Sabtu, 30 Juni 2018

DAERAH ALIRAN SUNGAI


Menurut Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS, disebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang terpengaruh aktivitas daratan. DAS juga diartikan sebagai daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung dan air akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama.

Perubahan/konversi lahan hutan dan lahan pertanian untuk keperluan industri, permukiman, dan perkebunan telah menyebabkan kondisi lingkungan semakin tidak baik, sehingga mampu mempercepat kelangkaan air, dan daerah aliran sungai (DAS) menjadi kritis. Pada tahun 1984 tercatat 22 buah DAS kritis, meningkat menjadi 59 buah pada tahun 1998.

Fenomena ini telah menyebabkan berkurangnya kemampuan DAS dalam menyimpan air, sehingga terjadi kekurangan air di musim kemarau, dan meningkatnya frekuensi dan besaran volume air sungai di musim hujan. Demikian juga, akibat erosi yang besar yang terjadi di bagian hulu DAS, menghasilkan jumlah sedimen yang tinggi dan terangkut oleh aliran permukaan, sehingga terjadi pengendapan sedimen tersebut (sedimentasi) di dalam badan air seperti sungai, danau, waduk, dan embung.

Pada tahun 1999 di Indonesia tercatat terdapat 470 buah DAS, 62 diantaranya dalam kondisi kritis, yang dicirikan oleh rasio debit sungai maksimum dan minimum yang cukup besar. Tingkat kekritisan DAS diindikasikan dengan rasio debit maksimum (Qmaks) dan debit minimum (Qmin) dari suatu sungai. Biasanya angka rasio Qmaks dan Qmin yang lebih besar dari 10 sudah menunjukkan bahwa DAS tersebut tergolong kritis .

Pada musim hujan terjadi peningkatan volume air sungai yang sangat besar, dan kemungkinan besar sungai tersebut meluap, serta penurunan volume air sungai pada musim kemarau yang juga sangat besar menyebabkan sungai tersebut mengalami kekeringan. Perbedaan debit yang sangat besar tersebut disebabkan karena sifat tanahnya, terutama sifat fisik tanah sudah sangat buruk akibat pengelolaan lahan yang berlebihan dan erosi yang hebat .

Seperti sudah disebutkan, curah hujan yang tinggi dan intensitas penggunaan lahan yang juga tinggi, telah menyebabkan hilangnya bahan organik tanah, rusaknya struktur tanah, dan meningkatnya kepadatan tanah. Akibatnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi) ke dalam penampang tanah menjadi berkurang. Pada musim hujan, sebagian besar air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah mengalir sebagai aliran permukaan karena tanahnya tidak mampu lagi meresapkan air. Apabila hujan terjadi dalam frekuensi yang tinggi dapat menyebabkan tanah selalu jenuh air, sehingga seluruh air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran permukaan, dan masuk ke dalam badan air/sungai. Dalam kondisi ekstrim, dapat menyebabkan banjir akibat terjadi peningkatan volume air sungai dan meluap ke wilayah sekitar atau bagian hilirnya .

Demikian juga, pada musim kemarau hampir tidak ada hujan yang jatuh di DAS tersebut, atau kalaupun ada hujan, air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah tidak sempat masuk ke dalam tanah karena tanah dalam keadaan kering, atau menguap kembali ke atmosfer (evaporasi dan transpirasi). Itu sebabnya, debit air yang tercatat di berbagai sungai khususnya di P. Jawa sangat rendah, sehingga kemungkinan terjadinya kekeringan sangat besar .

Upaya penanganan kerusakan lingkungan daerah aliran sungai dapat dilakukan secara intensif baik melalui pendekatan struktural maupun fungsional. Upaya-upaya tersebut diantaranya dapat dilakukan melalui penerapan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup, pencegahan alih fungsi lahan, rehabilitasi hutan dan lahan, dan pengaturan kelembagaan pengelolaan daerah aliran sungai. Berkurangnya areal hutan dan alih fungsi lahan mengharuskan perlunya rehabilitasi hutan di hulu DAS kritis, terutama pada areal yang sensitif terhadap terjadinya aliran permukaan. Demikian juga program penghijauan lahan masyarakat perlu digalakkan dengan memberi insentif terhadap masyarakat berupa penyediaan bibit unggul dan cepat tumbuh. Insentif lain adalah perlunya pemerintah menyediakan skema pendanaan melalui kredit penghijauan .

