Rabu, 02 November 2016

HIDROGEN, ENERGI ALTERNATIF YANG SANGAT POTENSIAL UNTUK DIKEMBANGKAN

Gambar 1. Skema pemanfaatan hydrogen fuel cell
Sumber: The National Energy Education Project dalam www.eia.org

Hidrogen (H2) merupakan elemen teringan. Pada temperatur dan tekanan normal, hidrogen berada dalam bentuk gas. Hidrogen dapat terkondensasi menjadi cair pada temperatur -253° Celsius (-423° F). Hidrogen merupakan elemen paling sederhana. Satu atom hidrogen hanya memiliki satu proton. Hidrogen juga merupakan gas yang paling banyak ditemukan di alam semesta. Bintang-bintang seperti matahari mengandung hidrogen yang bertindak sebagai komponen utama.

Matahari pada dasarnya merupakan bola hidrogen dan helium raksasa. Pada inti matahari, atom-atom hidrogen digabungkan untuk membentuk atom helium. Proses ini disebut sebagai reaksi fusi yang kemudian menghasilkan energi sinar matahari. Energi matahari merupakan energi penopang kehidupan. Energi ini memberi kita cahaya dan membantu tumbuhan untuk tumbuh. Energi matahari ini disimpan sebagai energi kimia pada bahan bakar fosil. Sebagian besar energi yang kita gunakan saat ini sebenarnya berasal dari energi matahari.

Gas hidrogen lebih ringan dari udara sehingga akan cepat naik ke angkasa dan keluar dari atmosfer bumi. Inilah penyebab mengapa H2 tidak ditemukan sebagai gas di bumi. Gas hidrogen hanya ditemukan dalam bentuk senyawa dengan elemen lainnya. Hidrogen dikombinasikan dengan oksigen, membentuk air (H2O). Hidrogen dikombinasikan dengan karbon, membentuk bermacam-macam senyawa seperti methane (CH4), batubara, dan minyak bumi. Hidrogen dapat ditemukan pada semua benda yang tumbuh. Hidrogen sebagai senyawa juga ditemukan melimpah pada lapisan kerak bumi. Hidrogen memiliki kandungan energi terbesar dibandingkan bahan bakar lain dari sisi beratnya (tiga kali lebih besar dari bensin) tetapi memiliki kandungan energi terkecil dari sisi volume (sekitar 4 kali lebih kecil dari bensin).

Hidrogen merupakan sarana pembawa energi seperti halnya listrik. Hidrogen harus diproduksi dari substansi lain. Hidrogen yang ada di bumi tidak berada dalam bentuk yang siap digunakan sebagai bahan bakar. Bahan bakar hidrogen dapat diproduksi dari sumber bahan bakar fosil dan energi terbarukan. Produksi hidrogen dari energi terbarukan merupakan proses yang relatif mahal.

Kini, hidrogen masih belum banyak digunakan secara luas. Akan tetapi hidrogen memiliki potensi besar di masa mendatang. Hidrogen dapat diproduksi dari berbagai macam sumber seperti air, bahan bakar fosil, atau biomassa. Hidrogen biasanya juga merupakan produk sampingan dari banyak proses kimia.

Karena hidrogen tidak eksis di permukaan bumi sebagai gas, hidrogen harus diekstraksi dari senyawanya dengan elemen lain. Atom hidrogen dapat dipisahkan dari molekul air, biomassa atau gas alam.

Terdapat dua metode yang umum digunakan untuk memproduksi hidrogen, yakni steam reforming dan electrolysis (pemecahan molekul air / water splitting). (www.eia.org).

Steam reforming (pembentukan uap) merupakan metode yang banyak digunakan dan juga paling murah untuk memproduksi hidrogen. Pada proses ini gas alam diuraikan dengan menggunakan uap panas (steam) yang dipadukan katalis dan kemudian dihasilkan gas yang kaya kandungan hidrogen. (AGA, 2014). Metode ini digunakan di industri untuk memisahkan atom hidrogen dari karbon pada senyawa methane (CH4). Proses steam reforming menghasilkan emisi carbon dioksida (CO2).

Electrolysis merupakan proses yang memisahkan hidrogen dari air dengan menggunakan arus listrik. Proses ini dapat digunakan pada skala kecil dan juga besar. Electrolysis tidak menghasilkan emisi. Produknya adalah hidrogen dan oksigen. Namun demikian, jika listrik yang digunakan pada proses ini berasal dari pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil, maka akan terdapat produk emisi dan karbon dioksida sebagai produk sampingan. Untuk itu, listrik yang digunakan dalam proses ini seharusnya dari sumber energi terbarukan seperti energi angin dan matahari.

