Sabtu, 13 Mei 2023

TITIK TEMU AGAMA DAN FILSAFAT



Apa yang saya pahami dari selama ini mempelajari agama Islam dan filsafat, sepertinya dapat diketahui bahwa diskusi antara para ahli filsafat murni dengan keilmuwan Islam tidaklah akan pernah dapat dipertemukan dengan mudah. Hal ini diakibatkan ada perbedaan konsep dan referensi antara keduanya. Memang terdapat irisan-irisan antara Filsafat dan Agama yang dapat bersepakat tapi ada juga irisan yang tidak akan pernah dapat dipertemukan. 

Bagi filsafat, cara berpikir bebas yang menyandarkan sepenuhnya kepada kemampuan akal dan pikiran manusia, nalar logis, dan sistematis adalah suatu metode berpikir filsafat yang baku. Referensi mereka adalah pendapat tokoh-tokoh filsafat sebelumnya yang akan terus dikaji, didukung atau dipertentangkan secara terus menerus. 

Bagi keilmuwan Islam cara berpikir filsafat seperti ini tidaklah dikehendaki. Para pemikir Islam percaya bahwa akal dan rasio manusia memiliki keterbatasan-keterbatasan. Akal dan pikiran manusia adalah ciptaan Tuhan. Sehingga sehebat apapun pikiran manusia, tidak akan pernah melampui yang menciptakannya. 

Oleh karena itu manusia membutuhkan sumber keilmuwan bersifat dogmatis dari wahyu ilahi yang disampaikan melalui para Nabi dan rasul. Hal ini dalam rangka memandu manusia agar menjadi khalifah (pemimpin/pengelola) kehidupan di bumi secara bijak. Juga untuk menyelamatkan jiwa dan pikiran manusia dari cara berpikir yang merusak (bisikan setan) atau minimal mencegah manusia dari pemikiran yang menimbulkan kesia-siaan. 

Bagi keilmuwan Islam rujukan utamanya adalah Al Quran dan Al Hadis. Metode berpikirnya adalah  berupaya mengamalkan Al Quran dan al Hadis secara benar sesuai dengan pemahaman dan praktek Nabi Muhammad, Khulafaur Rasydin dan Para Sahabat. 

Hal yang terutama diatur secara dogmatis tentu saja adalah dalam ritual tata cara Ibadah. Seperti apa syarat dan rukum ibadah. Dalam Islam juga diajarkan konsep-konsep mendasar tentang cara memahami kehidupan ini. Mulai dari bagaimana kehidupan berawal, bagaimana cara kerjanya, dan bagaimana berakhirnya. 

Dalam tataran kehidupan sehari-hari diatur juga beberapa praktek halal dan haram. Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Dalam keilmuwan science, kita juga diberi gambaran bagaimana fenomena-fenomena alam terjadi, bahkan sebelum tersedia teknologi untuk menelitinya. 

Kesemua hal tersebut, merupakan hal-hal yang haruslah diterima secara gamblang sebagai bentuk keimanan. Inilah perbedaan pengetahuan berbasis keimanan dengan pengetahuan berbasis akal dan rasio semata. Seyogyanya akal dan rasio haruslah tunduk pada keimanan.

Akan tetapi masih terdapat ranah yang dapat disepakati bersama, antara Filsafat dan Agama Islam. Terutama dalam tataran keilmuwan sains dan teknologi. 

Bagi filsafat, keilmuwan yang sifatnya sains dan teknologi merupakan produk dari filsafat itu sendiri. Ada juga yang berpendapat, sains tumbuh bersama Filsafat. Sebelumnya, diantara keduanya tidak terdapat sekat dan tidak terpisahkan. 

Namun karena sains telah menjadi kebenaran yang bersifat eksak dan cenderung memiliki lingkup terbatas & spesifik, terspesialisasi, sementara filsafat harus terus berputar dan bergerak karena bersifat universal (menyeluruh), maka sains harus dipisahkan dari filasafat. 

