cenderung semakin turun karena terjadinya perkembangan teknologi. Hal ini semakin meningkatka  potensi diversifokasi sumber-sumber energi.

Turunnya harga minyak secara cepat sejak pertengahan tahun 2014 lalu semakin membentuk kesadaran masyarakat dunia bahwa terjadinya fluktuasi harga minyak tidak hanya dipengaruhi oleh efek kondisi geopolitik dan terganggunya pasokan dan permintaan minyak. Perkembangan teknologi dan motif negara-negara produsen untuk menyelamatkan market share (pangsa pasar) juga merupakan faktor pendorong jatuhnya harga minyak. Selain itu terjadinya perlambatan perkembangan perekonomian global, terutama China, juga memiliki pengaruh. Jatuhnya harga minyak juga menyebabkan jatuhnya investasi di sektor hulu.

Di era digital ini, sektor energi banyak mendapat keuntungan. Sistem yang terdigitalisasi sangat membantu meningkatkan akurasi, efisiensi, dan meningkatkan keamanan. Namun demikian, perkembangan teknologi digital juga menimbulkan potensi serangan cyber yang dapat mengganggu sistem pengelolaan energi. Fasilitas-fasilitas energi harus diperlakukan sebagai aset vital yang penting bagi national security.

Bagi negara-negara yang menggantungan pemasukan negara dari penjualan minyak, maka jatihnya harga minyak berarti mengurangi revenue. Hal ini meningkatkan kerentanan terjadinya gejolak sosial dan ekonomi di negara-negara produsen minyak. Namun bagi negara-negara konsumen minyak, jatuhnya harga minyak berarti peningkatan keuntungan.

Dengan demikian, makin lama cakupan permasalahan energy security makin luas dan kompleks sehingga perlu upaya global secara bersama-sama dalam meningkatkan energy security, baik di level nasional, regional maupun global.

Seperti yg disebutkan di paragraf terakhir: The most important thing for us to remember about energy security over the next 10 years is that it’s not about “them”: it’s about “us”.