Semenjak awal, agama umat manusia ini adalah satu, yakni Islam. Kisah sejarah mengenai agama yang satu ini dapat dimulai semenjak penciptaan manusia pertama kali, yaitu penciptaan Nabi Adam ‘Alaihissalam. Allah mengajarkan kepada Nabi Adam berbagai ilmu pengetahuan termasuk konsep dan tata cara peribadatan kepada Allah.
Setelah terjebak dalam perangkap Iblis, Nabi Adam dan Hawa diturunkan dari surga ke dunia. Di Dunia, Nabi Adam dan Hawa kemudian memiliki sejumlah keturunan. Nabi Adam mengajarkan konsep agama kepada anak-cucunya tersebut, yaitu agar hanya menyembah kepada Allah, dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun.
Sepeninggal Nabi Adam, berlalu beberapa generasi yang masih memegang erat ajaran Nabi Adam. Namun seiring dengan wafatnya orang-orang saleh diatara umat keturunan Nabi Adam, mulailah terjadi penyimpangan-penyimpangan dan perselisihan-perselisihan mengenai agama mereka. Perlahan-lahan, godaan setan dan dorongan hawa nafsu mengakibatkan umat manusia mulai meninggalkan ajaran Nabi Adam, dan mulai beralih kepada kemusyirikan. Mulai muncul ajaran-ajaran baru berupa penyembahan kepada patung-patung, gambar-gambar, atau lainnya serta munculnya cara-cara peribadatan lainnya yang tidak sesuai dengan yang diajarkan Nabi Adam.
Sebelum Nabi Nuh diutus (diangkat) sebagai Nabi setelah Nabi Adam, terdapat beberapa orang saleh bernama Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr yang dicintai oleh masyarakat keturunan Nabi Adam.
Mengenai nama-nama tersebut Allah Ta’ala berfirman:
“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”. [QS Nuh : 23].
Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini bahwa yang dimaksud oleh ayat ini adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh ‘Alaihissalam. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kepada kaum mereka untuk mendirikan berhala pada majelis mereka dan menamakannya dengan nama-nama mereka. Maka mereka pun melakukan hal itu, dan saat itu berhala-berhala itu belum disembah hingga mereka wafat, dan ilmu telah tiada, maka berhala-berhala itu pun disembah.” Demikianlah yang diriwayatkan Imam Bukhari dari jalan Ibnu Juraij, dari Atha’. [HR Bukhari no. 4566, Kitab Tafsir, Bab Tafsir Surat Nuh : 23]
Imam Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Urwah bin Az-Zubair bahwa ia berkata, “Wadd, Yaghuts, Ya’uq, Suwa’ dan Nasr adalah keturunan Nabi Adam. Wadd adalah orang yang paling tua dan yang paling ta’at kepada Allah Ta’ala. [HR Ibnu Abu Hatim (At-Tafsir no. 18996)].
Ibnu Abu Hatim berkata, disebutkan Yazid bin Al-Muhallab di hadapan Abu Ja’far Muhammad Al-Baqir. Al-Baqir berkata, “Sesungguhnya dia mati terbunuh di sebuah daerah yang di dalamnya terjadi penyembahan selain Allah untuk pertama kali.” Kemudian ditanyakan padanya tentang Waddan, Al-Baqir menjawab, “Dia seorang lelaki muslim, sangat dicintai kaumnya. Ketika ia wafat, mereka mengelilingi kuburannya dan meratap disana. Lalu datanglah iblis melihat kesempatan ini dengan berwujud sebagai manusia, ia berkata kepada mereka, ‘Aku mendengar ratapan kalian, apakah kalian mau aku gambarkan wajahnya sehingga bisa kalian kenang?’ Mereka menjawab, ‘Ya, kami mau.’ Kemudian iblis pun menggambarkannya. Mereka pun meletakkan gambar tersebut di majelis agar mereka mudah mengingatnya. Iblis pun melanjutkan tipuannya, ‘Apakah kalian mau aku buatkan patung hingga bisa kalian letakkan di rumah-rumah kalian untuk dikenang?’ Mereka menjawab, ‘Ya, kami mau.’ Maka Iblis pun membuatkannya untuk setiap pemilik rumah satu berhala.” [HR Ibnu Abu Hatim (At-Tafsir no. 18997), didalam perawinya ada Abu Al-Muthahhir. Syaikh Al-Albani berkata bahwa dia tidak dikenal dan Ad-Daulabi tidak mencantumkannya dalam Al-Kuna wa Al-Asma'].
Dari sini dapat diketahui bahwa setelah orang-orang saleh di kalangan keturunan Nabi Adam wafat, maka masyarakat merasa sedih. Saat itulah setan memanfaatkan kesedihan itu dengan membisikkan mereka agar membuatkan gambar-gambar lalu patung-patung dengan nama-nama mereka untuk mengenang mereka. Akhirnya, masyarakat pun melakukannya.
