Kamis, 02 Juni 2011

ILMU PENGETAHUAN TELAH BERAKHIR


Alam semesta yang kita kenal merupakan suatu kombinasi dari materi, energi, ruang, waktu dan kehidupan yang rumit. Materi dan energi berinteraksi dalam ruang yang menimbulkan gerakan dan masing-masing gerakan atau kejadian memerlukan suatu kurun waktu. Entitas-entitas dasar yang saling terkait dan diatur oleh hukum-hukum alam inilah yang merupakan tema ilmiah bagi manusia.

Para ilmuwan berusaha memahami alam dan mereduksi pemahaman mereka ini dalam bentuk berbagai hukum. Dalam upaya penelitian, observasi, eksperimen dan inferensi ini, pengetahuan yang luas sekali mengenai berbagai aspek alam dikumpulkan. Pengetahuan mengenai alam yang terkumpul dan yang tersusun secara sistematik inilah yang disebut sains. (Aneesuddin, 2000).

Sains telah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan kemajuan manusia. Pandangan selintas kepada sejarah menunjukkan bahwa pengetahuan dan keberhasilan-keberhasilan manusia dalam bidang sains sudah semakin banyak dari generasi ke generasi sejalan dengan semakin banyaknya kebutuhan manusia. Buah dari kemajuan sains dapat dilihat dari berbagai ragam hasil karyanya : pesawat terbang, roket, radio, televisi, komputer, mikroskop elektron, dan lain sebagainya. Pada abad ini perkembangan sains diyakini akan mencapai puncaknya.

Kemajuan sains yang sedemikian pesatnya memunculkan pendapat pada sebagian ilmuwan bahwa era sains sebentar lagi akan segera berakhir. Sebentar lagi manusia akan mampu untuk mengetahui segala rahasia alam yang selama ini belum terungkap. Keyakinan para ilmuwan ini didasari atas proposisi yang menyatakan bahwa seluruh gaya-gaya di alam semesta hanyalah merupakan manivestasi berbeda-beda dari satu gaya fundamental yang sama. Dari sinilah mereka percaya bahwa melalui suatu perumusan teori tunggal atau teori segala hal, semua pertanyaan-pertanyaan tentang fenomena-fenomena alam akan terpecahkan. Teori tunggal ini dapat merangkum seluruh hukum-hukum yang berlaku secara lokal menjadi konsep yang dapat diterima secara universal yang berlaku di segala penjuru alam semesta.

Stephen hawking dalam Aneesuddin (2000) menyatakan bahwa penemuan teori segala hal ini dapat dipahami sebagai kemenangan terbesar nalar manusia. Apabila teori yang sempurna itu bisa dirumuskan maka pertanyaan untuk apa kita dan alam semesta itu ada akan segera terjawab sehingga kita dapat memahami pemikiran Tuhan.

Revolusi Sains

Teori kuantum yang dikembangkan oleh Erwin Schrödinger dan Werner Heisenberg, serta teori relativitas khusus yang dibangun oleh Albert Einstein pada permulaan abad ke dua puluh dapat dipandang sebagai dua teori fisika yang sangat revolusioner karena telah memperkenalkan perubahan yang sangat drastis dalam konsepsi kita mengenai alam semesta beserta semua fenomena atau peristiwa yang terjadi di dalamnya. Pemakaian kedua teori ini telah terbukti sangat ampuh untuk menjelaskan berbagai masalah fisika fundamental yang belum terpecahkan sampai akhir abad kesembilan belas.

Teori kuantum dikembangkan setelah mengamati bahwa benda mikroskopik seperti atom dan molekul, mempunyai perilaku yang sangat berbeda dari perilaku benda makroskopik yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kenyataannya, perilaku sebuah benda mikroskopik selalu didasarkan pada prinsip ketakpastian (Heissenberg uncertainty principle) dan pada tafsiran kemungkinan (probability interpretation) yang sama sekali tidak berlaku untuk sebuah benda makroskopik.