Selain kedua metode di atas, para peneliti di dunia sedang mengembangkan metode-metode lainnya. Beberapa di antara metode yang sedang dikembangkan adalah penggunaan mikroba yang menggunakan cahaya untuk menghasilkan hidrogen, mengkonversi biomassa menjadi cairan dan kemudian memisahkan hidrogen yang dikandungnya, menggunakan teknologi energi matahari untuk memisahkan hidrogen dari molekul air. (www.eia.org).

Hingga sejauh ini hidrogen digunakan pada beberapa aplikasi. Di Amerika Serikat, hidrogen banyak digunakan di sektor industri. Misalnya untuk pengolahan minyak, pengolahan logam, produksi pupuk, dan pemprosesan makanan. National Aeronautics and Space Administration (NASA) merupakan pengguna hidrogen terbesar sebagai bahan bakar roket. Penggunaan hidrogen cair sebagai bahan bakar untuk pertama kalinya telah dilakukan pada tahun 1950-an. Bahan bakar hydrogen fuel cell digunakan untuk mensuplai tenaga listrik pada sistem kelistrikan pesawat ruang angkasa. (www.eia.org).

Di Amerika Serikat, gas alam merupakan bahan baku dari 95% bahan bakar hidrogen yang diproduksi. Jumlah total hidrogen yang diproduksi Amerika Serikat adalah sekitar 9 juta ton per tahun. Sebagian besar hidrogen ini digunakan untuk keperluan industri dan kilang minyak. Sembilan juta ton hidrogen ini cukup untuk mengisi sekitar 35 juta kendaraan berbahan bakar hidrogen (FCEV). (Joan Ogden dkk., 2014).

Hydrogen fuel cell memproduksi listrik dengan menggabungkan atom hidrogen dan atom oksigen. Penggabungan ini menghasilkan arus listrik. Hydrogen fuel cell sangat efisien, tetapi sangat mahal untuk dibuat. Terdapat banyak tipe fuel cell yang dapat digunakan untuk berbagai aplikasi. Fuel cell skala kecil telah dikembangkan untuk menyuplai listrik pada laptop, handphone, dan aplikasi militer. Fuel cell skala besar dapat menjadi sumber energi darurat pada gedung-gedung dan juga di daerah terpencil yang belum memiliki jaringan listrik. (www.eia.org).

Referensi : Apriyanto, Alek Kurniawan. 2015. Membangun Energy Security Indonesia. Jakarta : Pustaka Muda.
Buku ini tersedia pada : https://www.tokopedia.com/bukuqu/membangun-energy-security-indonesia

Selasa, 01 November 2016

TANTANGAN PENGELOLAAN ENERGI DI MASA DEPAN




Ternyata tidak terasa telah lebih dari satu abad manusia memasuki era industri. Era industri ini ditandai dengan konsumsi energi yang semakin masif untuk menyokong aktivitas industrialisasi di segala segmen kehidupan. Dan kini era industrialisasi berkembang lebih jauh lagi dengan dimulainya era teknologi informasi. Di era teknologi informasi ini, aktivitas manusia semakin tergantung kepada pasokan energi. Tanpa energi, peralatan-peralatan berbasis teknologi informasi tidak akan dapat beroperasi. Hal ini mengancam aktivitas keseharian manusia yang telah semakin tergantung pada teknologi informasi. Dengan demikian, tuntutan terhadap pasokan energi yang berkelanjutan dan stabil menjadi suatu hal yang semakin mendesak.

Dalam ruang lingkup secara global, dapat dikatakan bahwa di era ini tidak ada satu pun negara di dunia ini yang tidak memerlukan energi. Energi telah semakin menjadi elemen yang sangat penting dalam menentukan derajat hubungan antar negara, baik secara strategis maupun ekonomis. Upaya pemenuhan energi yang terjadi selama ini yang dilakukan antar negara semakin cenderung untuk menganut prinsip saling ketergantungan. Hal ini menjadi ciri khas proses globalisasi ekonomi.

Tingkat hubungan antar negara di bidang energi dapat diukur dengan tingkat ketergantungannya dengan negara lain. Tingkat ketergantungan yang dimaksud dapat berupa ketergantungan yang simetris (setara) ataupun asimetris (tidak setara). Di sisi lain, dalam konteks isu global, keamanan energi tidak dapat berdiri sendiri melainkan saling berhubungan dengan isu global lain seperti isu lingkungan (perubahan iklim global), pengembangan dan penguasaan teknologi, isu geopolitik, ekonomi, sosial, sumber daya manusia, dan lain-lain.

Energi merupakan motor penggerak bagi kegiatan industri dan pertumbuhan ekonomi nasional. Keduanya sangat krusial bagi kekuatan nasional. Tidak hanya itu, energi juga merupakan penggerak bagi segala kegiatan di semua sektor. Mulai dari rumah tangga, perdagangan, transportasi, industri, hingga ke sistem komunikasi dan informasi. Tanpa keberadaan energi yang cukup maka masing-masing sektor ini bisa terancam pertumbuhan dan perkembangannya. Ancaman terhadap pertumbuhan salah satu sektor berarti ancaman terhadap kekuatan nasional secara keseluruhan.