Sains adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari suatu pengalaman empiris. Berbentuk penelitian yang objektif atau dari pengujian menggunakan metode ilmiah. Bersifat sistematis dan logis. Usaha sistematis dengan metode ilmiah terus dilakukan untuk pengembangan dan penataan pengetahuan. Sains harus dapat dibuktikan dengan penjelasan dan prediksi yang teruji. Semua upaya sains diarahkan untuk meningkatkan pemahaman manusia tentang alam semesta dan dunianya sehingga dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti yang dapat digunakan oleh manusia untuk pengembangan kehidupan sehari-hari. 

Ruang lingkup sains meliputi segala sesuatu yang bisa diterima oleh indra manusia sehingga sains memang merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki cakupan yang begitu luas. Sains bersifat universal yang artinya bisa dilakukan dimana saja, oleh siapa saja, dan kapan saja sehingga bersifat dapat direplikasi. Sains / Ilmu pengetahuan termasuk ke dalam ilmu pengetahuan yang dinamis sehingga dapat berubah seiring dengan berkembangnya zaman.

Bagi Islam juga ditekankan pentingnya sains dan teknologi, terutama yang dapat memudahkan umat Islam mempermudah ibadah, tapi tidak mengubah syarat & rukun ibadah. Misalkan, teknologi pesawat, dapat mempermudah dan mempercepat jamaah haji sampai di kota suci Mekkah dan Madinah. Speaker masjid membantu memperluas jangkauan suara Adzan. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam juga mendukung pengembangan sains dan teknologi, selama hal tersebut tidak bersifat mengganggu ibadah dan keimanan.

Keilmuwan Islam juga menyampaikan sains yang bersumber dari wahyu Ilahi (Al Quran) misalkan: 
  • Peristiwa mumi Firaun yang jasadnya dijaga lestari berdasarkan Firman Allah dalam Al Quran, dan pada akhirnya jasad mumi Firaun tersebut baru ditemukan di abad 20
  • Mekanisme pembuahan sel telur oleh sel sperma dan perkembangan janin di dalam kandungan dijelaskan dalam Al Quran padahal di era turunnya Al Quran belum ada teknologi untuk mengamati hal tersebut.
  • Fenomena bertemunya air laut dan air tawar dan tidak mengalami pencampuran dijelaskan dalam Al Quran padahal di era turunnya Al Quran belum ada teknologi penyelaman ke dalam laut untuk mengamati hal tersebut.
  • Teori bumi bulat dan peristiwa terjadinya siang dan malam.
  • Teori penciptaan alam semesta.   
  • dll 

Jadi, antara Filsafat dan keilmuwan Islam dapat bertemu di area Sains/Ilmu Pengetahuan. Filsafat, melalui akal dan rasio dan metode berpikir nalar, logis sistematis, terus mendorong pengembangan sains. Teori gravitasi Newton berkembang menjadi teori relativitas gravitasi Einstein. Teori atom berkembang menjadi teori medan kuantum. Sains kemudian berkembang membentuk spesialisasi cabang-cabang. Ada fisika, kimia, biologi, ilmu sosial, politik, dan lain sebagainya. Filsafat juga terus berkembang membentuk berbagai aliran, cabang, dan metode. 

Agama mendorong pengembangan sains yang dapat membantu kehidupan sehari-hari umat manusia. Termasuk dalam mempermudah kegiatan beribadah umat Islam. Namun tetap menjaga agar pengembangan sains terkontrol dan tidak menggangu syarat dan rukun ibadah, tidak menggangu pemahaman agama Islam yang benar dan juga tidak mengganggu keyakinan dan keimanan. Pada dasarnya, Sains jika dikembangkan secara benar, maka akan semakin membuktikan kebenaran Wahyu Ilahi dan meningkatkan keimanan.