REFERENSI :
  1. Budi Hadi dan Andi Gustaini S, 2002, Kesesuaian Jenis tanaman untuk rehabilitasi lahan kritis bekas penambangan Batu Apung di Sub Das Serdang, DAS Menanga, Lombok Timur, Buletin Teknologi Pengelolaan DAS No.10/2002, 2002
  2. Suradisastra, Kedi dkk (ed). 2010. Membalik Kecenderungan Degradasi Sumber Daya Lahan dan Air. PT Penerbit IPB Press : Bogor dalam www.litbang.pertanian.go.id/buku/membalik-kecenderungan-degrad/
  3. Mawardi, 2010, J. Hidrosfir Indonesia Vol. 5 No. 2, Jakarta, Agustus 2010, ISSN 1907-1043, hal. 10

Kamis, 14 Juni 2018

THANOS DAN ROBERT MALTHUS


Film Avengers : Infinity War telah didaulat sebagai salah satu film Box Office terlaris dan telah maraup sukses besar semenjak ditayangakan perdana pada 25 April 2018 lalu. Pendapatan 250 juta dolar USD atau setara dengan 3,46 triliun rupiah yang dicatatkan oleh Film yang diangkat dari komik Marvel ini pada penayangan pekan pertamanya di Amerika Utara mampu mengalahkan rekor Star Wars : The Force Awakens yang mencapai pendapatan 248 juta dolar USD.

Film ini disutradarai Russo bersaudara dan menghabiskan dana sebesar 300 juta dolar US atau sekitar Rp 4,16 triliun. Marvel Studios bertindak sebagai produser, sementara Walt Disney berperan sebagai distributor. Belum cukup di situ, film ini akan segera dilanjutkan dengan bagian kedua, Avengers 4 (judul resmi belum diketahui), yang kemungkinan akan tayang pada 2019.

Salah satu yang berkesan dalam film ini adalah sosok villain (antagonis) yang bernama Thanos. Karakter ini memang sangat ditunggu kehadirannya dalam rangkaian film superhero Marvel. Diperankan oleh Josh Brolin dan dipadukan dengan teknologi CGI (computer-generated imagery) membuat karakter Thanos ini sangat hidup dan cukup mampu memenuhi harapan para penggemar komik Marvel.

Dikisahkan Thanos bermaksud untuk mengumpulkan 6 buah infinity stones (yang seperti batu akik) untuk meningkatkan kekuatannya sehingga mampu mensukseskan misinya memusnahkan separuh pupulasi alam semesta. Hal ini didasarkan dari penemuan dan pemikiran Thanos bahwa sumber daya alam (SDA) di alam semesta sangat terbatas, sedangkan populasi mahluk hidup pengguna SDA tersebut sangat banyak dan rakus. Ketidakseimbangan ini dinilai akan membawa kehancuran alam semesta secara cepat.

Maka dari itu Thanos beserta pasukan dan sekutunya merasa perlu menghabisi sebagian populasi mahluk hidup demi keberlangsungan sistem kehidupan yang berkelanjutan dan demi menyeimbangkan kondisi antara jumlah SDA dan sumber daya manusia (SDM). Thanos menganggap misi ini sebagai misi suci untuk menyelamatkan alam semesta dari kehancuran permanen. Karenanya ia sangat berambisi mengumpulkan 6 buah infinity stones yang dengan kesaktian ke-6 batu tersebut ia bisa secara praktis memusnahkan separuh populasi alam semesta hanya dengan menjentikkan jarinya.

Pemikiran Thanos ini mengingatkan pada pemikiran Robert Malthus mengenai teori kependudukan dan sumber daya bahan makanan. Dalam An Essay on the Principle of Population (Sebuah Esai tentang Prinsip mengenai Kependudukan), yang pertama kali diterbitkan pada 1798, Robert Malthus membuat ramalan yang cukup terkenal. Dia berpendapat bahwa jumlah populasi akan mengalahkan pasokan makanan. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya jumlah makanan per orang. Robert Malthus bahkan meramalkan secara spesifik bahwa hal ini pasti akan terjadi pada pertengahan abad ke-19.

Namun kenyataannya ramalan ini dapat dikatakan gagal dan terbukti tidak terealisasi. Salah satu yang menyebabkan melesetnya prediksi Malthus adalah kurang mempertimbangkan aspek perkembangan teknologi yang akan semakin maju dan mampu membantu melipatgandakan produk pertanian dan peternakan sehingga stok makanan akan selalu tersedia untuk generasi-generasi mendatang walau lonjakan populasi terus terjadi.

Untung saja Thanos hanyalah karakter fiksi. Teori gilanya untuk melenyapkan separuh populasi alam semesta justru menjadi sebuah latar belakang aksi bersatunya para Avengers, para super hero, dan Guardian of Galaxy. Film Avengers : Infinity War ini akhirnya sukses menjadi film aksi fiksi ilmiah yang menarik dan terbukti telah mampu meraup keuntungan yang fantastis, terutama bagi produser, distributor, aktor, dan pemilik bioskop (termasuk Josh Brolin si pemeran Thanos).