Krisis minyak tahun 1973 telah meningkatkan kesadaran global mengenai pentingnya isu keamanan energi (energy security). Pada saat itu, negara-negara OPEC melakukan penghentian pasokan minyak ke Amerika Serikat dan beberapa negara sekutunya yang dianggap berperan dalam agresi Israel di Palestina. Hal ini cukup memberikan dampak signifikan saat itu, terutama bagi negara-negara importir minyak besar seperti Amerika Serikat. Embargo pasokan minyak mengakibatkan naiknya harga minyak secara signifikan dan melumpuhkan kegiatan perekonomian global.

Semenjak saat itu, energy security menjadi isu global yang semakin penting. Negara-negara, kelompok-kelompok negara, serta institusi-institusi internasional semakin intens melakukan kajian-kajian dalam rangka melakukan perbaikan dan peningkatan terhadap kinerja sistem energy security. Upayanya meliputi cakupan yang luas, baik pada level lokal atau domestik, maupun dalam level regional, dan bahkan internasional.

Aktvitas pengelolaan dan pemanfaatan energi tidak semata-mata hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas manusia. Pemanfaatan energi seharusnya juga dikelola secara bijak sehingga energi dapat terus memberikan manfaat dalam jangka panjang dan berkelanjutan serta memberikan dampak positif bagi lingkungan. Hal ini menjadi penting berhubung sejumlah sumber “energi tak terbarukan” dapat habis dipakai karena jumlahnya di alam yang terbatas. Sedangkan sumber “energi terbarukan” yang dapat terus beregenerasi secara alami, ternyata belum mampu menggantikan secara penuh peranan “energi tak terbarukan” dari kelompok energi fosil yang telah mendominasi penggunaan energi selama lebih dari satu abad. Karena itu muncullah kaidah keamanan energi atau ketahanan energi (energy security/energy resilience) dimana menjadi suatu isu yang perlu diperhatikan dalam setiap pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber energi.

Akhir-akhir ini, energy security semakin luas cakupan diskusinya. Bukan hanya berdiskusi mengenai minyak bumi, tetapi juga gas alam, batubara, kelistrikan, nuklir, serta energi baru dan terbarukan. Cakupan lintas sektoral energy security juga semakin luas, dimana energy security kini menjadi elemen yang saling terintegrasi dengan elemen-elemen lainnya seperti stabilitas geo politik, pertumbuhan ekonomi, ketahanan lingkungan dan perubahan iklim, sumber daya manusia, serta inovasi dan teknologi.

Hingga sejauh ini, minyak bumi diproyeksikan masih akan menjadi sumber energi utama dunia selama beberapa dekade ke depan. Karenanya seringkali fokus evaluasi energy security adalah pada pengamanan pasokan minyak dan peningkatan produksi domestik serta pada upaya mengurangi ketergantungan terhadap minyak impor. Sementara itu, energi fosil lainnya seperti batubara dan gas alam juga masih akan memegang peranan sangat penting dalam bauran energi dunia dalam beberapa waktu ke depan. Walaupun demikian, dalam pembahasan energy security, peranan batubara dan gas alam belum sekrusial peranan minyak bumi. Hal ini disebabkan pada minyak bumi telah tercipta pasar yang terintegrasi secara global, sedangkan pada gas alam dan batubara masih belum terbentuk pasar yang terintegrasi secara global.

Dapat dikatakan, selama hampir setengah abad semenjak krisis minyak 1973, masyarakat dunia masih belum bisa melepaskan diri dari ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil (minyak, batubara, dan gas alam). Untuk itu, energi terbarukan perlu mendapat perhatian serius dalam rangka menjamin keamanan pasokan energi dunia di masa mendatang. Begitu pula halnya dengan pemanfaatan energi nuklir, perlu mendapat ketegasan dari setiap pemerintahan di dunia mengenai pentingnya penggunaan nuklir demi jaminan pasokan listrik yang murah, handal, serta bebas emisi. Kenyataannya teknologi nuklir juga terus berkembang dan semakin menjamin keamanan dan kehandalan serta semakin mampu bersinergi dengan lingkungan sekitar.

Upaya-upaya untuk melangkah ke penggunaan energi non fosil ini merupakan langkah strategis untuk menghindari krisis energi. Hal ini juga berarti upaya untuk menjaga stablitas keamanan global dan mencegah terjadinya konflik dan peperangan yang dilatarbelakangi pengamanan produksi dan pasokan energi primer, khususnya minyak.

Sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Internasional yang memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang cukup besar. Sampai sejauh ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di Dunia. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi yang demikian tinggi, jika tidak diimbangi dengan kemampuan memenuhi kebutuhan energi yang cukup maka akan mengakibatkan permasalahan yang serius.

Dalam upaya pengelolaan energinya ini, Indonesia menghadapi beberapa tantangan:
  1. Semakin turunnya produksi minyak dalam negeri sedangkan di sisi lain permintaan dan konsumsi energi semakin meningkat seiring dengan tuntutan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang semakin tinggi.
  2. Kilang minyak yang dimiliki telah tua dan semakin tidak efisien. Kapasitas pengolahan minyak dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri yang mendorong Indonesia untuk semakin tergantung pada minyak impor.
  3. Belum termanfaatkannya sumber-sumber energi alternatif di dalam negeri secara maksimal, misalnya gas alam, nuklir, batubara, dan energi baru dan terbarukan. Masing-masing energi alternatif ini memiliki tantangan-tantangan tersendiri dalam upaya pengimplementasiannya.
  4. Sulitnya upaya pendistribusian energi ke seluruh wilayah Indonesia yang sedemikian luas dan terpisah-pisah dalam bentuk negara kepulauan dimana membutuhkan sejumlah infrastruktur pendukung yang biaya investasinya tidak sedikit.
  5. Lemahnya sektor birokrasi dan implementasi kebijakan dalam mendorong pertumbuhan infrastruktur sektor energi.
  6. Subsidi sejumlah bahan bakar seperti BBM, LPG, dan listrik dimana menjadi beban negara yang masih sulit untuk dihapuskan sehubungan dengan nilai politis yang tinggi.
  7. Regulasi mengenai insentif sektor kelistrikan dipandang belum mampu menarik minat investor.
  8. Adanya sejumlah target-target kebijakan sektor energi dan lingkungan yang tinggi yang harus dica[ai dalam periode yang relatif singkat sehingga dibutuhkan upaya nyata yang signifikan dan konsisten dalam upaya mencapainya.
Dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut tentu saja tidak hanya dibutuhkan ide-ide dan wacana yang cerdas, namun juga akan dibutuhkan implementasi nyata yang konsisten. Kebijakan-kebijakan yang disusun secara bagus tidak akan ada artinya jika tidak dibarengi dengan pelaksanaannya secara koheren dan konsisten. Selain itu, perlu selalu dibuka ruang untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus. Hal ini dalam upaya terus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan pasar energi yang dinamis.

Referensi : Apriyanto, Alek Kurniawan. 2015. Membangun Energy Security Indonesia. Jakarta : Pustaka Muda.
Buku ini tersedia pada : https://www.tokopedia.com/bukuqu/membangun-energy-security-indonesia

Senin, 31 Oktober 2016

PEMANFAATAN ENERGI DI MASA LAMPAU


Pada awal peradaban manusia, dimana aktivitas manusia masih sederhana, energi yang paling banyak dimanfaatkan adalah yang secara alami mudah didapatkan di alam tanpa melalui proses yang rumit. Misalnya untuk pemanasan dan pengeringan, manusia lebih banyak memanfaatkan sumber panas alami matahari. Selain itu, dalam proses aktivitas rumah tangga (misalkan memasak) digunakan api dari pembakaran kayu bakar. Api juga digunakan sebagai cara untuk memproduksi keramik tradisional.


Ketika manusia memasuki era logam, api juga digunakan dalam proses industri sederhana seperti pembuatan peralatan-peralatan dan senjata-senjata dari bahan logam. Selain berasal dari pembakaran kayu bakar, sumber pembangkitan api dapat juga berasal dari jerami dan bahkan kotoran hewan ternak yang dikeringkan.


Di sektor transportasi, digunakan tenaga hewan seperti kuda, keledai, unta, bahkan gajah. Tenaga angin dimanfaatkan melalui teknologi layar, kemudian digunakan sebagai penggerak perahu dan kapal. Arah angin yang bersifat musiman menjadi sangat penting dalam penentuan kegiatan transportasi laut. Sedangkan transportasi udara, di masa lalu, masih menjadi mitos-mitos.


Di masa lalu, sektor pertanian dan industri sederhana masih banyak menggunakan tenaga manusia. Dalam beberapa kegiatan, tenaga hewan juga digunakan untuk membantu pekerjaan-pekerjaan manusia. Misalnya dalam menggerakkan alat penggiling (mill), menimba air dari sumur dan membajak sawah dan ladang. Pekerjaan-pekerjaan tersebut juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi sederhana lainnya yang memanfaatkan potensi alami arus air sungai dan aliran angin (kincir air dan angin).


Referensi : Apriyanto, Alek Kurniawan. 2015. Membangun Energy Security Indonesia. Jakarta : Pustaka Muda.
Buku ini tersedia pada : https://www.tokopedia.com/bukuqu/membangun-energy-security-indonesia