Jumat, 12 Januari 2018

GAS BUMI DAN ENERGY SECURITY


Gas bumi atau gas alam memiliki karakteristik pengangkutan dan pendistribusian yang relatif lebih sulit dibandingkan minyak bumi. Tidak seperti minyak, gas alam relatif lebih sulit untuk disimpan. Infrastruktur transportasi gas alam secara alami sangat kaku dan kurang daya fleksibilitas dibandingkan energi fosil yang lain (minyak dan batubara). Oleh sebab itu, gas alam belum memilki pasar gas skala global, tetapi lebih bersifat lokal dan regional serta khusus. Harga gas alam juga bersifat lokal. Ini berarti hubungan fisik antara produsen gas alam dan konsumen dibutuhkan lebih intens melalui kontrak jangka panjang, sedangkan jumlah rute alternatif ke konsumen terbatas. Karakateristik-karakteristik ini membuat gas alam tidak banyak berpengaruh terhadap energi security suatu negara dan juga secara global.

Sebenarnya secara teknis, gas alam memungkinkan untuk dicairkan dan diangkut dengan kapal sebagai LNG dan didistribusikan dalam jarak yang jauh. Namun demikian, secara global, infrastruktur LNG yang relatif mahal, dan jumlahnya masih belum sebanyak infrastruktur minyak bumi sehingga pasar gas alam yang terintegrasi dalam skala global belum terbentuk. Selain itu penyimpanan gas dalam bentuk LNG akan memiliki keterbatasan waktu penyimpanan, karena LNG dapat menguap jika dibiarkan terlalu lama dalam penyimpanan sehingga harus dilepas dan dibakar ke atmosfir.

Harga gas alam dapat dihubungkan dengan harga minyak, atau dapat juga ditentukan berdasarkan mekanisme keseimbangan pasokan (supply) dan permintaan (demand). Di Asia, harga gas alam dalam bentuk LNG umumnya dikaitkan dengan JCC (Japan Crude Oil). Dalam mekanisme ini, harga LNG ditentukan berdasarkan harga Cost, Insurance, Freight (CIF) rata-rata minyak mentah Jepang. Di Eropa, harga impor LNG biasanya dikaitkan dengan produk perminyakan dan harga minyak mentah Brent. Di Eropa, harga LNG cukup bersaing dengan harga gas pipa.

Lebih jauh lagi, tidak seperti minyak bumi yang memiliki pasar minyak global, gas alam memiliki pasar skala regional dan bersifat eksklusif. Pada pasar global minyak, jika terjadi gangguan pasokan di satu belahan bumi, maka akan berpengaruh terhadap pasar minyak secara keseluruhan. Pada pasar gas alam, gangguan pasokan gas di suatu wilayah tidak mempengaruhi pasar gas alam di wilayah lain, dan bahkan tidak mempengaruhi pasar minyak.

Hal ini, sekali lagi disebabkan oleh adanya fakta pertama bahwa biaya transportasi gas alam yang relatif lebih tinggi dibandingkan biaya transportasi minyak, serta sistem transportasi gas alam yang kaku atau tidak fleksibel.

Fakta kedua, pengembangan gas alam di suatu negara atau wilayah cenderung terisolasi dari wilayah lain sebagai akibat hampir tidak memungkinkannya dilakukan pergantian rute penyaluran gas. Hal ini menyebabkan gangguan pasokan gas di satu wilayah tidak akan mempengaruhi wilayah lain.

Perbedaan lainnya antara minyak dan gas alam adalah catatan sejarah yang menunjukkan bahwa gangguan pasokan minyak yang tercatat semenjak tahun 1950 lebih disebabkan oleh alasan politik daripada alasan gangguan fisik. Pada gas alam tidak ditemukan catatan sejarah yang menunjukkan hal serupa. Gangguan gas alam biasanya hanya bersifat minor dan jangka pendek.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa secara historis minyak bumi digunakan sebagai senjata politik, sedangkan gas alam tidak memiliki karakteristik yang memungkinkan untuk digunakan sebagai senjata politik. Contoh kasus mengenai hal ini adalah pada peristiwa blokade ekspor gas dari Rusia ke Ukraina pada Januari 2006. Blokade ini hanya berlangsung 4 hari, dimana motif politik di balik peristiwa ini masih merupakan kontroversi.