Namun demikian Filasafat sendiri, tidaklah bisa dibiarkan sendiri tanpa pengawasan. Seperti dijelaskan di depan, akal dan rasio adalah cipataan Tuhan. Akal dan Rasio, yang merupakan andalan Filsafat, memiliki kekurangan-kekurangan dan rawan mendapat pengaruh bisikan setan. Sehingga, akal dan rasio haruslah tetap dijaga bersih dan murni dengan cara selalu dikontrol oleh pengetahuan dan pemahaman agama Islam yang benar.   

BENARKAH ASAL MUASAL FILSAFAT DARI BANGSA YUNANI KUNO

Bagi pemahaman cendikiawan barat, filsafat dan ilmu pengetahuan dilahirkan di Yunani. Tokoh filsafat pertama adalah Thales. Dia mengemukakan pendapat bahwa segala sesuatu berasal dari air. Ia dikenal karena berhasil meramalkan terjadinya gerhana matahari, yakni pada tahun 585 SM. 

Tidak dipungkuri, peradaban-peradaban yang lebih kuno dari Yunani seperti peradaban Mesir dan Bailonia telah mengenal tulis-menulis serta ilmu teknik pengelolaan bangunan, astronomi, pertanian, material, logam dan sebagainya. Peninggalan-peninggalan mereka secara nyata dan secara arkeologis masih bisa dilihat dan ditemukan hingga sekarang. 

Namun  demikian, peninggalan peradaban Yunani lah yang dianggap merupakan cikal bakal kebangkitan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan serta budaya intelektualitas. Para tokoh-tokoh filsafat Yunanilah yang dianggap memberikan sumbangsih pertama bagi ilmu pengetahuan modern, baik yang sifatnya teoritis maupun yang praktis, dengan segala kekurangannya. 

Para pemikir Yunani Kuno dianggap telah berhasil mengembangkan pola pikir yang mengedepankan cara berpikir bebas, kritis, dan logis dan mengejarkannya secara terbuka kepada masyarakat. Mereka melakukan spekulasi bebas tentang asal muasal kehidupan, hakikat dunia dan tujuan hidup. Cara berpikir yang mereka perkenalkan dianggap menjadi awal kebangkitan pola pikir yang melepaskan diri dari belenggu pemikiran skeptis dan pasif yang menguasai masyarakat di era itu dan di era sebelumnya. Inilah yang dianggap membedakan peradaban Yunani dengan peradaban manusia di era-era sebelumnya yang cenderung dipengaruhi pola pikir mistis yang dogmatis dan turun-temurun. 

Hasil utama dari produk pemikiran para cendikiawan Yunani kuno yang patut diakui adalah merekalah yang menemukan matematika, ilmu pengetahuan, filsafat dan menuliskan sejarah. 

Menurut pandangan saya, memang sepertinya ada kecenderungan untuk menganggap bahwa bangsa Yunanilah yang berupaya dipatenkan sebagai sumber utama kebangkitan filsafat dan ilmu pengetahuan serta intelektualitas. Hal ini karena dari semua peninggalan peradaban kuno yang dapat ditemukan, barangkali hanya peninggalan dari bangsa Yunani Kunolah yang dinilai cukup lengkap & representatif sehinga paling memungkinkan untuk ditarik kesimpulan seperti itu.

Peninggalan mereka, terutama dalam bentuk tulisan-tulisan dan catatan-catatan, cukup lestari dan meninggalkan petunjuk-petunjuk yang cukup lengkap serta masih dapat dipahami secara mudah dan dikaji secara komprehensif hingga era sekarang. 

Barangkali hal demikian dapat terjadi karena sedikit banyaknya terdapat kontribusi dari peradaban muslim yang mana di era Abbasiyah dan Andalusia, para cendikiawan muslim banyak menerjemahkan karya tulis yunani kuno, sehingga karya tersebut terus lestari. Sementara di era itu, Yunani dan Eropa masih tenggelam dalam era dark age. Sekiranya para cendikiawan muslim tidak melakukannya, mungkin karya-karya tokoh Yunani Kuno juga akan lenyap dan tenggelam di era dark age bangsa Eropa. Pada era selanjutnya, ketika peradaban eropa mulai bangkit, merekalah yang kemudian menggandrungi karya-karya tulis Yunani Kuno. 

