Jumat, 23 September 2011

TAKWIL MIMPI


Jalan sejarah peradaban manusia banyak diantaranya diilhami dari mimpi dan penafsirannya. Para raja, dan juga Para Nabi dan Rasul mendapatkan ilham melalui mimpi.

Beberapa contohnya adalah sebagai berikut.
  1. Dalam kisah penciptaan Nabi Adam, Allah berkata kepada Nabi Adam, "Pernahkah engkau melihat diantara ciptaan-Ku sesuatu yang menyerupaimu?".

    Nabi Adam menjawab, "Tuhanku, Engkau telah merahmatiku, dan memuliakanku diantara cipataan-Mu dan aku belum pernah melihat sesuatu yang menyerupaiku. Ya Allah, anugrahi aku seorang teman agar aku dapat merasakan ketenteraman bersamanya, dan kami akan menyembah-Mu dan mengagungkan-Mu bersama."

    Allah kemudian memerintahkan Nabi Adam untuk tidur, dan Allah memperlihatkan Hawa' kepadanya melalui mimpi. Ketika Nabi Adam bangun dari tidurnya dan membuka matanya, ia melihat Hawa' duduk di dekatnya. Allah Yang Maha Kuasa menciptakan Hawa' dari tulang rusuk Nabi Adam dan membuat bentuknya menyerupai Nabi Adam.
  2. Mimpi Nabi Ibrahim yang merupakan perintah dari Allah untuk menyembelih anaknya, Ismail, yang merupakan ujian bagi keimanan Beliau. Dalam Al Quran kisah ini diabadikan.

    Maka ketika anak itu (Ismail) sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamnya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!"
    Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."
    Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, Lalu kami panggil dia, "Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." Sungguh demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik!" (QS. As Shaffat:102-105)

  3. Yusuf kecil bermimpi dan menceritakan kepada ayahnya, Nabi Ya'qub, perihal mimpinya itu. Kisah ini diabadikan dalam Al Quran.

    (Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, "Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku."
    Dia (Nabi Ya'qub) berkata, "Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia." (QS. Yusuf:4-5)


    Pada akhir kisah, ketika Nabi Yusuf telah dewasa, menjadi pembesar di kerajaan Mesir, dan telah berkumpul kembali dengan keluarganya, Nabi Yusuf kembali berbincang dengan Ayahnya perihal mimpi yang dialaminya dulu ketika masih kanak-kanak.

    Dan dia (Nabi Yusuf) menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana. Dan mereka (semua) tunduk bersujud kepadanya (Nabi Yusuf). Dan dia (Nabi Yusuf) berkata, "Wahai ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhan-ku telah menjadikannya kenyataan. Sesungguhnya Tuhan-ku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku. Sungguh, Tuhan-ku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh Dia Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS. Yusuf:100)
  4. Mimpi yang benar juga terkadang dapat dilihat oleh orang-orang yang tidak beriman atas kehendak Allah. Dikisahkan bahwa Fir'aun pernah melihat dalam sebuah mimpi bahwa api yang dinyalakan di Syiria terus menjalar hingga mencapai Mesir, dimana api itu membakar dan menghancurkan semua rumah dan ladang di negeri itu. Fir'aun terjaga dari tidurnya, ketakutan. Ia memanggil semua penakwil mimpi di negeri itu dan meminta mereka untuk menjelaskan takwilknya.

    Salah seorang penakwil berkata, "Jika mimpimu benar, maka ini berarti bahwa salah seorang keturunan keluarga Ya'qub akan lahir. Ia akan membawa kehancuran bagimu dan bangsa Mesir."

    Segera Fir'aun memerintahkan prajuritnya untuk membunuh setiap anak laki-laki yang baru lahir di negeri itu. Meskipun demikian, Musa lahir dalam perlindungan Allah dan memenuhi kehendak Allah untuk menghancurkan kerajaan Fir'aun dan pengikutnya yang zalim.
  5. Nabi Muhammad SAW juga sering menakwilkan mimpinya yang semuanya menjadi kenyataan. Selain itu beliau juga menakwilkan mimpi-mimpi para sahabat.