Sebagai tambahan, ketahanan/keamanan gas alam hampir semuanya terkait dengan pengurangan pasokan fisik yang terjadi secara alami daripada goncangan harga. Goncangan harga merupakan faktor ancaman keamanan utama hanya bagi minyak bumi. Hal ini tidak berlaku bagi gas alam.

Terdapat juga perbedaan yang nyaris kasat mata antara definisi keamanan minyak dan definisi keamanan gas. Keamanan minyak berarti kehandalan dan kecukupan pasokan energi pada harga yang layak. Keamanan gas berarti adanya jaminan bahwa semua volume gas yang diminta oleh pelanggan akan selalu tersedia pada harga yang layak.

Perbedaan antara kedua definisi ini adalah gas alam mengharuskan pemenuhan permintaan tanpa perlu menekankan pada kecukupan pasokan gas di semua sektor. Jika suatu sektor yang normalnya menggunakan gas tetapi kemudian gas tidak terpasok pada sektor ini, maka pemenuhan kebutuhan energinya dapat digantikan oleh bahan bakar lain seperti minyak atau batubara. Ini menunjukkan perlunya gas alam dikombinasikan dengan sumber bahan bakar lain dalam rangka menjamin keamanan energi di suatu sektor pengguna gas.

Selama ini terdapat juga argumen yang menganggap upaya menjamin keamanan gas sama dengan minyak. Padahal kenyataannya tidak demikian. Misalnya dalam sistem pengaturan stok dan penyimpanan. Pembentukan sistem penyimpanan gas jauh lebih mahal daripada pembentukan sistem penyimpanan minyak (tangki LNG, tabung CNG, underground gas storage). Selain itu pembentukan sistem penyimpanan gas alam juga akan membutuhkan investasi tambahan untuk pembentukan fasilitas infrastruktur transportasi gas alam yang stand by (siap sedia). Upaya lain seperti pembentukan kontrak pembelian gas yang fleksibel atau penggunaan bahan bakar alternatif mungkin jauh lebih murah dibandingkan pengembangan fasilitas penyimpanan gas.

Di sisi lain, berhubung pasar gas alam belum merupakan pasar global dan gangguan yang terjadi akan bersifat lokal dan jangka pendek, maka pengembangan upaya responsif secara global belum memungkinkan. Maka dari itu, upaya pengembangan mekanisme respon terhadap gangguan pasokan gas sebaiknya dikembangkan secara lokal oleh masing-masing negara beserta para pelaku pasar gas yang terlibat.

Satu hal yang perlu juga dicermati adalah pertumbuhan pesat pasar gas spot. Pasar gas spot merupakan pasar gas di mana gas alam dibeli dan dijual untuk pengiriman segera atau dalam jangka waktu sangat pendek. Biasanya jangka waktu pengirimannya 30 hari atau kurang. Transaksi dalam jangka pendek seperti ini berarti tidak terdapat pengaturan berkelanjutan antara pembeli dan penjual seperti halnya yang terjadi pada kontrak pembelian gas jangka panjang (long term contract). Pasar gas spot lebih memungkinkan dikembangkan di lokasi yang memiliki banyak interkoneksi pipa gas, sehingga memungkinkan terdapat sejumlah besar pembeli dan penjual gas. Gas alam dalam bentuk LNG dan CNG merupakan bentuk yang paling memungkinkan dijual di pasar spot. Henry Hub di selatan Louisiana adalah pasar spot paling dikenal untuk gas alam.

IEA mengestimasi bahwa perdagangan gas spot telah tumbuh pesat dalam 10 tahun terakhir. (dalam Rosendahl dan Sagen, 2009). Semakin banyak produser dan trader yang menyediakan pemesanan gas alam dalam bentuk spot. Seperti halnya pada minyak bumi, pasar spot pada gas akan semakin meningkatkan fleksibilitas pasokan gas. Pengguna LNG dapat lebih fleksibel dalam mengatur pemilihan sumber pasokan gas. Fleksibilitas pasokan gas dalam jangka pendek dan ketersediaan sumber pasokan gas eksternal alternatif tergantung pada kompetisi pasar global (khususnya untuk LNG) dan ada tidaknya komitmen atau kontrak jangka panjang pasokan gas (misalnya kesepakatan antar pemerintah). (European Commission, 2014).

