Minggu, 25 Desember 2016

Acuan Standard Pemahaman dan Praktek Keislaman


Standard/patokan/acuan kita dalam ber-Islam adalah Al Quran dan Hadis sesuai pemahaman dan prakteknya 3 generasi awal ke-Islaman, yakni generasi Rasulullah dan para Sahabat, kemudian generasi tabi'in, kemudian generasi tabi'ut tabi'in. Hal ini sesuai sabda Rasulullah berikut:

خَيْرُ أُمَّتِي الْقَرْنُ الَّذِينَ بُعِثْتُ فِيهِمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baiknya umatku adalah generasi yang aku diutus pada mereka (Sahabat Nabi-ed) kemudian yang setelahnya (Tabi’in-ed) kemudian yang setelahnya (Tabiit Tabi’in-ed).” (Hadits Shahih riwayat Abu Daud)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang terlebih dulu (berjasa kepada Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah telah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha mepada Allah. dan Allah telah mempersiapkan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. At Taubah : 100)

Sahabat adalah orang yang pernah bertemu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam keadaan beriman dan meninggal dalam keadaan muslim. Sedang tabi’in adalah para murid sahabat yang tegak dan berjalan diatas ajaran Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan petunjuk para sahabat. Adapun tabi’ut tabi’in adalah para murid tabi’in yang istiqamah dalam ajaran dan petunjuk Nabi dan para sahabat yang diajarkan oleh para tabi’in pada mereka.

Sesuai hadis Rasullullah, tiga generasi awal tersebut adalah sebaik-baiknya generasi Islam. Kita haruslah mengambil ilmu Islam dari tiga generasi awal tersebut dan juga melalui ulama-ulama setelahnya hingga ulama-ulama era ini yang mengikuti jalannya ketiga generasi awal tersebut. Di dalam ketiga generasi awal Islam tersebut, khususnya di generasi tabi'in dan tabi'ut tabi'in, kita dapat menemukan ulama-ulama mazhab yang sudah terkenal seperti Imam Abu Hanifa, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Hambali.

Namun yang kita bisa saksikan sekarang di era ini, ada orang yang mengaku berpedoman pada Al Qur’an dan Hadits, namun kenyataannya, pemahaman dan praktek ke-Islaman yang disampaikan dan dilakukan bertentangan dengan yang dicontohkan ketiga generasi awal ke-Islaman. Ini menunjukkan Al Qur’an dan sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ternyata dapat ditafsirkan secara beragam dan dipahami berbeda-beda oleh masing-masing individu. Maka dari itu, menjadi sangat penting untuk mengembalikan pemahaman dan praktek Ke-Islaman Al Quran dan Al Hadis kepada mereka yang paling memahami Al Qur’an serta sabda-sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah orang-orang yang hidup di masa Nabi dan orang-orang yang hidupnya dekat dengan masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Merekalah yang disebut generasi salaf yakni ketiga generasi awal ke-Islaman.

Jadi kalau ada tokoh populer yang menyampaikan pemahaman dan praktek Al Quran dan Sunnah yang berbeda/bertentangan dengan pemahaman dan prakteknya ketiga generasi awal ke-Islaman atau ulama-ulama setelahnya yang mengikuti ketiga generasi awal tersebut, maka seharusnya yang diikuti adalah pemahaman dan praktek generasi awal dan ulama. Ketiga generasi awal tersebut adalah standard/patokan/acuan kita dalam ber-Islam. Kepopuleran seorang tokoh, entah karena prestasinya yang digembar-gemborkan media atau karena keturunannya dan jabatannya atau karena banyaknya pengikutnya, tidak bisa menjadi patokan kita dalam ber-Islam. Yang harus menjadi patokan kita dalam mengikuti/mengambil ilmu agama dari seseorang adalah kesesuaian pemahaman ilmu agamanya dengan Al Quran dan Al Hadis yang sesuai pemahaman dan praktek ketiga generasi awal ke-Islaman. Jadi Islam mengajarkan kita untuk senantiasa berpikir ilmiah. Kita harus melihat dan menelaah kepada siapakah keilmuan agama seseorang itu merujuk/berdasar. Apakah sesuai dengan/berdasar pada pemahaman dan praktek ketiga generasi awal ke-Islaman atau tidak. Apakah benar referensinya dari Al Quran dan Sunnah yang sesuai pemahaman ketiga generasi awal ke-Islaman atau tidak.