Teori relativitas khusus yang diperkenalkan Einstein dibangun berdasarkan pemikiran bahwa ruang dan waktu memainkan peranan yang sama pentingnya untuk menjelaskan tiap peristiwa yang terjadi dalam alam semesta ini. Teori ini sangat sesuai digunakan untuk sebuah benda yang bergerak dengan kecepatan yang sangat besar. (Silaban, P)

Perumusan Teori Segala Hal

Teori segala hal adalah teori fisika yang berambisi untuk menyatukan seluruh gaya-gaya di alam semesta ke dalam satu penjelasan teoritis. Gaya-gaya semesta tersebut meliputi gaya elektromagnetik, gaya elektro lemah, gaya elektro kuat, dan gaya gravitasi. Teori segala hal berpusat pada proposisi yang menyatakan bahwa seluruh gaya-gaya di alam semesta hanyalah merupakan manivestasi berbeda-beda dari satu gaya fundamental yang sama.

Sejauh ini, kemajuan telah dibuat dengan menyatukan gaya elektromagnetik, gaya elektro kuat, dan gaya elektro lemah ke dalam satu teori yang disebut teori medan kuantum atau teori medan bersatu ( Grand Unified Field Theories ). (Silaban, P)
Teori medan bersatu (quantum field theory) yang merupakan gabungan dari teori kuantum dengan teori relativitas khusus telah berhasil menjelaskan banyak sekali proses yang melibatkan partikel elementer. Teori ini, yang dirumuskan sebagai sebuah teori medan gauge (gauge field theory) memungkinkan para ilmuwan fisika untuk memahami ketiga interaksi fundamental yang menentukan perilaku partikel-partikel elementer yakni, interaksi elektromagnetik (electromagnetic interaction), interaksi lemah (weak interaction) dan interaksi kuat (strong interaction). (Priambodo, 2004)

Sayangnya, upaya-upaya untuk menyatukan teori medan bersatu dengan prinsip-prinsip gravitasi selalu gagal. Kegagalan ini disebabkan karena rumusan matematis gaya gravitasi tidak bisa dipertemukan dengan prinsip-prinsip dalam ilmu mekanika kuantum (prinsip mekanika untuk materi-materi yang berada dalam ukuran sangat kecil, misalnya elektron, proton, quarks, dll). Kegagalan penyatuan gaya gravitasi dengan prinsip mekanika kuantum inilah yang selama ini menghambat perumusan teori segala hal. (Priambodo, 2004)

Gaya gravitasi, satu-satunya gaya yang belum disatukan dengan teori medan bersatu, dirumuskan oleh Albert Einstein dalam teori relativitas umum. Menurut teori tersebut, gaya gravitasi sebenarnya merupakan pendistorsian (pelengkungan) geometri ruang waktu akibat hadirnya materi dan energi. Semakin tinggi jumlah materi (massa) atau energi yang hadir, maka akan semakin terdistorsilah ruang waktu disekelilingnya.

Walaupun perumusan teori medan bersatu masih jauh dari sempurna, hanya teori inilah yang dapat menjadi pintu gerbang terdekat menuju keberhasilan perumusan teori segala hal. Yang kita butuhkan hanyalah tinggal menyatukan teori medan bersatu dengan teori gaya gravitasi.

Hasil-hasil yang sangat mengagumkan yang dicapai oleh teori medan gauge ini adalah sebagai berikut
  • Penemuan arus netral lemah (weak neutral current)
  • Penjelasan mengenai terbentuknya massa partikel elementer melalui pengrusakan simetri secara spontan (spontaneously broken symmetry).
  • Pembangunan sebuah model unifikasi dari interaksi elektromagnetik dengan interaksi lemah oleh Glashow, Weinberg dan Salam (GWS mode). Model unifikasi ini dikenal sebagai model electroweak (electroweak model).
  • Pembangunan berbagai model teory unifikasi agung (GUT – grand unified theory) yang menggabungkan ke tiga interaksi fundamendal tersebut.
  • Membuka kemungkinan untuk membangun sebuah teori medan kuantum yang menggabungkan fermion dan boson yang dikenal sebagai teori supersimetri.
  • Pembangunan model supersimetri unifikasi agung sebagai sebuah teori medan gauge lokal yang memasukkan gravitasi. Model ini dikenal sebagai model supergravitasi.
Dalam teori medan kuantum, semua partikel elementer diperlakukan sebagai sebuah benda titik. Benda titik ini menghasilkan divergensi yang sepenuhnya tidak dapat dilenyapkan. Untuk menghindari divergensi ini maka teori ini dikembangkan kedalam sebuah teori dimana partikel elementer itu dipandang bukan sebagai sebuah benda titik, tetapi sebagai sebuah dawai yang panjangnya 10-33 cm. Teori ini dinamakan teori superdawai (super string theory). Ternyata teori superdawai ini memungkinkan penggabungan medan gravitasi dengan interaksi elektromagnetik, interaksi lemah dan interaksi kuat. Karena itu, teori ini diyakini merupakan teori dari segala sesuatu (theory of everything) yang selama ini dicari para ilmuwan.