Pasar gas spot membuat karakteritik gas alam semakin mendekati karakteritik minyak bumi. Pasar gas alam spot semakin meningkatkan fleksibilitas pasar gas. Hal ini semakin memungkinkan gas alam untuk digunakan sebagai komoditas politik sehingga pada akhirnya semakin bisa berpengaruh terhadap energy security nasional, regional, dan global. Walupun demikian, kekuatan pengaruhnya masih belum dapat menyamai pengaruh minyak bumi. Di sisi lain, setiap upaya peningkatan penggunaan gas bumi dalam rangka mengurangi penggunaan minyak, merupakan upaya untuk mendiversifikasi penggunaan jenis energi yang berarti juga meningkatkan energy security.

Kamis, 11 Januari 2018

JARAK PAGAR


Jarak pagar (Jatropha curcas L., Euphorbiaceae) merupakan tumbuhan semak berkayu yang banyak ditemukan di daerah tropis. Tumbuhan ini dikenal dengan berbagai nama di Indonesia: jarak kosta, jarak budeg (Sunda); jarak gundul, jarak pager (Jawa); kalekhe paghar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi); ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku) .

Tumbuhan ini dikenal sangat tahan kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Walaupun telah lama dikenal sebagai bahan pengobatan dan racun, saat ini ia makin mendapat perhatian sebagai sumber bahan bakar nabati untuk mesin diesel karena kandungan minyak bijinya.

Berdasarkan pengamatan terhadap keragaman di alam, tumbuhan ini diyakini berasal dari Amerika Tengah, tepatnya di bagian selatan Meksiko, meskipun ditemukan pula keragaman yang cukup tinggi di daerah Amazon. Penyebaran ke Afrika dan Asia diduga dilakukan oleh para penjelajah Portugis dan Spanyol berdasarkan bukti-bukti berupa nama setempat.

Tanaman ini sampai ke Indonesia didatangkan oleh Jepang ketika menduduki Indonesia antara tahun 1942 dan 1945. Tumbuhan ini direncanakan sebagai sumber bahan bakar alternatif bagi tank dan pesawat perang sewaktu Perang Dunia II. Biji (dengan cangkang) jarak pagar mengandung 20-40% minyak nabati, namun bagian inti biji (biji tanpa cangkang) dapat mengandung 45-60% minyak kasar.

Tanaman jarak dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur asalkan memiliki drainase baik (tidak tergenang) dengan tingkat keasaman (pH) tanah optimal 5,0–6,5. Tanaman jarak pagar termasuk tanaman tahunan. Jika dipelihara dengan baik dapat hidup lebih dari 20 tahun. Jarak pagar mampu tumbuh produktif dan ekonomis di daerah dengan curah hujan hanya empat bulan, berbeda dari kelapa sawit yang memerlukan curah hujan konstan untuk hasil terbaiknya.

Bahan tanaman dapat berasal dari stek cabang atau batang, maupun benih. Pembibitan dapat dilakukan di polybag atau di bedengan yang diberi naungan. Setiap polybag diisi media tanam berupa tanah lapisan atas (top soil) dan dapat dicampur pupuk kandang. Setiap polybag ditanami satu bibit. Lama pembibitan 2–3 bulan. Penanaman dapat juga dilakukan secara langsung di lapangan (tanpa pembibitan) dengan menggunakan stek cabang atau batang.

Kegiatan persiapan lahan meliputi pembukaan lahan, pengajiran, dan pembuatan lubang tanam. Jarak tanam dapat ditentukan sebesar 2 m x 3 m sampai 1,5 m x 2 m dimana akan menghasilkan populai tanaman sebanyak 1.600 hingga 3.400 pohon per hektar. Lubang tanam biasanya ditentukan dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm.