    Dalam Hadis riwayat Samurah bin Jundub radhaillaahu ‘anhu, ia berkata: Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam setiap kali selesai mengerjakan salat Subuh menghadapkan wajahnya kepada para sahabat dan bertanya: Apakah tadi malam ada salah seorang di antara kalian yang bermimpi. (Shahih Muslim No.4220).

    Diantara kisah penakwilan mimpi oleh Rasulullah adalah seperti yang disebutkan dalam Hadis riwayat Abu Musa radhaillaahu ‘anhu:
    Dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: Aku pernah bermimpi seolah-olah berhijrah dari kota Mekah menuju ke suatu daerah yang banyak pohon kurma. Aku yakin itu adalah daerah Yamamah atau daerah Hajar, namun ternyata adalah daerah Madinah yang dahulu disebut Yatsrib. Dalam mimpiku ini aku seakan-akan menghunus sebilah pedang tiba-tiba matanya menjadi tumpul. Ternyata mimpi itu adalah musibah bagi orang-orang mukmin pada perang Uhud. Kemudian aku ayunkan sekali lagi dan ternyata pedang itu kembali baik seperti semula. Ternyata itu adalah kemenangan yang diberikan oleh Allah dan bersatunya orang-orang mukmin. Dalam mimpi itu aku juga melihat seekor sapi, Allah adalah Zat yang baik. Ternyata itu adalah (isyarat) sekumpulan orang-orang mukmin pada perang Uhud. Namun kebaikan Allah datangnya masih nanti. Balasan sebuah keyakinan yang diberikan oleh Allah setelah perang Badar. (Shahih Muslim No.4217).

    Dalam kisah lain juga disebutkan bahwa Rasulullah pernah menceritakan sebuah mimpi kepada sahabatnya Abu Bakar. Beliau berkata, "Aku melihat dalam mimpi bahwa kita menaiki sebuah tangga. Pada akhirnya, aku mendahului dua langkah di depan engkau."

    Abu Bakar menjawab, "Wahai Rasulullah, Allah Yang Mahakuasa akan memanggil jiwamu kembali ke haribaan-Nya, dan aku akan hidup dua atau setengah tahun lagi setelah engkau meninggalkan dunia.
PEMBAGIAN MIMPI
Mimpi ada tiga jenis:
  1. Mimpi yang benar, yang merupakan kabar gembira dari Allah subhanahu wata'ala.
  2. Mimpi buruk dan dibenci, yaitu hal-hal menakutkan yang berasal dari syetan untuk membuat manusia bersedih, waswas, khawatir, dan mempermainkannya di dalam mimpi.
  3. Mimpi yang diakibatkan kondisi psikologis seseorang dalam keadaan terjaga, lalu terbawa ke dalam mimpinya

Pembagian mimpi yang disebutkan di atas disebutkan dalam riwayat Imam Muslim no. 4200 dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu secara marfu’:
“Apabila hari kiamat telah dekat, maka jarang sekali mimpi seorang muslim yang tidak benar. Dan orang yang paling benar mimpinya di antara kalian adalah yang paling benar ucapannya. Mimpi seorang muslim adalah sebagian dari 45 macam nubuwwah (wahyu). Mimpi itu ada tiga macam: (1) Mimpi yang baik sebagai kabar gembira dari Allah. (2) mimpi yang menakutkan atau menyedihkan, datangnya dari syetan. (3) dan mimpi yang timbul karena ilusi angan-angan, atau khayal seseorang. Karena itu, jika kamu bermimpi yang tidak kamu senangi, bangunlah, kemudian shalatlah, dan jangan menceritakannya kepada orang lain.”

Hanya mimpi yang berasal dari Allah yang bisa ditakwilkan karena di dalamnya tersirat pesan-pesan yang berisi petunjuk mengenai apa yang akan terjadi, apa yang harus dilakukan atau tidak, dan peringatan-peringatan.

