Minggu, 31 Desember 2017

LAHAN KRITIS


Lahan kritis adalah suatu lahan baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau yang diharapkan. Lahan kritis dapat juga disebut sebagai lahan yang tidak produktif. Meskipun dikelola, produktivitas lahan kritis sangat rendah. Bahkan hasil produksi yang didapatkan jauh lebih rendah daripada biaya produksinya. Lahan kritis bersifat tandus, gundul, dan tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian, karena tingkat kesuburuannya sangat rendah.

Mulyadi dan Soepraptohardjo (1975) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang karena tidak sesuai dengan penggunaan dan kemampuannya telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisik, kimia, dan biologi yang pada akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, orologis, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi dari daerah lingkungan pengaruhnya. Sedangkan Departemen Kehutanan (1985) mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang sudah tidak dapat berfungsi sebagai media pengatur tata air dan unsur produksi pertanian yang baik, dicirikan oleh keadaan penutupan vegetasi kurang dari 25 persen, topografi dengan kemiringan lebih dari 15 persen, dan/atau ditandai dengan adanya gejala erosi lembar (sheet erosion), dan erosi parit (gully erosion). Kedua definisi lahan kritis tersebut jelas menunjukkan sesuai mandat dari masing-masing institusinya.

Lahan kritis merupakan “bentuk” atau “keragaan” (performance) sumber daya lahan yang mengalami kemunduran produktivitas (degradasi) akibat proses kerusakan yang disebabkan oleh berbagai sumber penyebab.

UNEP (1992) mendefinisikan degradasi lahan (land degradation) sebagai proses kemunduran produktivitas lahan menjadi lebih rendah, baik sementara maupun tetap, yang meliputi berbagai bentuk penurunan produktivitas tanah (soil degradation), pengaruh manusia terhadap sumber daya air, penggundulan hutan (deforestation), dan penurunan produktivitas padang penggembalaan.

Degradasi tanah (soil degradation) adalah proses kemunduran produktivitas tanah, yang disebabkan oleh kegiatan manusia, yang mengakibatkan penurunan produktivitasnya pada saat ini dan/atau di masa yang akan datang dalam mendukung kehidupan mahluk hidup. Salah satu contoh bentuk degradasi tanah adalah berkurang/hilangnya sebagian atau seluruh tanah lapisan atas (top soil), berkurangnya kadar C-organik dan unsur-unsur hara tanah, serta berubahnya beberapa sifat fisik tanah, seperti struktur tanah, pori aerasi atau pori drainase cepat menjadi lebih buruk. Akibat degradasi tanah adalah hasil tanaman mengalami penurunan drastis, kualitas fisik dan kimia tanah juga menurun, dan pada akhirnya tanah tersebut menjadi kritis.

Degradasi lahan yang terjadi di Indonesia umumnya disebabkan erosi yang dipercepat (accelerated) oleh aktivitas manusia. Erosi tersebut mengakibatkan turunnya kualitas sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Hal ini menyebabkan berkurangnya hasil tanaman, serta hilangnya bahan organik dan unsur-unsur hara tanah karena hanyut terbawa oleh aliran permukaan. Erosi karena hujan menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas yang relatif lebih subur dibandingkan dengan tanah lapisan di bawahnya. Apabila terjadi hujan, tanah lapisan atas akan kehilangan bahan organik dan unsur hara tanah dalam jumlah besar bersama-sama dengan tanah yang tererosi dan hanyut terbawa oleh aliran permukaan.

Kehilangan hara dan bahan organik tanah yang besar juga dapat terjadi pada areal hutan yang baru dibuka untuk pertanian, perkebunan, pemukiman/transmigrasi. Selain terjadi kehilangan bahan organik dan unsur hara tanah, erosi yang disebabkan oleh hujan dapat menyebabkan memadatnya permukaan tanah dan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah, sehingga volume aliran permukaan meningkat, dan berdampak pada meningkatnya debit sungai dan banjir.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya lahan kritis, diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Adanya genangan air pada lahan secara terus-menerus, seperti yang terjadi di daerah pantai dan rawa-rawa.
  2. Terjadinya kekeringan dalam waktu lama yang biasanya terjadi di daerah bayangan hujan.
  3. Erosi tanah atau masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi, pegunungan, dan daerah miring lainnya.
  4. Pengelolaan lahan yang kurang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Lahan kritis dapat terjadi di dataran tinggi, pegunungan. Daerah yang miring maupun di dataran rendah.
  5. Masuknya material yang dapat bertahan lama dan tidak teruraikan di lahan pertanian, misalnya plastik. Plastik dapat bertahan 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kelestarian lahan pertanian.
  6. Terjadinya pembekuan air, biasanya terjadi di daerah kutub atau pegunungan yang sangat tinggi.
  7. Masuknya zat pencemar (misal pestisida dan limbah pabrik) ke dalam tanah sehingga mengganggu kesuburan tanah.

Lahan kritis di Indonesia pada awal tahun 2000 mencapai 23,25 juta hektar. Pada tahun 2007, luas lahan kritis bertambah menjadi 77,8 juta hektar. Sebanyak 26,77 juta ha berada di luar kawasan hutan, dan 51,03 juta ha berada di dalam kawasan hutan. Apabila diperhatikan, ternyata total kerusakan lahan di dalam kawasan hutan lebih luas dibandingkan yang di luar kawasan hutan. Dalam kurun waktu yang relatif pendek, luas lahan kritis di dalam kawasan hutan bertambah hampir 2 kali di luar kawasan hutan, dan lebih dari 8 kali di dalam kawasan hutan. Peningkatan luas lahan kritis di dalam kawasan hutan yang sangat besar diperkirakan karena terjadi peningkatan laju deforestasi yang sangat cepat .

Deforestasi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya lahan kritis. Deforestasi (penggundulan hutan/deforestation) adalah istilah untuk menyebutkan perubahan tutupan suatu wilayah dari berhutan menjadi tidak berhutan, artinya dari suatu wilayah yang sebelumnya berpenutupan tajuk berupa hutan (vegetasi pohon dengan kerapatan tertentu) menjadi bukan hutan (bukan vegetasi pohon atau bahkan tidak bervegetasi) .

Data Kementerian Kehutanan melaporkan angka deforestasi rata-rata tahunan periode 2006-2009 mencapai 0,83 juta ha per tahun. Deforestasi terbesar terjadi di dalam kawasan hutan mencapai 73,4% sedangkan diluar kawasan hutan, sebesar 26,6% . Menurut data statistik Kementerian Kehutanan tahun 2011, laju deforestasi di Indonesia pada periode 2000-2010 melesat hingga 1,2 juta hektar hutan alam setiap tahun .

REFERENSI :
  1. dalam Suradisastra, Kedi dkk (ed). 2010, Membalik Kecenderungan Degradasi Sumber Daya Lahan dan Air, PT Penerbit IPB Press : Bogor, hal. 145
  2. dalam Suradisastra, Kedi dkk (ed), 2010, hal. 145
  3. Suradisastra, Kedi dkk (ed), 2010, hal. 147
  4. Kemenhut, 2012, Pidato Kemenhut : Bahan Wawancara Menteri Kehutanan Dengan Cnn Mengenai Deforestasi (2), Jakarta, Februari 2012 Pusat Hubungan Masyarakat, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, dalam http://ppid.menlhk.go.id/pidato_kemenlhk/browse/4
  5. Maman Herman dkk, 2013, hal. 59
  6. WWF-Indonesia/Mubariq Ahmad, “Kehutanan”, dalam www.wwf.or.id/program/ reduksi_dampak_lingkungan/kehutanan/