Penanaman bibit sehat dengan ketinggian melebihi 50 cm dilakukan pada awal atau selama musim penghujan sehingga kebutuhan air bagi tanaman cukup tersedia. Pemupukan dapat dilakukan sesuai tingkat kesuburan tanah setempat. Pemberian pupuk organik disarankan untuk memperbaiki struktur tanah. Perawatan mencakup pengairan, pemangkasan, dan pembersihan dari gulma. Perlindungan dari hama dan penyakit dilakukan bila terjadi serangan besar. Jarak pagar relatif tidak memiliki pengganggu.

Bunga terbentuk setelah umur 3 – 4 bulan, sedangkan pembentukan buah mulai pada umur 4 – 5 bulan. Pemanenan dilakukan jika buah telah masak. Masaknya buah dapat dilihat dari kulit buah yang berwarna kuning dan kemudian mulai mengering. Biasanya buah masak setelah berumur 5 – 6 bulan. Produksi maksimum baru tercapai pada usia tanam enam tahun, dan akan terus menghasilkan secara ekonomis sampai 20 tahun.

Cara pemanenan dengan memetik buah yang telah masak dengan tangan atau gunting. Produktivitas per pohon jarak pagar berkisar antara 3,5 – 4,5 kg biji per tahun. Dengan tingkat populasi tanaman antara 2.500 – 3.300 pohon / hektar, dapat dihasilkan 10 ton buah per tahun. Dengan rendemen rata-rata minyak sebesar 35% maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 2,5 – 5 ton minyak jarak per tahun.

Kandungan minyak bijinya dapat mencapai 63%, melebihi kandungan minyak biji kedelai (18%), linseed (33%), rapa (45%), bunga matahari (40%) atau inti sawit (45%). Minyaknya didominasi oleh kandungan zat asam oleat (44.7%) dan asam linoleat (32.8%). Sementara, asam palmitat (14.2%) dan asam stearat (7%) adalah tipe asam lemak jenuhnya.

Sebagai biodiesel, minyak biji jarak pagar perlu diproses dengan metilasi terlebih dahulu, sebagaimana minyak nabati lain. Selanjutnya, ia dapat digunakan tersendiri atau, yang lebih umum, dicampurkan dengan minyak diesel .

Jarak pagar juga merupakan salah satu bahan baku biodiesel yang sempat populer. Tanaman jarak pagar sempat banyak ditanam di semua wilayah di Indonesia. Namun proyek jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel ini dapat dikatakan kurang sukses. Hal ini disebabkan karena penanamannya kurang memperhatikan kesesuaian kondisi agroklimat masing-masing wilayah .

Selain itu, sebenarnya dari sisi varietas, jarak pagar masih dalam tahapan penelitian tim penelitian dan pengembangan (litbang) Kementrian Pertanian. Hingga saat ini, varietas yang sudah ada tidak berhasil karena secara keekonomian belum mampu memenuhi kebutuhan pemanfaatannya. Setelah menanam, petani mengalami kesulitan dalam pemasaran sebagai akibat karena belum adanya desain pasar yang baik. Misalnya siapa yang harus menampung dan harganya yang tidak menarik. Produktivitas belum bisa memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan tanaman lain. Akhirnya, petani akan memilih yang lain demi peningkatan pendapatan .

R. Wisnu Ali Martono (2009) menyebutkan jika harga biji jarak ditentukan sebesar Rp 500/kg, maka hal ini belum mampu mendukung tujuan Keppres 10/2006, tentang Tim Nasional (Timnas) Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran. Harga ini merugikan Petani. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa titik impas harga biji jarak adalah Rp 1.550,67/kg. Harga ini baru pada tahap impas sehingga petani jarak pagar belum mendapatkan keuntungan. Agar tujuan Keppres 10/2006 untuk mengentaskan kemiskinan dapat dicapai, perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk menghitung pada harga berapa biji jarak pagar masih layak digunakan sebagai bahan baku BBN, dengan konstrain harga BBM fosil.

Selain itu, jarak pagar tidak dapat digunakan sebagai tanaman konservasi karena hanya merupakan tanaman yang bersifat perdu .