Melalui kondisi yang demikian, maka tidak heran jika kemudian kesimpulan yang paling dapat disepakati bersama oleh para pemikir adalah bahwa bangsa Yunani kunolah yang mengawali filsafat dan ilmu pengetahuan. 

Akan tetapi saya tidak bisa serta merta mengiyakan hal ini. Berhubung saya masih mengganggap bahwa kesimpulan yang demikian, "bahwa bangsa Yunani yang mengawali filsafat dan ilmu pengetahuan", akan cenderung mengabaikan sumbangsih tokoh-tokoh pada peradaban-peradaban di era sebelumnya. 

Masih sangat memungkinkan jika di era sebelum Yunani Kuno banyak tokoh-tokoh yang jauh lebih hebat dari para filsuf Yunani kuno. Hanya saja, sayangnya, belum ditemukan peninggalan-peninggalan tertulis dan arkeologi yang lengkap & representatif,  untuk mengemukakan teori tersebut secara nyata dan dapat diterima semua pihak. 

Sebagai seorang yang beriman, tidaklah salah jika kita mempercayai suatu sumber kebenaran yang secara dogmatis memang harus selalu kita yakini kebenarannya yang mutlak.  Orang beriman percaya terhadap sumber pengetahuan yang berbasis wahyu ilahi yang disampaikan melalui para Nabi dan Rasul. 

Dalam pemahaman Islam dipercaya terdapat para Nabi dan Rasul semenjak era manusia pertama, yakni Nabi Adam alaihi salam, yang entah Beliau hidup di tahun berapa ribu atau juta sebelum masehi, hingga di era nabi & rasul terakhir & penutup, yakni Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam pada tahun 570-632 M. Kaum muslimin diinfokan bahwa total ada 124 ribu orang Nabi & Rasul, tetapi yang wajib diimani cukup 25 orang Nabi & Rasul. 

Angka tersebut belum dihitung dengan pengikut/sahabat Nabi & Rasul yang setia ataupun para penentangnya, yang menjadi tokoh yang berkontribusi besar pada umat (kontribusi positif atau negatif) setelah masing-masing Nabi & Rasul mereka wafat.

Bagi pengikut setia Nabi & Rasul, tentunya mereka memberikan sumbangsih tenaga dan pemikiran demi menjaga syariat para Nabi & Rasul terus lestari hingga diutus Nabi & Rasul baru. Sedangkan bagi tokoh yang menentang ajaran Nabi & Rasul, akan memberikan sumbangsih pemikiran yang menjauhkan umat dari ajaran asli para Nabi & Rasul. 

Kaum muslimin haruslah mempercayai bahwa Nabi Adam telah dibekali pengetahuan yang lengkap terhadap segala sesuatu. Beliau dibekali semua ilmu pengetahuan dan ilmu kebijaksanaan oleh Allah ketika masih di surga. Hal ini karena Beliau hendak diutus ke muka bumi sebagai pengelola kehidupan di bumi. Bahkan para malaikat pun tidak bisa menyaingi keilmuwan yang dimiliki Nabi Adam. Hanya Iblislah yang tidak bisa menerima hal itu, sehingga ia enggan menerima Nabi Adam. Sehingga bisa diyakini bahwa induk semua ilmu pengetahuan adalah berasal dari manusia pertama, yakni Nabi Adam.

Pada era Nabi & Rasul selanjutnya, terdapat penambahan keilmuwan sesuai dengan situasi dan kondisi umat dimana Nabi & Rasul tersebut diutus. 

Misalkan pada Nabi Idris, Allah mengajarkan ilmu tulis menulis dengan pena, ilmu jahit-menjahit, matematika, ilmu astronomi, dan lain sebagainya. 

Nabi Nuh diajarkan membuat kapal besar yang mampu bertahan dari terjangan banjir, tsunami, badai.