Waktu pun berlalu, namun patung-patung itu belum disembah sampai mereka yang membuat patung-patung itu meninggal dan datanglah anak cucu mereka yang kemudian disesatkan oleh setan. Setan menjadikan mereka menganggap bahwa patung-patung itu adalah sesembahan mereka.
Mereka pun menyembah patung-patung itu dan mulai saat itu tersebarlah kesyirikkan di tengah-tengah mereka, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengangkat seorang laki-laki di kalangan mereka sebagai Nabi dan Rasul-Nya, yaitu Nuh ‘alaihissalam. Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya di antara sekian makhluk-Nya, Dia mewahyukan kepadanya agar mengajak kaumnya menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja dan meninggalkan sesembahan-sesembahan selain-Nya.
Allah kemudian mengutus Nabi Nuh kepada mereka. Tujuannya adalah untuk memperbaiki akidah umat manusia yang tersesat tersebut agar kembali pada ketauhidan yaitu penghambaan hanya kepada Allah. Termasuk kemudian diutus juga Nabi-Nabi dan para Rasul setelah Nabi Nuh untuk memperbaiki akidah yang semakin lama semakin rusak semenjak Nabi Nuh meninggal.
Setiap seorang Nabi dan Rasul diutus kepada mereka, sebagian besar umat manusia menolak ajakan-ajakan para Nabi atau Rasul tersebut. Hanya sebagai kecil saja yang mengikutinya. Allah pun membinasakan dan mengadzab mereka yang durhaka, dan menyelamatkan para Nabi dan Rasul beserta pengikutnya yang beriman. Sebagain kecil manusia manusia yang beriman akhirnya terselamatkan dari kemusyrikan dan adzab Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
Dan sungguh Kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat (agar mereka menyerukan): “Sembahlah Alloh semata dan jauhilah thaghut (setan dan apa yang disembah selain Alloh Ta’ala).” (QS. an-Nahl [16]: 36)
Di dalam surat yang lain Allah Aza Wa Jalla berfirman:
....Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. (QS. Al Fathir : 34)
Seiring berjalannya waktu, setelah nabi dan Rasul mereka wafat, berlalu beberapa generasi. Semakin terpaut jauh generasinya, muncul kembali penyimpangan-penyimpangan dalam ajaran agama-agama yang dibawa para Nabi dan Rasul. Maka diutuslah kembali Nabi dan Rasul dari kalangan mereka sendiri untuk kembali memperbaiki akidah yang mulai rusak. Sejarah kemudian terulang terus menerus. Pengutusan Nabi dan Rasul terus terjadi kepada masing-masing kaum hingga diutusnya Nabi Muhammad sebagai Nabi dan sekaligus Rasul penutup.
Allah Ta’ala berfirman:
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan memberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.. an-Nisa’ [4]: 165)
Melalui Nabi dan Rasul penutup inilah kemudian ajaran Islam disempurnakan dan menjadi agama Islam yang diridhoi oleh Allah hingga akhir zaman. Agama Islam yang disempurnakan melalui Nabi Muhammad menjadi agama yang universal untuk dianut oleh semua kaum, suku, bangsa hingga hari kiamat nanti. Tidak terbatas hanya untuk keturunan Arab saja.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. AL Maidah [5] : 3)
Para pengikut ajaran Nabi sebelumnya juga diwajibkan untuk beriman dalam Islam dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad sebagaimana telah dipesankan oleh Nabi-Nabi mereka dan tertulis dalam kitab-kitab mereka. Namun kenyataannya sebagian mereka menolak Kenabian Nabi Muhammad dan melakukan perubahan pada kitab-kitab mereka.
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. (QS. Al Maidah [5] : 15)
Dalam kalangan internal umat Islam sendiri pun akan dihadapkan pada upaya-upaya penyimpangan-penyimpangan pemikiran dan peribadatan yang tidak sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad. Umat ini akan terus dihadapkan pada upaya penggelinciran pada pemikiran dan praktek peribadatan yang tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad, dipraktekkan Para Sahabat, generasi Tabi'in dan generasi Tabi'ut Tabi'in.
Namun demikian, walaupun tidak akan ada lagi Nabi dan Rasul setelah Nabi Muhammad untuk mengembalikan umat ke jalan Islam yang sekaffah-kaffahnya sesuai Al Quran dan As Sunnah, kemurnian agama ini akan senantiasa selalu dijaga oleh Allah sesuai janji-NYA dalam surat Al Hijr.
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al Hijr [15] : 9)
Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Qur'an, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al An 'Aam [6] : 115)