REFERENSI
  1. dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Jarak_pagar dikunjungi 13 Maret 2016
  2. dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Jarak_pagar dikunjungi 13 Maret 2016
  3. dalam www.migasreview.com/post/1417422866/belajar-dari-kasus-jarak-pagar-untuk-bioenergi. html dikunjungi 12 Januari 2015
  4. ibid
  5. Martono, R. Wisnu Ali, 2009, J.Ilm.Tek.Energi Vol. 1 No. 8 Februari 2009: 66-74, hal. 72
  6. Pranowo, Dibyo dkk. 2014, hal.4

Rabu, 10 Januari 2018

NUKLIR DAN ENERGY SECURITY


Bagi masyarakat awam kebanyakan, isu-isu berkenaan dengan nuklir menjadi isu yang sensitif. Ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada perang dunia ke-2 cukup memberikan dampak berkepanjangan di benak masyarakat dunia mengenai betapa berbahayanya ledakan nuklir sebagai pemusnah kehidupan. Ditambah peristiwa yang baru-baru ini terjadi yakni kebocoran radiasi nuklir di Fukushima, Jepang.

Masalahnya, nuklir sebagai senjata dan nuklir sebagai pembangkit energi seringkali disandingkan sebagai hal yang sama. Dari sini muncul anggapan bahwa setiap upaya pengembangan energi nuklir berarti juga merupakan upaya yang memungkinkan bagi pengembangan senjata nuklir yang mengancam eksistensi manusia. Ancamannya, baik berupa kebocoran dan paparan zat radioaktifnya maupun dari ledakan bom nuklir sebagai senjata. Padahal, teknologi nuklir untuk pembangkit energi merupakan hal yang berbeda dengan teknologi nuklir sebagai senjata. Pengembangan nuklir sebagai senjata membutuhkan tambahan teknologi tingkat lanjut.

Permasalahan ini diperparah oleh praktek politisasi. Para politisi seringkali menjadikan upaya penolakan energi nuklir sebagai upaya menarik simpati masyarakat. Hal ini kemudian membentuk opini publik bahwa nuklir merupakan sumber energi yang berbahaya dan mengancam eksistensi manusia. Politisasi bukan hanya di lingkup nasional, tapi juga berskala global.

Memang benar bahwa nuklir sebagai energi masih memiliki kekurangan-kekurangan di sisi keamanannya. Seperti halnya yang terjadi di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima, Jepang. Walau tingkat keamanannya telah diatur sedemikian tinggi untuk menghadapi gempa dan tsunami, namun tetap saja kegagalan terjadi.

Oleh karena itu pemanfaatan nuklir di masa depan akan sangat tergantung seberapa canggih perkembangan teknologinya yang dapat meyakinkan publik. Selain mengembangkan teknologi nuklir berbasis uranium dan plutonium yang selama ini digunakan, terdapat juga alternatif bahan nuklir yang disebut Thorium. Bahan ini secara teoritis dinilai lebih aman. Selain itu, terdapat juga pengembangan teknologi nuklir fusi yang merupakan reaksi kebalikan dari nuklir selama ini yakni nuklir fisi. Pada nuklir fusi, atom ditumbukkan sehingga menghasilkan energi, sedangkan pada nuklir fisi, atom dibelah sehingga melepaskan energi. Mekanismenya reaksi fusi mirip seperti yang terjadi di matahari.

Hanya ada lima negara yang diijinkan dunia memiliki senjata nuklir berdasarkan perjanjian Nonproliferasi Nuklir (Nuclear Non-Proliferation Treaty atau NPT): Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, dan China. Banyak negara yang telah menandatangani perjanjian ini. Namun ada juga beberapa negara di luar kelima negara tersebut yang juga mengembangkan senjata nuklir. Misalnya seperti India, Pakistan, dan Korea Utara.

Intensitas politik pada nuklir sebagai senjata bisa kita lihat dari perjalan sejarah dunia abad 21. Perlombaan pengembangan senjata nuklir dimulai semenjak era perang dingin. Persaingan antara Rusia dan Amerika. Antara India dan Pakistan. Antara Korea Utara dan Korea Selatan. Isu nuklir seringkali menjadi isu utama.