Al-’Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah mengatakan:
“Perbedaan antara ahlam (mimpi-mimpi yang tidak benar) yang merupakan mimpi-mimpi kosong dan tidak bisa dita’wil, seperti orang yang bermimpi dalam keadaan dia sibuk berpikir dan berangan-angan terhadap suatu persoalan. Maka kebanyakan yang dilihatnya dalam tidurnya adalah sejenis dengan apa yang dipikirkannya ketika dia dalam keadaan jaga. Jenis ini biasanya adalah mimpi kosong yang tidak ada ta’wilnya.

Demikian juga bentuk lain yang dilemparkan syaithan kepada ruh orang yang tidur, berupa mimpi dusta dan makna-makna yang kacau. Ini juga mimpi yang tidak ada ta’wilnya. Dan tidak perlu menyibukkan pikirannya dengan hal ini. Bahkan sebaiknya dia membiarkannya begitu saja.

Adapun mimpi yang benar, maka itu adalah ilham yang diberikan Allah kepada ruh ketika dia lepas dari jasad pada waktu tidur. Atau tamsil (permisalan) yang dibuat oleh malaikat bagi seorang manusia agar dia memahami apa yang sesuai dengan tamsil itu. Yakni, kadang dia melihat sesuatu sesuai hakekatnya, dan ta’birnya adalah apa yang dilihatnya dalam tidurnya.”
[Al-Majmu’atul Kamilah li Mu’allafat Ibnu Sa’di, (1/108)]

MIMPI YANG BENAR
Mimpi yang benar dikategorikan menjadi dua:
  1. Mimpi yang jelas dan nyata sehingga tidak memerlukan takwil
  2. Mimpi yang samar, implisit, mengandung hikmah dan informasi dalam esensi mimpinya itu
Tanda-tanda Mimpi yang Benar
  1. Bersih dari mimpi kosong, bayangan-bayangan yang menakutkan dan meresahkan.
  2. Dapat dipahami ketika terjaga. Orang yang bermimpi tidak melihat dalam tidurnya sesuatu yang bertolak belakang, seperti mimpi melihat orang berdiri dalam keadaan duduk.
  3. Tidur dalam keadaan pikirannya jernih, tidak disibukkan oleh satu persoalan pun. Karena pada umumnya, mimpi orang yang seperti ini adalah karena bisikan jiwanya (angan-angannya) sebelum tidur. Misalnya dia dalam keadaan haus lalu tertidur dan dalam tidurnya dia mimpi sedang minum. Atau lapar lalu mimpi sedang makan dan sebagainya.
  4. Mimpi tersebut dapat ditakwil dan sesuai dengan yang ada di dalam Lauhul Mahfuzh. Kalau mimpi itu kadang terlihat begini atau kadang begitu, maka itu tidaklah dinamakan mimpi yang baik dan benar. Karena mimpi yang benar itu harus tersusun rapi yang sesuah dan memungkinkan untuk ditakwilkan.
Agar suatu mimpi dapat dikategorikan sebagai mimpi yang benar, maka seseorang yang ingin mengambil kebaikan dari mimpi-mimpinya perlu menegakkan tata kesopanan berdasarkan syariat.

Ustadz Abu Sa'ad berkata, "Orang perlu menegakkan tata kesopanan agar mimpinya mendekati kebenaran. Di antara adab kesopanan itu ialah membiasakan diri berkata jujur. Nabi bersabda dalam hadits muttafaq alaih, ‘Orang yang paling benar mimpinya ialah yang paling benar perkataannya.'"

Jika seseorang jujur dalam kehidupannya maka ia akan melihat mimpi yang benar. Jika ia suka berbohong dalam hidupnya maka mimpinya juga akan berbohong kepadanya.