Islam sudah sempurna di era Rasulullah, dan hal-hal yang sifatnya prinsip dalam ajaran Islam tidak boleh diubah-ubah dengan alasan dianggap tidak sesuai dengam zaman/kondisi kekinian/konteks lokal. Sedangkan pemahaman dan praktek Al Quran dan Sunnah yang sifatnya memang ada perbedaan (khilaf) pendapat di era generasi awal ke-Islaman, maka ini adalah variasi yang bisa kita pilih salah satunya, mana yang menurut kita paling sesuai dengan Al Quran dan Hadis atau mana yang paling kuat/otentik referensinya, dan tidak menyalahkan yang lain yang berbeda pendapat.

Dengan demikian, kita seharusnya senantiasa meyakinkan diri kita apakah pemahaman dan praktek ke-Islaman kita selama ini telah sesuai dengan pedoman/standard Al Quran dan Sunnah sesuai pemahaman ketiga generasi awal ke-Islaman atau tidak. Tentu sebagai individu, kita akan sulit untuk melakukan hal ini, karena tingkat keilmuan agama kita yang masih terbatas. Namun secara bersama-sama, dengan semangat persatuan (ukhuwah) dan semangat amar makruf nahi munkar (saling mengajak pada kebaikan dan mencegah terhadap kemungkaran), dan prasangka baik terhadap saudara kita seaqidah, maka kita dapat mewujudkan hal tersebut. Jika kita telah berkomitmen terhadap hal ini maka insya Allah persatuan dan kesatuan umat Islam akan tercapai dengan sebenar-benarnya dan kemudian Allah akan senantiasa memberikan pertolongan dan rahmat-Nya kepada umat Islam pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, karena Islam adalah rahmatan lil 'alamin.

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Âli ‘Imrân, 3: 110)


Sabtu, 24 Desember 2016

Penurunan Pasar Domestik Minyak Jepang



Suatu hal yang menarik disimak pada grafik di atas adalah menurunnya pasar domestik minyak di Jepang. Selama ini pasar petroleum domestik Jepang dikendalikan sebagian besarnya oleh tingkat permintaan konsumsi gasoline (bensin). Namun akhir-akhir ini permintaan gasoline Jepang semakin menurun. Beberapa faktor penyebabnya adalah :
  1. Beralihnya industri-industri pengguna minyak ke gas
  2. Terdapat sejumlah pabrik dan industri yang mengalihkan kegiatan operasinya ke luar Jepang sehingga konsumsi minyak juga beralih ke pabrik-pabrik Jepang yang ada di luar negeri
  3. Semakin berkembangnya teknologi efisiensi mesin-mesin dan kendaran-kendaraan yang berbahan bakar minyak. Misalnya di sektor transportasi, kendaraan hibrid semakin berkembang dan semakin efisien dalam penggunaan bensin.
  4. Terdapat kecenderungan generasi muda Jepang yang memilih tidak memiliki mobil pribadi dan lebih memilih menggunakan kendaraan umum seperti misalnya kereta api listrik yang memang kualitas pelayanannya sangat baik dan biayanya terjangkau (menurut ukuran orang Jepang).

