Minggu, 30 Oktober 2016

ENERGI TERBARUKAN


Konsep energi terbarukan mulai dikenal luas pada tahun 1970-an. Konsep ini diperkenalkan secara masif sebagai upaya untuk mengimbangi pengembangan energi berbahan bakar nuklir dan fosil. Krisis minyak yang terjadi tahun 1970-an telah memicu upaya-upaya aktif untuk menggenjot pertumbuhan pemanfaatan energi terbarukan secara global.

Definisi paling umum energi terbarukan adalah sumber energi yang dapat dengan cepat dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan. Karakteristik energi terbarukan berbeda dengan energi fosil dan nuklir yang keberadaan bahan bakunya di alam terbatas sehingga sewaktu-waktu bisa habis. Energi terbarukan bersumber dari potensi-potensi alami yang terkandung di alam misalkan air, kelautan, matahari, dan angin. Energi terbarukan juga dapat memanfaatkan bahan baku alam yang dapat beregenerasi secara alami dan berkelanjutan seperti bahan nabati dan hewani.

Hingga sejauh ini dapat dikatakan bahwa upaya peralihan dari sumber energi konvensional ke energi terbarukan cukup sulit dan lambat. Bahkan ketika terdapat dukungan publik yang kuat sekalipun. Hal ini tidak lepas dari keterbatasan-keterbatasan alami yang dimiliki energi terbarukan. Jika keamanan energi dan pengurangan emisi diupayakan untuk dicapai melalui peningkatan peranan energi terbarukan, misalnya tenaga angin, maka sistem kelistrikan yang ada
harus disesuaikan dengan karakteristik pasokan listrik energi terbarukan yang bersifat intermittent dan cenderung tidak stabil. Hal ini merupakan sifat alami beberapa energi terbarukan yang sangat tergantung pada kondisi alam.

Oleh karena itu, pemanfaatan energi terbarukan akan membutuhkan grid (jaringan) listrik yang lebih besar dan fleksibel. Di sisi lain, penggunaan secara luas teknologi penyimpanan listrik (power storage) mungkin masih belum cukup efisien secara keekonomian karena relatif mahal.

Negara - negara yang telah masif penggunaan energi terbarukannya masih belum melakukan transformasi sistem kelistrikan secara penuh. Salah satunya Denmark dimana pada tahun 2009, sebanyak 27% listrik disuplai dari sumber energi terbarukan, mayoritas tenaga angin. Jerman juga cukup agresif dalam utilisasi energi terbarukan, dimana khususnya setiap hari Sabtu pada musim panas, 50% pasokan listrik berasal dari tenaga matahari. Sedangkan pada hari lainnya ketika paparan sinar matahari cukup kecil dan permintaan listrik besar, peranan tenaga matahari cukup kecil. Pemerintah Jerman merencanakan untuk menutup fasilitas pembangkit tenaga nuklir sebagai respon terhadap bencana Fukushima, Jepang, dan penolakan publik. Jerman dalam beberapa waktu ke depan akan semakin tergantung kepada energi terbarukan. Pada kenyataannya, pola jangka pendek proyek kelistrikan yang disusun Jerman adalah peningkatan ketergantungan terhadap batubara yang sebenarnya merupakan tulang punggung energi Jerman di era tradisional. (WEF, 2012).

Sumber-sumber dan teknologi-teknologi energi terbarukan dapat dikatakan cukup bervariasi secara luas. Secara umum, beberapa energi terbarukan digunakan dalam pembangkitan listrik, sedangkan yang lainnya dimanfaatkan untuk menghasilkan panas yang digunakan untuk pemanasan ruangan atau industri serta beberapa lainnya digunakan untuk bahan bakar sektor transportasi.

Teknologi energi terbarukan yang digunakan untuk membangkitkan listrik cukup fleksibel dalam skala dan jenis penggunaan. Sumber-sumber energi terbarukan ini dapat dieksploitasi secara lokal, digunakan baik untuk memusatkan atau menyebarkan pembangkitan energi listrik. Sumber energi terbarukan ini terdapat secara alami di alam. Keamanan pasokan energi terbarukan lebih bersifat spesifik kedaerahan karena tergantung pada potensi lokal. Masing-masing sumber energi terbarukan memiliki karakteristik produksi listrik dengan output volume yang bervariasi dan dinamis. Walaupun hal tersebut selama ini dianggap sebagai suatu permasalahan, sebenarnya karakteristik ouput listrik seperti ini dapat diarahkan pada kehandalan dan keamanan pasokan listrik.

