Kamis, 18 Januari 2018

HUBUNGAN ENERGY SECURITY DENGAN PENGUASAAN IPTEK DAN KUALITAS SDM


Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan salah satu modal utama dalam membangun sistem perekonomian yang kuat yang menjamin kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Di sisi lain, penguasaan IPTEK tidak lepas dari tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang dimiliki suatu negara. Karenanya, upaya menumbuh-kembangkan kedua hal tersebut dalam suatu negara merupakan suatu hal yang sangat penting untuk membangun pondasi yang kokoh yang menjamin kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan.

Agus Nurrohim (2012) menyebutkan bahwa telah terjadi proses transisi perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya (Resource Based Economy) menjadi perekonomian yang berbasiskan pengetahuan (Knowledge Based Economy). Pada era Knowledge Based Economy, kekuatan bangsa diukur dari kemampuan penguasaan IPTEK sebagai faktor primer penguasaan ekonomi. Termasuk juga di dalam penguasaan IPTEK ini tentunya keberadaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan handal.
Peranan penguasaan IPTEK dan keberadaan SDM yang handal menggantikan peranan modal, lahan dan energi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing suatu bangsa. Melalui penguasaan IPTEK dan SDM yang unggul, suatu negara akan mampu meningkatkan produktivitas perekonomian dan daya saingnya di kancah dunia.

Salah satu indikator kemampuan penguasaan IPTEK suatu negara dapat dilihat dari seberapa besar perbandingan angka ekspor dan impor sektor industri. Untuk Indonesia, nilai ekspor antara tahun 1996 sampai 2009 didominasi oleh produk-produk yang kandungan teknologinya rendah. Sementara impor Indonesia didominasi oleh produk industri, tambang, dan produk industri makanan dengan kandungan teknologi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum dapat memperoleh manfaat dan nilai tambah yang maksimal melalui pemanfaatan teknologi dalam pengelolaan sumber daya alam yang dimilikinya.

Investasi industri untuk penelitian dan pengembangan teknologi masih sangat terbatas, sehingga kemampuan industri dalam menghasilkan teknologi masih rendah. Di samping itu, beberapa industri besar dan industri yang merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) mempunyai ketergantungan yang besar pada teknologi yang berasal dari industri induknya atau dari negara asing. Akibatnya ketergantungan semakin besar pada negara asing penghasil teknologi dan kurangnya pemanfaatan teknologi hasil penelitian dan pengembangan dalam negeri. Ketergantungan industri pada teknologi impor antara lain disebabkan oleh lemahnya lembaga penelitian dan pengembangan nasional dalam menyediakan teknologi yang siap pakai. Hal ini disebabkan oleh rendahnya produktivitas penelitian dan pengembangan yang disebabkan oleh belum efektifnya kelembagaan, sumber daya, dan jaringan IPTEK.

Termasuk di sektor energi, ketahanan IPTEK bidang energi Indonesia masih rendah. Penguasaan teknologi eksplorasi dan eksploitasi migas saat ini masih belum memadai dimana masih banyak tergantung pada teknologi impor dan juga sumber daya asing. Akibatnya, Indonesia belum dapat dipandang sebagai negara yang memiliki ketahanan energi tinggi dan berdaulat energi, walaupun sumber daya energi yang dimiliki sangat melimpah. Bahkan mungkin sebenarnya SDM Indonesia di bidang energi sudah sangat kompeten. Namun karena kurangnya insentif dalam negeri banyak tenaga-tenaga profesional Indonesia yang lebih memilih bekerja di luar negeri.
Fakta yang ada hampir semua kontraktor-kontraktor migas menggunakan teknologi asing. Perusahaan-perusahaan migas bahkan masih banyak yang menggunakan tenaga ahli asing dan konsultan asing. Kandungan lokal (local content) industri migas dalam negeri juga masih rendah, baik untuk barang dan jasa. (Agus Nurrohim, 2012).

Rabu, 17 Januari 2018

KETAHANAN LINGKUNGAN


Ketahanan Lingkungan merupakan upaya menjamin keamanan publik secara proporsional dari bahaya-bahaya lingkungan yang diakibatkan oleh proses-proses alamiah atau buatan-manusia, karena keteledoran, kecelakaan, salah-kelola, atau kesengajaan. Ketahanan lingkungan merupakan bagian dari ketahanan nasional. Ketahanan lingkungan mengkaji ancaman akibat kejadian lingkungan, kecenderungan ketahanan nasional dan unsur-unsur kekuatan nasional .

