Sabtu, 06 Januari 2018

KETAHANAN PANGAN


Ketahanan pangan merujuk pada suatu kondisi ketersediaan pangan dan adanya akses terhadapnya. Perhatian terhadap ketahanan pangan telah muncul semenjak dahulu kala. Terdapat bukti-bukti sejarah yang menunjukkan bahwa lumbung bahan pangan telah dikembangkan semenjak 10 ribu tahun lalu yang pengelolaannya dilakukan melalui kewenangan terpusat pada sejumlah peradaban kuno, misalnya pada peradaban China kuno dan Mesir kuno. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui hak asasi terhadap pangan (food rights) dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia tahun 1948 yang kemudian mensejajarkannya dengan hak asasi manusia lainnya.

Dalam laporan final World Food Summit 1996 disebutkan bahwa ketahanan pangan terjadi ketika semua orang, di setiap waktu, memiliki akses fisik dan ekonomi terhadap makanan bernutrisi, aman, dan berkecukupan, untuk memenuhi kebutuhan aturan makan dan pilihan makanan guna menjalani kehidupan yang aktif dan sehat. Food and Agricultural Organization (FAO) – PBB mengidentifikasi empat pilar ketahanan pangan yakni ketersediaan (availability), akses (access), utilisasi (utilization), dan stabilitas (stability).
  1. Food availability berarti ketersediaan makanan dengan jumlah yang cukup dan kualitas yang sesuai, yang dipasok (disuplai) melalui produksi domestik atau impor (termasuk bantuan makanan).
  2. Food access berarti adanya akses individu pada sumber daya yang memadai untuk mendapatkan makanan-makanan yang sesuai kebutuhan dan bernutirisi. Sumber daya didefinisikan sebagai seperangkat dari semua kelompok komoditas yang mana atasnya seseorang dapat membentuk perintah melalui pengaturan aspek legal, politik, ekonomi, dan sosial pada komunitas dimana dia tinggal (termasuk hak tradisional seperti akses kepada sumber daya umum lainnya).
  3. Utilization berarti pemanfaatan bahan makanan melalui pengaturan pola makan yang memadai, air bersih, sanitasi dan perawatan kesehatan, untuk mencapai suatu kondisi kesejahteraan/kesehatan nutrisi dimana semua kebutuhan fisiologis dipertemukan. Hal ini mengangkat isu pentingnya input non-pangan pada food security.
  4. Stability, berarti untuk mencapai keamanan/ketahanan pangan, sebuah populasi, rumah tangga, atau individu harus memiliki akses terhadap bahan makanan yang memadai setiap saat. Mereka seharusnya tidak mengkondisikan diri pada posisi yang beresiko terhadap hilangnya akses pada bahan pangan ketika terjadi konsekuensi akibat goncangan tiba-tiba (misalnya krisis ekonomi dan iklim) atau akibat peristiwa bersiklus (seperti peristiwa ketidakamanan pangan musiman). Konsep stabilitas ini dapat merujuk kepada dimensi availability dan accses dalam ketahanan pangan.
Ketahanan pangan berbeda dengan produksi pangan. Produksi pangan (tidak harus produksi domestik) merupakan elemen penting dari ketersediaan pangan (food-availability). Ini berarti, produksi pangan merupakan salah satu komponen ketahanan pangan. Akan tetapi komponen ini tidak bisa berdiri sendiri dalam menjamin ketahanan pangan. Oleh karena itu, ketahanan pangan dapat dicapai bahkan oleh suatu negara yang tidak memiliki sistem produksi bahan makanan pokok secara domestik. Perdagangan dapat secara efektif menggantikan ketiadaan sistem produksi bahan pangan domestik, selama terdapat akses ekonomi cukup ke pasar pangan internasional.

Ketahanan pangan tidak hanya tergantung pada panen (produksi) bahan makanan dan perdagangannya, tetapi juga tergantung pada perubahan-perubahan yang mempengaruhi pemprosesan makanan, penyimpanan, transportasi, penjualan retail, kemampuan konsumen membeli makanan, pola konsumsi makanan, dan termasuk pengolahan sampah sisa bahan makanan. Dengan demikian, ketahanan pangan (food security) sebenarnya merupakan hasil (output) penting dari sistem pangan (food system) yang berfungsi dengan baik.

Ketahanan pangan dan sistem pangan digerakkan oleh sejumlah faktor. Beberapa faktor tersebut diantaranya perubahan iklim, perubahan teknologi dan struktur pada sistem pangan (termasuk di dalamnya produksi, pemprosesan, distribusi, dan pasar), meningkatnya populasi, perubahan kekayaan, perubahan demografi, urbanisasi, respon terhadap bencana, dan perubahan pada ketersediaan dan penggunaan energi.