Selain itu ialah tidur dengan punya wudhu. Abu Dzar Al Ghiffari berkata, "Kekasihku (Muhammad SAW.) memberikan tiga pesan kepadaku yang tidak pernah aku tinggalkan hingga mati. Yaitu, puasa tiga hari pada setiap bulan, dua rakaat shalat fajar, dan tidak tidur kecuali punya wudhu." Demikian yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.

Adab lainnya ialah tidur dengan berbaring ke sisi kanan tubuh karena Nabi saw. menyukai bagian kanan dalam segala hal. Diriwayatkan bahwa beliau tidur pada sisi kanan tubuhnya seraya meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanan, lalu berdoa, "Ya Allah, lindungilah aku dari azab-Mu pada saat Engkau mengumpulkan hamba-hamba-Mu." (HR Tirmidzi dan Abu Dawud)

Mimpi yang lebih kuat kebenarannya adalah mimpi yang terjadi pada dini hari atau pada saat menjelang tengah hari. Mimpi juga bisa menjadi kuat dan lebih bermakna apabila terjadi ketika buah-buahan sedang matang pada pohonnya, pada saat musim panen, ketika sebuah bintang sedang akan terbit, ketika seseorang bermaksud untuk menandatangani sebuah perjanjian bisnis, ketika seseorang hendak menikah, atau ketika akhir dekade.

KETIKA MELIHAT MIMPI YANG TIDAK DISENANGI
Jika seseorang mengalami mimpi yang tidak disukai, disunnahkan melakukan lima perbuatan. Yaitu: mengubah posisi tidur, meludah ke kiri sebanyak tiga kali, memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, bangun dan shalat, dan tidak menceritakan mimpinya kepada siapa pun.

Jika salah seorang di antara kalian bermimpi yang tidak menyenangkan, maka hendaknya dia bangun dari tidur lalu mengerjakan salat dan hendaknya jangan dia ceritakan mimpi tersebut kepada orang lain.(Shahih Muslim No.4200)

Hadis riwayat Abu Qatadah, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: Mimpi baik (rukyah) itu datang dari Allah dan mimpi buruk (hilm) datang dari setan. Maka apabila salah seorang di antara kalian bermimpi yang tidak menyenangkan hendaklah dia meludah ke samping kiri sebanyak tiga kali dan memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatannya sehingga mimpi itu tidak akan membahayakannya. (Shahih Muslim No.4195).

GOLONGAN MANUSIA MENURUT KEBENARAN MIMIPINYA
Berdasarkan keadaan orang yang bermimpi, ahli ilmu membagi keadaan manusia sehubungan dengan mimpi ini menjadi lima bagian, yaitu:
  1. Para Nabi
    Mereka adalah manusia-manusia yang paling jujur (benar) mimpinya, dan ini tidak diragukan lagi. Karena mereka adalah orang-orang yang paling benar (jujur) ucapan dan perbuatannya. Sebab itulah mimpi Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam bagaikan cahaya subuh (pagi) yang terang, karena mimpi beliau adalah wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada beliau.
  2. Shalihun (orang-orang shalih)
    Mereka berada pada urutan kedua setelah para nabi dan rasul Allah. Yang dominan pada mimpi mereka adalah kebenaran. Namun di antaranya ada yang perlu dita’birkan dan ada pula yang tidak perlu, (karena mimpi itu) sudah menunjukkan suatu perkara yang sangat jelas.

    Istri Rasulullah, Aisyah r.a., menuturkan bahwa Rasulullah berkata, “Kabar baik adalah satu-satunya kenabian yang ada setelah aku”. Seseorang bertanya, “Apakah kabar baik itu , Ya Rasulullah?”. “Mimpi baik yang dilihat seseorang atau dilihat orang lain untuknya”, jawab Rasulullah.

    Rasulullah menjelaskan dalam hadis riwayat Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah bersabda: Mimpi seorang mukmin adalah termasuk satu dari empat puluh enam bagian kenabian. (Shahih Muslim No.4201)

    Dalam hadis yang lain juga disebutkan:

    Hadis riwayat Abu Hurairah, ia berkata:Dari Nabi bahwa beliau bersabda: Ketika kiamat telah mendekat, mimpi seorang muslim hampir tidak ada dustanya. (Shahih Muslim No.4200).