Hubungan antara lingkungan dan keamanan telah dipertimbangkan sejak tahun 1980-an oleh dua kelompok: (1) komunitas kebijakan lingkungan, yang mengajukan implikasi-implikasi keamanan dari perubahan dan keamanan lingkungan, dan (2) komunitas keamanan, yang melihat definisi baru keamanan nasional (national security) khususnya pada era setelah perang dingin .

Selanjutnya isu-isu ini diakui sebagai elemen yang memberi dampak secara global, sebagai contoh perubahan lingkungan, menipisnya lapisan ozon dan polusi, yang kesemuanya memiliki implikasi-implikasi terhadap keamanan. Hal ini juga mengubah paradigma otoritas militer untuk mengevaluasi kembali dimensi keamanan dari isu-isu lingkungan.

Keamanan, secara tradisional dilihat sebagai sinonim dari keamanan nasional dengan dua tujuan utama : (1) untuk menjaga integritas teritorial dari negara dan (2) untuk memelihara bentuk pemerintahan yang dipilih, melalui alat-alat politik maupun militer.

Ketika ilmuwan politik mengambil aspek lingkungan sebagai bagian dari keamanan, maka dampak-dampak lingkungan didefinisikan sebagai bagian dari isu keamanan nasional. Pendekatan ini mencoba mendefinisikan ulang konsep keamanan nasional secara menyeluruh. Di awal tahun 1980-an Independent Commission on Security and Disarmament Issues (ICSDI) mengembangkan dan memperkenalkan konsep keamanan nasional secara lazim, yang memberikan pandangan yang lebih luas kepada keamanan nasional.

The World Commission on Environment and Development menghubungkan secara jelas keamanan nasional dan lingkungan pada Brundtland Report tahun 1987 : “Umat manusia menghadapi dua ancaman besar. Pertama adalah perang nuklir. Marilah berharap bahwa hal ini akan tetap memiliki harapan berhasil yang semakin menurun di masa mendatang. Kedua adalah runtuhnya aspek lingkungan di seluruh dunia dan jauh dari menjadi harapan berhasil di masa mendatang, ini adalah fakta saat ini.”

Mengikuti hal yang dilakukan The World Commission on Environment and Development – PBB, the General Assembly (Majelis Umum) PBB secara resmi juga memperkenalkan konsep keamanan nasional dan lingkungan pada Sesi ke-42. Dewasa ini, keamanan lingkungan telah dipahami secara ekstensif (luas), termasuk aspek manusia, fisik, sosial, dan kesejahteraan/kesehatan ekonomi. Hal ini menyebabkan intepretasi dan menentukan batasan terhadap keamanan lingkungan semakin sulit. (Fourth UNEP Global Training Programme on Environmental Law and Policy). Saat ini, belum ada persetujuan umum pada kejelasan definisi keamanan lingkungan. Jangkauan isu ini dibatasi pada bagaimana dampak-dampak lingkungan dapat mempengaruhi terjadinya konflik, dibandingkan keamanan itu sendiri.

Ketahanan lingkungan (environmental sustainability) semakin menjadi isu yang penting di tengah semakin menurunnya kualitas lingkungan. Polusi dan pencemaran lingkungan, pembangunan perkotaan dan industrialisasi, limbah, penggundulan hutan, dan beberapa aktivitas manusia lainnya terhadap lingkungan semakin membuat ketidakseimbangan alam yang memicu munculnya potensi yang menggangu kehidupan manusia dan lingkungan hidup.

Hal ini juga dikaitkan dengan isu perubahan iklim dan pemanasan global. Pemanasan global diakibatkan emisi gas rumah kaca yang dapat membuat suhu permukaan bumi semakin hangat. Semakin hangatnya suhu permukaan bumi menyebabkan sejumlah stok es di kutub mencair, lalu dapat meningkatkan tinggi permukaan air laut.

Hal ini berpotensi menenggelamkan sejumlah wilayah padat penduduk di permukaan bumi. Pemanasan global juga menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang mendorong semakin sering terjadinya bencana alam seperti badai dan tsunami, banjir, dan kekeringan. Hal ini berarti dapat mengancam eksistensi mahluk hidup, termasuk manusia, sehingga isu ini semakin menjadi isu di tingkat global.

Salah satu ancaman ketahanan lingkungan adalah semakin berkurangnya luas hutan dan wilayah tutupan hijau vegetasi tanaman. Hal ini diakibatkan oleh meluasnya pembukaan lahan pertanian, peningkatan aktivitas pertambangan dan industri, serta semakin meningkatnya populasi manusia yang mendorong perluasan wilayah perkotaan dan pemukiman penduduk. Padahal seperti telah dipahami bersama bahwa hutan atau tutupan hijau vegetasi tanaman merupakan paru-paru alami dunia. Emisi dari pembakaran fosil dan aktivitas industri semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dipadukan dengan penggundulan hutan (deforestation) yang juga semakin meningkat. Perpaduan hal ini memicu perubahan iklim dunia menjadi lebih panas.