Secara global, sekitar 805 juta manusia berada dalam ketidakamanan pangan , dan setidaknya 2 miliar manusia hidup dalam kekurangan nutrisi . Bertentangan dengan hal ini, sekitar 2,5 miliar manusia justru mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Definisi FAO (Food and Agricultural Organization) – PBB menyebutkan bahwa “berkecukupan, aman, dan bernutrisi” adalah tujuan ketahanan pangan, sehingga kelebihan berat badan atau obesitas merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan tujuan tersebut karena berdampak buruk pada kesehatan.

Pada tahun 2006, MSNBC (salah satu saluran berita televisi kabel Amerika Serikat) melaporkan bahwa secara global, jumlah manusia yang mengalami kelebihan berat badan telah melebihi jumlah manusia yang kekurangan nutrisi. Dunia memiliki lebih dari 1 miliar manusia yang kelebihan berat badan dan diperkirakan terdapat sekitar 800 juta manusia yang kekurangan nutrisi. Menurut artikel BBC tahun 2004, China yang merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar sedang mengalami gejala epidemic obesitas (kelebihan berat badan). Di India, negara kedua terpadat dunia, sebanyak 30 juta penduduknya dimasukkan ke dalam peringkat penduduk yang mengalami kelaparan sejak pertengahan tahun 1990-an dan 46% anak-anak di India mengalami masalah kekurangan berat badan .

Pada tahun 2014, sebanyak sekitar 805 juta manusia hidup dalam ketidakamanan pangan. Angka ini merepresentasikan 11% populasi global. Angka ini turun dari sekitar 1,01 miliar (atau 19% dari populasi global) pada tahun 1990-1992 yang berarti telah terjadi perbaikan dalam ketahanan pangan dunia.

Sebagai informasi tambahan, dalam rentang waktu 2011-2013 diperkirakan sekitar 842 juta manusia menderita kelaparan kronis. FAO melaporkan bahwa hampir sekitar 870 juta orang kekurangan bahan pangan selama tahun 2010-2012. Ini merepresentasikan 12,5% populasi global, atau setiap 1 dari 8 orang mengalami kekurangan makanan. Sebanyak 6 juta anak-anak mati kelaparan setiap tahun setara dengan sebanyak 17 ribu per hari. Sebagian besar kelaparan terjadi di negara-negara berkembang. Menurut World Resources Institute, produksi makanan global per kapita telah meningkat selama beberapa dekade terakhir.

Pada akhir 2007, larangan ekspor dan terjadinya kepanikan dalam pembelian, depresiasi dolar US, meningkatnya lahan pertanian yang digunakan untuk memproduksi biofuel, harga minyak dunia yang tinggi, pertumbuhan populasi global, perubahan iklim, hilangnya lahan pertanian dan meningkatnya lahan perumahan dan industri, meningkatnya permintaan konsumen di China dan India, kesemuanya diklaim sebagai penyebab semakin meningkatnya harga bahan makanan pokok.

Namun demikian, peranan beberapa faktor tersebut masih dalam perdebatan. Meskipun demikian, huru hara pangan akhir-akhir ini terjadi di banyak negara di dunia. Terjadinya krisis kredit global telah mempengaruhi kredit pertanian, di samping terjadinya lonjakan harga komoditas. Ketahanan pangan merupakan topik yang kompleks, berdiri di titik potong dari banyak disiplin keilmuwan .


REFERENSI :
  1. Dalam FAO, 2006, Food Security, Policy Brief, Issue 2, June 2006, FAO’s Agriculture and Development Economics Division (ESA) with support from the FAO Netherlands Partnership Programme (FNPP) and the EC-FAO Food Security Programme
  2. Vermeulen and Campbell et al. 2012, dalam Brown, M.E., et al. 2015, hal. 23
  3. Diffenbaugh et al. 2012, Hazell 2013, dalam Brown, M.E., et al. 2015, hal. 23
  4. FAO et all. 2014, dalam Brown, M.E., et al. 2015, hal. 13
  5. Pinstrup-Andersen, 2009, Barrett and Bevis 2015 dalam Brown, M.E., et al. 2015, hal. 111
  6. Ng et al. 2014 dalam Brown, M.E., et al. 2015, hal. 111
  7. Wikipedia, “Food Security”, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Food_security dikunjungi 9 Mei 2016
  8. Brown, M.E., et al. 2015, hal. 111
  9. dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Food_security dikunjungi 9 Mei 2016
  10. dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Food_security dikunjungi 9 Mei 2016
  11. Catatan : Satuan EJ = Exa Joule. Exa merupakan notasi angka senilai 1018, sementara Joule merupakan satuan energi.
  12. BP Technology Outlook, 2015, hal. 31


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan beri komentar barupa kritik dan saran yang membangun demi kemajuan blog saya ini. Jangan malu - malu!

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.