Kepada Nabi Sulaiman, Allah memberi mukjizat yang membuat Beliau bisa memahami bahasa binatang dan menundukkan bangsa Jin sehingga mereka bekerja untuk Nabi Sulaiman. Bahkan kita harus mengimani bahwa kerajaan Nabi Sulaiman merupakan kerajaan dengan peradaban tertinggi yang pernah ada di dunia ini yang tidak akan pernah ada tandingannya, baik kerajaan sebelumnya maupun sesudahnya. 

Dan pada akhirnya, ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan tertinggi diturunkan kepada Nabi Muhammad, melalui mukjizat kitab Al Quran yang mukjizatnya akan tetap berlaku hingga akhir zaman. 

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa semua ilmu pengetahuan dan inspirasi berpikir bangsa Yunani kuno kemungkinan besar juga merupakan hasil dari pengamatan dan penyerapan mereka terhadap peradaban-peradaban sebelumnya, yang merupakan produk dari peninggalan peradaban yang dibangun para Nabi & Rasul serta para pengikutnya yang hidup di era sebelum bangsa Yunani kuno. 

Jadi, sekali lagi, hanya karena peninggalan bangsa Yunani kuno yang berupa karya-karya tulis yang cukup lengkap dan lestari, maka kemudian diarahkan bahwa bangsa Yunanilah yang paling hebat. Dalam tulisan-tulisan mereka, bisa diketahui cara berpikir mereka yang spekulatif berdasarkan nalar yang logis dan sistematis. Hal ini dianggap menjadi cikal bakal pemikiran intelektual yang mampu melepaskan diri dari cara berpikir dogmatis yang membentuk masyarakat di era itu dan era sebelumnya. 

Akan tetapi saya juga tidak bisa mengatakan bahwa para Nabi & Rasul adalah sorang ahli filsafat. Jika definisi filsafat adalah produk pemikiran dari akal dan pikiran secara murni, nalar spekulatif, logis dan sistematis, yang melepaskan diri dari segala pemikiran dogmatis turun-temurun, maka tidak demikianlah para Nabi & Rasul yang mendapat pengetahuan dan kebijaksanan melalui wahyu ilahi. 

Saya juga tidak bisa menyatakan bahwa sebelum Yunani Kuno tidak ada tokoh-tokoh (misalkan di Mesir & Babylonia) yang memiliki pemikiran seperti filsuf Yunani Kuno dan menyebarkan pemahamannnya. Kemungkinan besar ada. Namun bukti sejarah dan peninggalan pemikiran mereka barangkali belum ditemukan, belum lengkap, atau tidak akan pernah ditemukan sama sekali karena memang telah musnah tanpa jejak. 


Jumat, 12 Mei 2023

PANDANGAN ARISTOTELES TERHADAP NEGARA YANG IDEAL

Kita mengenal Aristoteles sebagai salah seorang filsuf terkemuka di era Yunani Kuno. Ia dilahirkan tahun 384 SM. Pada masa mudanya ia menjadi murid Plato. Pada sekitar tahun 343 SM ia menjadi guru bagi Aleksander yang kelak menjadi raja Makedonia termasyhur, penakluk Eropa, Asia dan Afrika. 

Salah satu pemikiran Aristoles yang menarik adalah pandangannya tentang sistem Negara dan Masyarakat yang ideal. Di era itu, Yunani, tempat tinggal Aristoteles, menganut sistem Negara Kota. Bagi Aristoteles sistem negara ini adalah sistem yang ideal. Sebuah wilayah seluas wilayah perkotaan yang memiliki sistem pemerintahan dan mandiri. Walaupun, tak lama kemudian, sistem negara kota ini menjadi sistem yang kadaluwarsa setelah bangkitnya kekaisaran Makedonia di bawah Aleksander dan dilanjutkan kekaisaran Romawi.