Keberadaan vegetasi tanaman merupakan indikasi tanah yang subur dan menyimpan sumber air tanah. Melalui proses fotosintesis, tamanan menyerap CO2 yang merupakan salah satu jenis gas rumah kaca, dan kemudian dari proses tersebut tumbuhan memproduksi oksigen yang dibutuhkan oleh hewan dan manusia. Dengan demikian semakin berkurangnya wilayah vegetasi tanaman berarti semakin mengurangi sarana alami penyerap CO2 dan penyimpanan air tanah. Ini berarti upaya menjaga kelestarian vegetasi tanaman merupakan upaya yang secara langsung menjaga ketahanan lingkungan, selain upaya mengendalikan dan mengurangi emisi.

REFERENSI :
  1. USLegal.com, “Environemtnal Security Law & Legal Definition”, dalam http://definitions.uslegal.com/e/environmental-security/ dikunjungi 9 Mei 2016
  2. Andree Kirchner, 1999, “Environmental Security”, Fourth UNEP Global Training Programme on Environmental Law and Policy hal. 1


Selasa, 16 Januari 2018

HUBUNGAN ENERGY SECURITY DENGAN SOSIAL POLITIK


Semakin lama energi semakin menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat dunia di berbagai sektor. Mulai dari rumah tangga, transportasi, industri, komersial, dan lain-lain. Bahkan di negara dengan tingkat kemiskinan tinggi pun, energi telah semakin menjadi kebutuhan yang mendesak selain pangan. Aspek sosial telah sedemikian terintegrasi dengan kebutuhan akan energi. Setiap isu energi berpotensi mempengaruhi isu sosial. Gejolak energi juga dapat memicu gejolak sosial.

Contohnya saja program subsidi bahan bakar minyak dan gas LPG di Indonesia. Setiap ada wacana pencabutan subsidi energi atau sekedar pengurangan subsidi, selalu saja hal ini menjadi sumber gejolak di tengah masyarakat. Apalagi ketika motif-motif politik masuk ke dalamnya. Masyarakat umum memahami bahwa pencabutan subsidi berarti akan memicu kenaikan harga bahan bakar yang kemudian akan memicu juga naiknya harga komoditas pokok masyarakat.

Akibatnya ada kecenderungan pemerintah untuk selalu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang populer yang biasanya lebih mengedepankan tujuan untuk “menyenangkan dan menenangkan” rakyat. Pertimbangan rasionalitas terhadap permasalahan yang sebenarnya terjadi akhirnya mendapat porsi yang sedikit. Padahal sebenarnya pemberian subsidi pada BBM menjadi beban yang cukup besar dalam anggaran negara. Pemberian subsidi ini sebenarnya juga cenderung mempengaruhi perilaku dan budaya masyarakat untuk semakin tidak efisien dalam penggunaan BBM. Memang benar, ini merupakan tindakan wajar dilakukan terutama oleh negara-negara berkembang yang sedang mempertahankan stabilitas nasionalnya. Namun seiring berjalannya waktu perlu upaya-upaya bertahap untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan sekaligus mengurangi subsidi.

Masalah sosial juga bisa timbul karena masalah yang bersifat lokal. Misalnya sebuah perusahaan membuka operasi produksi atau pengolahan energi di suatu daerah yang kurang berkembang. Karena perusahaan tersebut kekurangan tenaga terlatih lokal maka akhirnya cenderung untuk lebih banyak menggunakan tenaga dari luar daerah. Hal ini kemudian berpotensi menimbulkan konflik antara penduduk lokal (dan kadang dengan pemerintah daerah) dengan para pendatang. Contoh konflik umum yang biasanya terjadi adalah demonstrasi penolakan, pemogokan, blokade, bahkan pada beberapa kasus terjadi pendudukan paksa kegiatan usaha yang mempengaruhi kegiatan produksi. Peristiwa seperti ini tentunya akan sangat mempengaruhi upaya penyediaan energi.

Dalam lingkup sosial global, kita bisa melihat konflik-konflik terjadi salah satu diantaranya adalah karena konflik penguasaan sumber-sumber energi dan pengamanan terhadap pangsa pasar. Sumber energi yang paling besar memberi pengaruh terhadap hal ini adalah minyak. Hal ini bisa kita amati misalkan di timur tengah. Semenjak masih tergantungnya pendapatan negara-negara timur tengah pada sektor minyak, maka ada kecenderungan konflik akan terus terjadi di wilayah tersebut.