Namun demikian, sampai sekarang ini belum ada satupun teori yang betul-betul dapat diandalkan untuk menggabungkan ke empat jenis interaksi itu yakni, belum ada satu teori yang secara menyakinkan mampu menjelaskan adanya gravitasi kuantum (quantum gravity).

Teori kuantum dan teori relativitas khusus tersebut tidak memperhitungkan pengaruh medan gravitasi dalam semua proses fisika. Untuk menjelaskan pengaruh medan gravitasi itu maka pada tahun 1911, Einstein membangun sebuah teori gravitasi baru yang dinamakan teori relativitas umum (general theory of relativity).

Dalam teori relativitas khusus dan dalam teori relativitas umum, arti dari jarak di antara dua benda dalam sebuah ruang berdimensi tiga seperti yang biasanya kita pahami harus digeneralisir kedalam sebuah interval dalam sebuah ruang-waktu berdimensi empat. Interval ini dinamakan juga metrik dari ruang waktu itu karena bentuk dari interval ini ditentukan oleh komponen-komponen dari sebuah tensor metrik yang nilainya bergantung pada materi yang terdapat dalam ruang-waktu tersebut.

Dalam teori relativitas khusus, interval ruang-waktu inilah yang digunakan untuk menjelaskan mengapa sebuah jam yang bergerak akan menunjukkan waktu yang lebih lambat dibandingkan kepada waktu yang ditunjukkan oleh jam yang diam, dan mengapa sebuah tongkat yang bergerak mempunyai panjang yang lebih pendek dibandingkan kepada panjang dari tongkat itu sewaktu diam. Dalam teori relativitas umum, interval ruang-waktu itu adalah sebuah pemecahan dari persamaan medan gravitasi Einstein di luar sebuah distribusi materi. Interval dari sebuah ruang-waktu dalam teori relativitas umum selalu mempunyai sebuah singularitas. Singularitas ini mengindikasikan keberadaan sebuah benda yang sangat masif yang dinamakan lubang hitam (black hole). Benda yang berperilaku menyerupai sebuah lubang hitam tetapi dengan arah waktu yang dibalikkan (time reversed black hole) dinamakan sebuah lubang putih (white hole).

Persamaan medan gravitasi Einstein mengandung sebuah konstanta kosmologi yang sampai sekarang masih menimbulkan berbagai macam kontroversi. Teori relativitas umum inilah yang mendasari semua model kosmologi relativistik yang menjelaskan struktur dari sebuah alam semesta berskala besar. Berdasarkan sejumlah besar hasil observasi yang didapatkan sampai sekarang maka disimpulkan bahwa alam semesta ini bersifat homogen dan isotropik. Walaupun banyak sekali model kosmologi relativistik yang telah dikembangkan para ilmuwan fisika sampai sekarang, namun menurut catatan sejarah perkembangannya semua model tersebut diilhami oleh model-model kosmologi homogen yang mula-mula dibangun oleh Einstein, de Sitter dan Friedmann.

Model Kosmologi Einstein yang dikembangkan pada tahun 1916 adalah sebuah model kosmologi untuk sebuah struktur ruang waktu yang statis dan yang mempunyai kelengkungan positif yang konstan. Model ini kemudian dimodifikasi setelah Hubble menemukan bahwa alam semesta ini bukan statis tetapi terus mengembang.

Model kosmologi de Sitter yang dikembangkan pada tahun 1917 adalah sebuah model kosmologi untuk sebuah struktur ruang-waktu tanpa materi dan mempunyai kelengkungan negatif yang konstan. Perlu dicatat bahwa de Sitter adalah ilmuwan pertama yang membuktikan bahwa materi tidak diperlukan untuk menghasilkan kelengkungan dari ruang-waktu.