Sebagai akibat menurunnya aktivitas pasar domestik minyak di Jepang, industri petroleum jepang semakin mengalami tekanan dan persaingan yang ketat. Beberapa kilang pengolahan minyak ditutup dan unit-unit penyulingan minyak (crude distillation unit) dikurangi kapasitasnya mengikuti penurunan permintaan minyak dalam negeri. Hal ini ditambah dengan kondisi kilang-kilang minyak Jepang yang rata-rata merupakan kilang tua. Pengusaha-pengusaha kilang pengolahan minyak di Jepang yang semuanya adalah pengusaha swasta juga mulai merambah bisnis-bisnis baru seperti misalnya:
  1. bisnis petrokimia
  2. eksplorasi minyak bumi
  3. pembangkit listrik
  4. panel tenaga surya
  5. stasiun pengisian kendaraan berbahan bakar listrik
  6. stasiun pengisian kendaraan berbahan bakar hidrogen
  7. bioteknologi
  8. fuel cell
  9. pembangkit listrik tenaga angin
  10. solvent
  11. bahan kimia khusus
  12. LNG
  13. Suplier listrik
  14. suplier uap (steam)
  15. electric device
  16. pertambangan uranium
  17. gas to liquid
  18. batubara

Jumat, 23 Desember 2016

Problamatika Energi Nuklir Jepang


Dari sebuah kegiatan training, saya mendapatkan informasi mengenai problematika energi nuklir yang dihadapi Jepang semenjak terjadinya tragedi Fukushima pada tahun 2011. Pada tragedi Fukushima, salah satu pembangkit listrik tenaga nuklir Jepang mengalami kegagalan sistem akibat gempa dan tsunami yang kemudian menyebabkan kebocoran radiasi nuklir. Hal ini kemudian ditindak lanjuti oleh Pemerintah jepang dengan menonaktifkan semua pembangkit listrik tenaga nuklirnya untuk dilakukan evaluasi ulang. Sebelum bencana Fukushima terdapat 17 sites dan 54 pembangkit listrik tenaga nuklir yang beroperasi. Namun dari hasil evaluasi terakhir hanya 3 sites dan 5 plant yang lolos penilaian dan mendapat izin beroperasi kembali.

Upaya pemerintah Jepang untuk melakukan reaktivasi pembangkit nuklir ini ternyata menghadapi kendala penolakan publik. Masyarakat menuntut agar Nuklir tidak digunakan lagi sebagai pembangkit energi di Jepang. Salah satu pertimbangannya adalah Jepang merupakan negara yang dilalui lempeng tektonik yang sangat rentan mengalami gempa. Bencana Fukushima juga menimbulkan trauma yang dalam bagi masyarakat Jepang.


Di sisi lain, pemerintah Jepang telah memiliki komitmen internasional untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Upaya mengaktifkan kembali energi nuklir merupakan solusi untuk mencapai target lingkungan tersebut, karena nuklir merupakan sumber energi yang bebas emisi. Menghadapi hal ini pemerintah Jepang merencanakan pada tahun 2030 setidaknya 10-11% energi listrik Jepang dipasok dari nuklir. Rencana ini pun masih terus menghadapi tekanan publik.

Selama pembangkit listrik tenaga nuklir tidak beroperasi, penggunaan sumber energi listrik lain menjadi meningkat, yakni renewable energy, minyak, batubara, dan gas alam. Minyak sebagai pembangkit listrik sempat meningkat drastis penggunaannya sesaat setelah pembangkit nuklir dinon aktifkan namun kemudian kembali ke posisi awalnya. Batubara dan Gas alam meningkat pesat peranananya untuk menggantikan tenaga nuklir. Sementara energi terbarukan mengalami perkembangan yang belum sesuai harapan.

Kesemua kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar, seperti apakah pengelolaan energi Jepang di masa yang akan datang. Akankah Jepang dapat mengaktifkan kembali tenaga nuklir dengan teknologi baru yang aman dan dapat meyakinkan publik. Atau akankah Jepang dapat sepenuhnya beralih ke energi terbarukan dengan sukses dan menonaktifkan semua pembangkit nuklirnya seperti yang sedang dilakukan Jerman. Atau akankah Jepang meningkatkan peranan pembangkit batubara, gas alam, dan bahkan minyak dengan disertai strategi brilian dalam upaya pencapaian target pengurangan emisi.