Caranya adalah dengan menyesuaikan kondisi pasokan energi terbarukan yang unik ini dengan karakteristik permintaan yang juga memiliki pola-pola tertentu. Biasanya konsumsi listrik akan meningkat pada malam hari, dan rendah pada dini hari. Upaya penyesuaian pasokan dengan kondisi permintaan, secara khusus akan mempertimbangkan waktu-waktu dimana output energi listrik teknologi energi terbarukan akan sangat tinggi. Prediksi-prediksi terhadap output pembangkitan listrik harus dilakukan seakurat mungkin dengan memperhatikan kondisi alam. Selain itu, diperlukan juga pengaturan sistem kelistrikan yang cermat agar mampu mengakomodir sumber energi yang berbeda-beda guna membentuk suatu sistem pasokan listrik yang paling optimal dalam menyesuaikan dengan karakteristik permintaan yang memiliki polapola khusus.

Sistem energi terbarukan diposisikan sebagai alternatif guna mengurangi resiko akibat adanya gangguan pasokan energi dan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar. Energi terbarukan secara luas cukup tersebar di banyak lokasi dan dapat menjadi pilihan alternatif untuk membangkitkan listrik, menghasilkan panas dan memproduksi bahan bakar kendaraan. Sebagai tambahan, penggunaan energi terbarukan dapat mengurangi secara signifikan emisi green house gas (GHG) atau gas rumah kaca dan keuntungan-keuntungan bawaan lainnya.

Penggunaan energi terbarukan tidaklah bebas dari resiko. Bentuk pasokan sangat bervariasi akibat ketersediaan di alam yang cukup bervariasi dari sisi bentuk potensinya. Pada gilirannya hal ini menyebabkan adanya resiko. Jika terjadi kegagalan pasokan dari salah satu bentuk energi terbarukan dalam suatu sistem, hal ini akan dapat mempengaruhi kehandalan pasokan energi secara keseluruhan. Selain itu, biaya-biaya pemanfaatan energi terbarukan relatif lebih tinggi dibandingkan pasokan energi konvensional.

Dewasa ini, terdapat trend dimana harga energi terbarukan cenderung turun. Apabila trend ini terus berlangsung maka dalam beberapa waktu ke depan energi terbarukan akan semakin kompetitif dengan energi fosil. Contohnya adalah kecenderungan pertumbuhan pemanfaatan energi tenaga angin dan matahari yang tumbuh hingga mencapai sekitar 20% dalam sepuluh tahun terakhir.

Referensi : Apriyanto, Alek Kurniawan. 2015. Membangun Energy Security Indonesia. Jakarta : Pustaka Muda.
Buku ini tersedia pada : https://www.tokopedia.com/bukuqu/membangun-energy-security-indonesia

Selasa, 16 Februari 2016

EFEK TURUNNYA HARGA MINYAK PADA SEKTOR ENERGI

Harga energi fosil (minyak, gas, batubara) dipengaruhi oleh pasokan (supply) dan permintaan (demand). Selain itu harga minyak dipengaruhi juga oleh semakin strategisnya posisi minyak dalam kehidupan manusia, adanya monopoli, dan adanya permainan geopolitik. 

Ketika harga minyak tinggi, terjadi perkembangan signifikan shale oil di Amerika Utara. Amerika Utara diproyeksikan akan berswasembada minyak berkat teknologi shale oil dan akan menjadi salah satu eksporter minyak besar dalam beberapa waktu ke depan. Negara-negara produsen besar minyak lain juga Sedang berupaya meningkatkan pangsa pasarnya. Hal ini semua mengancam pangsa pasar OPEC yang telah menguasai pasar minyak selama beberapa dekade. 

Untuk mengamankan posisinya OPEC meningkatkan produksi minyak untuk memperbanyak pasokan minyak ke pasar global agar harganya turun sehingga dapat menghambat perkembangan shale oil dan mengamankan pangsa pasarnya dalam jangka panjang. 

Selain itu melambatnya perkonomian dunia, terutama di negara ekonomi baru seperti China membuat minyak yang melimpah tidak terserap secara optimal. 

Pasokan minyak bertambah signifikan sedangkan permintaan sedang melemah. Hal ini merupakan pemicu turunnya harganya secara signifikan.


Harga minyak biasanya juga dijadikan alat ukur sehat atau tidaknya kondisi perekonomian global. Ketika harga minyak naik, maka naiknya harga minyak cenderug menjadi rem bagi pertumbuhan ekonomi global. Ketika perekonomian dunia melemah/melambat maka kecenderungannya adalah harga minyak turun. 