    Dan beliau juga bersabda:
    “Mimpi yang baik dari orang yang shalih adalah satu dari 46 bagian kenabian (nubuwwah).” (HSR. Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim)
  3. Masturun (yang tidak diketahui keadaannya)
    Yaitu orang-orang yang tidak diketahui apakah dia melakukan shalat, berzakat, haji dan ketaatan lainnya, mereka kurang dalam sebagian amalan dan mempunyai dosa yang lebih rendah dari syirik. Mereka ini juga mempunyai mimpi, namun kadang dari Allah dan kadang dari syaithan.
  4. Fasaqah (orang-orang fasik)
    Mimpi mereka sangat sedikit benarnya, yang paling dominan adalah mimpi-mimpi kosong yang merupakan permainan syaithan.
  5. Kuffar (orang-orang kafir)
    Mimpi mereka sangat jarang benarnya. Hal ini karena kekejian dan kekafiran mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan pada umumnya mimpi mereka adalah dari syaithan. Akan tetapi kadang mereka melihat mimpi yang benar. Namun demikian dipertanyakan, apakah mimpi tersebut berasal dari wahyu atau kita katakan satu dari 46 bagian kenabian?

    Al-Imam Al-Qurthubi menjawab hal ini, beliau mengatakan: “Jika dikatakan bahwa mimpi yang benar itu adalah satu bagian dari kenabian, bagaimana mungkin orang yang kafir dan pendusta serta kacau keadaannya memperoleh atau bisa mendapatkannya? Jawabnya ialah bahwasanya orang yang kafir, fajir (jahat), fasik dan pendusta itu, meskipun suatu ketika mimpi mereka benar, itu bukanlah dari wahyu dan bahkan juga bukan dari nubuwwah. Karena tidaklah semua yang benar dalam berita tentang perkara ghaib, lantas beritanya merupakan nubuwwah. Dan sudah dijelaskan dalam surat Al-An’am bahwa seorang dukun atau yang lainnya (paranormal dan sejenisnya) kadang-kadang menyampaikan suatu berita dengan pernyataan yang benar (haq) lalu dibenarkan (dipercayai). Akan tetapi hal itu sangat jarang dan sedikit sekali. Demikian pula mimpi mereka ini.” [Tafsir Al-Qurthubi, (9/124)]

ILMU TAKWIL MIMPI
Dalam penakwilan mimpi diperlukan pengetahuan yang luas dan akurat berlandaskan dasar-dasar agama, nilai-nilai spiritual, tradisi moral dan budaya. Seorang penakwil harus memiliki pengetahuan tentang Al Quran, tafsir Al Quran, Hadis, dan makna kiasan, ibarat, sejarah, kisah-kisah dongeng, puisi, peribahasa, bahasa, dan sebagainya. Selain itu pengetahuan mengenai kondisi suatu wilayah, kondisi lahiriah dan batiniah pemimpi serta faktor-faktor eksternalnya juga perlu diketahui dan dikenali. Karenanya, suatu mimpi yang sama tetapi dialami orang yang berbeda, bisa berbeda pula takwilnya.

Dalam menyingkapakan suatu takwil mimpi haruslah berhati-hati. Memberi takwil mimpi yang salah merupakan sebuah perbuatan dosa, sementara jika ia tetap diam ketika tidak mengetahui jawabannya ia mendapat pahala. Ibn Sirin diriwayatkan sering menolak untuk menakwilkan mimpi.

Apabila penakwil mimpi tidak mau menakwilkan mimpi seseorang karena mimpi itu bermakna buruk atau karena pengatahun penakwil masih kurang maka dianjurkan mengucapkan, "Semoga kebaikan di pihakmu dan keburukan di pihak musuhmu. Semoga kamu dianugerahi kebaikan mimpi dan dilindungi dari keburukannya."