Aristoteles merinci pandangannya mengenai negara kota yang ideal. Ia menyebutkan bahwa Negara amatlah penting dan dibutuhkan karena negara adalah jenis komunitas tertinggi yang bertujuan mencapai kebaikan tertinggi. Komunitas pembentuk negara dimulai dari keluarga. Keluarga dibangun dari relasi antara laki-laki dan perempuan, tuan dan budak, yang bersifat alamiah. 

Sejumlah keluarga bergabung membentuk sebuah desa. Beberapa desa membentuk negara. Walau negara muncul lebih belakangan daripada keluarga, namun hakikatnya, negara lebih utama daripada keluarga, dan lebih penting daripada individu. Keselurahan (negara) lebih utama daripada bagian-bagiannya. 

Seperti halnya sebuah organisme. Tangan merupakan bagian dari organisme. Tangan dapat melakukan fungsinya, misalkan memegang sesuatu, selama tubuh organisme itu masih hidup dan tidak hancur. Serupa dengan itu, individu tak akan dapat memenuhi tujuannya jika ia tidak menjadi bagian dari negara.

Bagi Aristoteles, ukuran wilayah suatu negara haruslah tidak terlampau besar, karena wilayah yang besar akan cenderung tidak terurus dengan baik. Ukuran wilayah negara yang ideal haruslah cukup kecil sehingga negara tersebut bisa berswasembada dan juga bisa melakukan aktivitas ekspor & impor untuk memenuhi kebutuhannya. 

Ukuran negara juga harus bisa memungkinkan seluruh wilayah negara dapat diawasi dari sebuah puncak bukit. Ukuran wilayah negara juga harus memungkinkan seluruh penduduk warganegara tersebut dapat saling mengenal perangai satu sama lain. 

Penduduk warga negara idealnya haruslah seorang yang memiliki waktu senggang yang banyak. Mereka juga sebaiknya tidak berprofesi sebagai tukang, pedagang, apalagi petani. Profesi demikian dianggap tidak terhormat. 

Aristoteles tidak menyukai profesi pedagang karena dianggapnya profesi tersebut tidak berkolerasi dengan kekayaan walau perdagangan bersangkut-paut dengan kepemilikan terhadap uang. Bagi Aristoteles kekayaan sejati adalah kepemilikan atas tanah dan rumah, bukan uang. Sementara perdagangan hanyalah kepemilikan terhadap uang. Apalagi proses menambah kepemilikan uang tersebut dilakukan melalui praktek riba. Ia sangat membenci hal ini.

Warga negara hendaknya adalah para pemilik harta benda atau aset. Sedangkan pengelola aset, misalkan petani, haruslah kaum budak. 

Bagi Aristoteles perbudakan adalah adil dan dibenarkan. Sejak lahir, sejumlah orang sudah ditentukan untuk takluk sedangkan yang lain ditentukan berkuasa. Para budak sebaiknya bukan dari bangsa Yunani, namun berasal dari ras yang lebih rendah dan semangatnya lebih lemah. 

Negara haruslah memiliki sistem pemerintahan yang bertujuan mencapai kebaikan bagi seluruh warga negaranya, bukan kebaikan untuk individu atau kelompok. Ada tiga sistem pemerintahan yang baik: monarki, aristrokasi, dan konstitusional (polity). Ada juga tiga sistem pemerintahan yang buruk: tirani, oligarki, dan demokrasi. Ada juga yang merupakan sistem pemerintahan campuran. 

Suatu sistem pemerintahan dapat disebut baik atau buruk, ditentukan oleh kualitas etika para pemegang kekuasaan, bukan oleh bentuk sistemnya. Bagi Aristoteles, monarki lebih baik daripada aristrokasi, dan aristrokasi lebih baik daripada konstitusional. Sedangkan dilihat dari sistem pemerintahan terburuk, maka tirani lebih buruk dibandingkan oligarki dan oligarki lebih buruk dibandingkan demokrasi. Karena Aristoteles menilai kebanyakan pemerintahan cenderung berwatak jahat maka diantara bentuk pemerintahan yang ada, demokrasi adalah yang terbaik.