Secara umum, harga minyak dapat dikatakan seiring sejalan dengan harga gas alam. Seiring dengan rendahnya minyak maka harga gas alam juga turut turun. Harga gas alam cenderung selalu lebih murah daripada minyak. 


Dengan jatuhnya harga minyak ini berarti pengembangan energi terbarukan menjadi kurang menarik. Biaya investasi dan operasional dan end produk dari energi terbarukan cenderung lebih mahal dari minyak. Harga minyak dan energi fosil lainnya yang tinggi merupakan salah satu faktor yang memicu peralihan ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. 

Memang terdapat teori yang menyebutkan bahwa jatuhnya harga minyak seharusnya tidak berhubungan dengan energi terbarukan secara keseluruhan. Sejumlah pihak beralasan karena energi terbarukan umumnya merupakan sumber pembangkit listrik. Sedangkan minyak telah jarang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. 

Akan tetapi perlu diingat bahwa bahan bakar fosil lain seperti gas alam dan batubara memiliki peranan besar dalam sektor pembangkitan listrik. Sementara itu, harga  gas alam, seperti telah dijelaskan sebelumnya, cenderung mengikuti harga minyak. Sedangkan batubara tentu lebih rendah lagi harganya dibandingkan minyak dan gas alam. 

Dengan demikian, sekarang, faktor pendorong pengembangan energi terbarukan hanya tinggal komitmen pemerintahan dunia dalam mensukseskan kebijakan-kebijakan lingkungan dan perubahan iklim. Harga minyak tidak lagi menjadi salah satu faktor pendorong pengembangan energi terbarukan berhubung harganya yang jatuh secara dramatis. 

Berhubung harga minyak memang susah diprediksi maka tinggal sang waktulah yang akan menjawabnya. 😅

Minggu, 14 Februari 2016

MASA DEPAN ENERGY SECURITY



Pada awalnya, isu energy security hanya fokus pada isu keterjangkauan energy. Khususnya mengenai masalah geopolitik yang mempengaruhi suplai minyak. Kini cakupan isu energy security semakin luas.

Semakin pesatnya perkembangan eksplorasi energi, termasuk non conventional oil&gas, energi baru dan terbarukan, semakin meningkatkan potensi ketersediaan sumber energi di berbagai wilayah. Selain itu biaya pengembangan dan harga energi alternatif ini semakin lama cenderung semakin turun karena terjadinya perkembangan teknologi. Hal ini semakin meningkatka  potensi diversifokasi sumber-sumber energi.

Turunnya harga minyak secara cepat sejak pertengahan tahun 2014 lalu semakin membentuk kesadaran masyarakat dunia bahwa terjadinya fluktuasi harga minyak tidak hanya dipengaruhi oleh efek kondisi geopolitik dan terganggunya pasokan dan permintaan minyak. Perkembangan teknologi dan motif negara-negara produsen untuk menyelamatkan market share (pangsa pasar) juga merupakan faktor pendorong jatuhnya harga minyak. Selain itu terjadinya perlambatan perkembangan perekonomian global, terutama China, juga memiliki pengaruh. Jatuhnya harga minyak juga menyebabkan jatuhnya investasi di sektor hulu.

Di era digital ini, sektor energi banyak mendapat keuntungan. Sistem yang terdigitalisasi sangat membantu meningkatkan akurasi, efisiensi, dan meningkatkan keamanan. Namun demikian, perkembangan teknologi digital juga menimbulkan potensi serangan cyber yang dapat mengganggu sistem pengelolaan energi. Fasilitas-fasilitas energi harus diperlakukan sebagai aset vital yang penting bagi national security.

Bagi negara-negara yang menggantungan pemasukan negara dari penjualan minyak, maka jatihnya harga minyak berarti mengurangi revenue. Hal ini meningkatkan kerentanan terjadinya gejolak sosial dan ekonomi di negara-negara produsen minyak. Namun bagi negara-negara konsumen minyak, jatuhnya harga minyak berarti peningkatan keuntungan.

Dengan demikian, makin lama cakupan permasalahan energy security makin luas dan kompleks sehingga perlu upaya global secara bersama-sama dalam meningkatkan energy security, baik di level nasional, regional maupun global.

Seperti yg disebutkan di paragraf terakhir: The most important thing for us to remember about energy security over the next 10 years is that it’s not about “them”: it’s about “us”.