Hot issue yang juga saat ini sedang berlangsung adalah isu nuklir Iran. Iran menyatakan akan mengembangkan nuklir untuk pembangkit energi. Namun, Amerika Serikat dan sekutunya terus memberi tekanan dan menganggap Iran mengembangkan senjata nuklir. Saudi Arabia juga sempat dicurigai memiliki senjata nuklir dengan bantuan dari Pakistan. Namun hal ini belum ada bukti kuat dan disangkal oleh Saudi Arabia dan Pakistan. Sementara itu, Israel tidak menyangkal dan juga tidak mengiyakan kepemilikan senjata nuklirnya. Isu-isu nuklir di wilayah timur tengah ini menjadi potensi sumber konflik regional.

Hal-hal ini menunjukkan bahwa nuklir, baik sebagai senjata maupun sebagai pembangkit energi akan senantiasa menjadi objek politik. Baik dalam lingkup nasional maupun dalam lingkup global. Oleh karena itu, pengaruhnya terhadap energy security dan ketahanan nasional suatu negara akan sangat besar.

Jika misalkan nuklir sebagai energi benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh suatu negara, misalkan menggunakan standar keamanan tinggi, didukung pemahaman masyarakat yang baik mengenai nuklir, maka bisa saja ketahanan energi negara tersebut meningkat. Hal ini karena energi nuklir merupakan sumber energi sangat handal, baik dari sisi operasional maupun dari sisi sistem pasokan bahan bakarnya.

Jika terjadi gangguan pasokan bahan bakar, PLTN dapat terus beroperasi selama 12 hingga 18 bulan. Walaupun bahan bakar PLTN diimpor, dan proses pengayaannya hanya dapat dilakukan di negara-negara tertentu, namun konsumsi bahan bakar PLTN relatif sedikit sedangkan tenaga listrik yang dihasilkan relatif besar. Karenanya masih tersedia waktu yang cukup lama bagi PLTN untuk terus beroperasi tanpa tambahan bahan bakar baru.

Kebutuhan bahan bakar nuklir juga sangat sedikit. Bahan bakar batubara dapat disimpan, tetapi akan dibutuhkan 3 juta ton setiap tahun untuk membangkitkan listrik 1.000 MWe. Sedangkan Uranium, hanya dibutuhkan sekitar 200 ton uranium atau kurang dari 30 ton uranium hasil pengayaan untuk membangkitkan 1.000 MWe. Biaya bahan bakar ini hanya merupakan sekitar 14% dari biaya operasional. Sedangkan pada pembangkit listrik batubara biaya bahan bakar (batubara) adalah sekitar 78% dari biaya operasi, dan untuk pembangkit listrik berbahan bakar gas adalah 89%. Dari sini bisa dikatakan, walaupun biaya investasi untuk pembangunannya di awal tinggi tetapi sekali dioperasikan maka biaya operasional PLTN akan sangat murah. Biaya operasi dan pemeliharaan serta biaya bahan bakar dari PLTN setara dengan hydropower.

Justru hal yang paling rentan dalam rantai pasokan PLTN adalah transportasi bahan bakar. Hal ini tentunya dapat diatasi dengan penyediaan regulasi khusus mengenai transportasi bahan bakar PLTN sehingga menjamin kelancaran pendistribusiannya. Hal ini juga perlu didukung dengan pemenuhan persyaratan standard-standard demi keamanan dan keselamatan serta pemenuhan persyaratan lingkungan.

Namun demikian, berkaca pada kasus kebocoran fasilitas reaktor nuklir di Fukushima-Jepang, sekali terjadi kebocoran reaktor yang menimbulkan kepanikan publik, maka tuntutan masyarakat untuk meninggalkan nuklir semakin gencar. Ketika tuntutan publik tidak bisa ditolak dan mengancam stabilitas nasional, dan semua fasilitas nuklir harus dihentikan, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah sudah tersedia fasilitas pemenuhan energi pengganti/alternatif pengganti nuklir.

REFERENSI :
www.world-nuclear.org
World Nuclear Association, 2015
World Economic Forum, 2012