Bahaya dari orang yang mengemukakan mimpi-mimpi dusta adalah sangat fatal.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:“Barangsiapa yang mengaku telah bermimpi sesuatu padahal sebenarnya tidak maka ia akan dipaksa untuk duduk di antara dua helai rambut dan ia pasti tidak akan mampu melakukannya.” (HR. Bukhori no. 7042)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kedustaan yang paling besar ialah seorang laki-laki yang mengaku telah bermimpi melihat sesuatu padahal ia tidak melihatnya.” (HR. Bukhori no. 7043)

Seperti kita ketahui, cabang-cabang, dasar-dasar, dan rujukan-rujukan takwil mimpi itu banyak dan tidak ada satu buku pun di dunia ini yang dapat mencakup keseluruhannya. Apabila ada seseorang pada zaman ini yang berupaya memastikan makna seluruh mimpi, maka ia pasti mengalami kegagalan. Prinsipnya, karena mimpi mengenai suatu objek bisa mempunyai banyak arti, jadi tak ada jaminan mengenai kebenarannya. Kepastian dari kebenaran mimpi tetap hanya ada di sisi Allah SWT. Kita harus selalu memohon perlindungan dan petunjuk kepada Allah atas apa-apa yang tidak kita ketahui. Selain itu juga memohon kepada Allah agar dijauhkan dari gangguan setan yang terkutuk.

Ustadz Abu Sa'ad berkata, "Aku melihat bahwa ilmu itu terdiri atas beberapa jenis, di antaranya ada yang bermanfaat bagi dunia, tetapi tidak bermanfaat bagi agama; ada juga yang bermanfaat bagi dunia dan agama. Ilmu tentang mimpi termasuk ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan agama. Kemudian aku shalat istikharah sebelum mengumpulkan apa yang berasal dari Allah dan menempuh metode peringkasan seraya memohon pertolongan kepada-Nya dalam menyempurnakan apa yang diridhai dan dicintai-Nya. Juga berlindung kepada-Nya dari ujian dan fitnah-Nya. Allahlah Pemilik taufik. Cukuplah Dia bagi kami. Dia adalah sebaik-baik Pelindung."

Dari penjelasan mengenai mimpi ini ada hal penting yang perlu kita ketahui. Semua mimpi, sekalipun yang baik dan berasal dari Allah, hanyalah bersifat membawa kabar gembira kepada sang pemilik mimpi atau orang yang berada di sekitarnya. Jadi mimpi tidak dapat dijadikan sebagai patokan syariat. Dengan berdasar atas mimpi, seseorang tidak boleh menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal, mengamalkan sebuah ibadah yang baru maupun meninggalkan suatu ibadah yang sudah pasti pensyariatannya. Tidak boleh menjadikan mimpi sebagai pembuat syariat, karena syariat sudah baku dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW, dan terus berlaku hingga hari kiamat. Karenanya siapa saja yang mengadakan perubahan atau penambahan dalam syariat Islam dengan beralasan dia menerima hal itu dalam mimpi dan dia mengaku bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam maka sungguh dia adalah orang yang tertipu dengan setan dan apa yang dia lihat di dalam mimpinya pastilah bukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

REFERENSI

  • Sirin, Muhammad Ibn. Ensiklopedia Takwil Mimpi. Diterjemahkan dari buku berbahasa Inggris: Ibn Sirin's Dictionary of Dreams According to Islamic Inner Traditions karya M. Al Kalili.
  • Sirin, Muhammad Ibnu. 2004. Tafsir Mimpi: Menurut Al Quran dan As Sunnah. Judul Karya Asli : Tafsirul Ahlam. Penerjemah: Dr. M Syihabuddin, Asep Sopian SPd. Penyunting: Harlis Kurniawan. Jakarta : Gema Insani Press
  • http://al-atsariyyah.com/kedudukan-mimpi-di-dalam-islam.html