Model kosmologi Friedmann yang dibangun pada tahun 1922 dapat dipandang sebagai sebuah model yang berada di antara model kosmologi Einstein dan model kosmologi de Sitter.

Alam semesta yang bersifat homogen dan isotropik yang paling sering dianalisis mempunyai struktur geometri yang dinyatakan oleh metrik Robertson- Walker. Metrik ini adalah sebuah pemecahan dari persamaan medan Einstein vakum dengan memilih konstanta kosmologi yang besarnya sama dengan nol. Kelahiran alam semesta seperti ini selalu diawali oleh sebuah dentuman besar (bigbang) yang terjadi pada waktu Planck, t = 10-43 detik. Metrik ini mengandung sebuah faktor skala yang dapat digunakan untuk menghitung kecepatan ekspansi dari alam semesta yang biasanya dikenal sebagai konstanta Hubble. Metrik ini juga mengandung sebuah indeks kelengkungan yang akan menentukan apakah alam semesta itu merupakan sebuah alam semesta terbuka, alam semesta datar, atau alam semesta tertutup. Hasil-hasil perhitungan menunjukkan bahwa masingmasing alam semesta ini mempunyai umur yang ordenya 10 milyar tahun. Einstein sendiri yakin bahwa alam semesta ini adalah sebuah alam semesta yang tertutup. GUT adalah satu-satunya teori yang memungkinkan kita untuk menelusuri kembali sejarah alam semesta semenjak kelahirannya pada waktu Planck.

Pada waktu kelahiran alam semesta, besarnya temperatur adalah 1032 derajat kelvin dan segala sesuatu terdapat dalam bentuk radiasi. Pada waktu-waktu yang selanjutnya, terjadi pengrusakan simetri yang menghasilkan massa. Tabel berikut ini memperlihatkan kronologi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sejak kelahiran alam semesta, dan juga menunjukkan energi, temperatur dan besarnya ukuran dari alam semesta pada waktu-waktu yang bersangkutan. Hasil-hasil dalam tabel ini dihasilkan dari model kosmologi yang digabungkan dengan teori unifikasi agung (GUT = Grand Unified theory).

Teori Segala Hal Dalam Pemikiran Islam

Allah SWT Maha Mengetahui bahwa dunia akan melewati abad sains ketika segala sesuatu akan ditimbang dengan pertimbangan sains. Melalui Al Quran yang diturunkan 1400 tahun lalu, Allah menyajikan topik pembahasan mengenai sains dengan cara sedemikian rupa sehingga pengetahuan kita mengenai sains pada abad ini akan membuktikan kebenaran Al Quran. Sebagai kitab suci agama Islam, Al Quran membahas berbagai topik yang mengesankan tentang kemajuaan sains yang ternyata sesuai dengan standar-standar intelektual pada masa kini.

Namun terlepas dari itu semua, apakah usaha manusia untuk dapat mengungkap seluruh rahasia alam melalui perumusan teori tunggal ini akan benar-benar terwujud. Padahal dalam Al Quran, Allah mejelaskan :
Allah Maha Mengetahui apa yang ada di di hadapan mereka dan yang ada di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui apa-apa dari Ilmu-Nya selain apa yag dikehendaki-Nya. (QS Al Baqarah : 255)

Ayat tersebut menyatakan bahwa Allah memberikan keterbatasan terhadap kemampuan pikir manusia. Pengetahuan manusia hanya mencakup segala sesuatu yang sangat terbatas dan tidak akan mampu melacak keberadaan realitas tertinggi baik melalui jalur sains maupun melalui jalur lainnya (metafisik, mistik, dll).

Hal ini juga terkait dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dimana ketika suatu teori dirasakan mulai menyentuh dan memberikan kejelasan kepada suatu masalah, maka akan segera muncul permasalahan-permasalahan yang lain. Teori-teori ilmiah lama telah digantikan oleh teori-teori yang lebih modern yang dilandaskan kepada premis yang sama sekali berbeda, yang berakibat pada disalahkan atau dihilangkannya prinsip-prinsip imiah sebelumnya.

Dalam upaya perumusan teori tunggal, para ilmuwan sendiri tidak terlalu yakin apakah sains akan mampu mengakhiri tugasnya dengan baik. Dengan demikian akankah segala hal di alam semesta ini dapat dijelaskan melalui satu teori yang disebut teori segala hal?