Dalam kehidupan nyata, teori Thanos ini akan sangat mudah dipatahkan seperti halnya teori yang sejenis dari Robet Malthus. Dengan demikian di film Avengers selanjutnya diharapkan om Thanos bisa segera bertobat. Om Thanos sebaiknya lebih memilih menggunakan kekuatan 6 infinity stones untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mampu melipatgandakan efektifitas dan efisiensi penggunaan sumber daya alam dan mampu membantu eksplorasi sumber daya alam-sumber daya alam baru di alam semesta yang luasnya tak berujung. Cara ini tentunya sangat jauh lebih masuk akal dibandingkan dengan memusnahkan separuh populasi alam semesta.

:):):)

Jumat, 01 Juni 2018

PENANGGULANGAN PAHAM TERORISME


Akhir-akhir ini terorisme dipandang sebagai musuh no. 1 di dunia. Sayangnya, aktivitas terorisme ini terkesan selalu dikaitkan dengan ajaran Islam. Ini bisa dilihat dari bagaimana media-media memberitakan kasus-kasus terorisme. Termasuk juga ada kecenderungan sikap aparat yang kurang tepat dalam menyikapi ormas-ormas dan tokoh-tokoh Islam. Pemerintah-pemerintahan dunia juga terbawa suasana dan akhirnya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menyudutkan umat Islam, misalnya pelarangan penggunaan burqa/cadar, pengawasan ketat dan kecurigaan berlebihan terhadap umat Islam, pelarangan turis Muslim, dan lain sebagainya.

Dampaknya, di satu sisi islamfobia kian tumbuh subur. Terutama di Eropa, Amerika, termasuk mungkin di negeri sendiri,Indonesia, negara berpenduduk umat Islam terbesar dunia. Islamphobia yang semakin berkembang ini memungkinkan timbulnya intimidasi psikologis dan fisik, penghakiman (judgement) masyarakat yang membabi buta terhadap umat Islam, ketidak adilan tindakan aparat penegak hukum terhadap umat Islam. Ini memberi dorongan pada sejumlah kecil pemeluk Islam yang masih minim pemahaman ke-Islamannya akhirnya terjerumus dalam pemikiran-pemikiran yang mengarah pada radikalisme. Pada tingkat radikalisme yang parah, paham terorisme pada akhirnya akan mudah menjangkiti pemikiran seorang muslim.

Perlu diingat, bahwa Islam tidak mengajarkan terorisme. Terorisme didefinisikan sebagai upaya penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan-tujuan tertentu. Sementara Islam dalam mencapai tujuan dakwah, tidak mengenal upaya-upaya yang menimbulkan ketakutan apalagi kekerasan. Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam. Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Ibadah jihad merupakan salah satu ibadah umat Islam sering dihubung-hubungkan dengan aktivitas terorisme. Padahal, Jihad sebenarnya merupakan salah satu aktivitas ibadah dan dakwah umat Islam yang memiliki rukun-rukun dan syarat-syarat yang sangat ketat. Tidak bisa dilakukan serampangan. Pemahaman yang salah mengenai jihad merupakan faktor utama penyebab timbulnya terorisme yang mengatasnamakan Islam dan pada akhirnya mendorong penilaian yang salah masyarakat dunia terhadap Islam.

Aktivitas terorisme memiliki landasan yang dijadikan pembenaran dalam melakukan aksinya. Pada saat ini, yang sedang disorot dunia adalah aktivitas terorisme yang membawa-bawa nama dan ajaran Islam. Padahal kita bisa melihat sejarah kelam di masa lalu, dimana banyak juga kegiatan terorisme, genosida, peperangan yang membawa-bawa landasan-landasan lain sebagai pembenaran aktivitas kejamnya.

Bisa dikatakan bahwa terorisme adalah kesalahan pemikiran yang kemudian diaktualisasikan dalam perbuatan teror. Tidak tepat jika terorisme dikaitkan dengan cara berpakaian dan berpenampilan. Misalkan seorang muslimah yang bercadar atau seorang pria muslim yang berjenggot. Tidak tepat pula jika terorisme dikaitkan dengan ajaran umat Islam atau ajaran agama lainnya. Sekali lagi, terorisme adalah kesalahan pemahaman seseorang. Untuk itu, upaya memberantas paham terorisme haruslah dilakukan dengan menitikberatkan pada upaya menyadarkan pemikiran-pemikiran yang berpaham terorisme atau yang mengarah ke sana. Bukan dengan melakukan pelarangan-pelarangan hak ibadah seseorang sesuai keyakinannya.

Upaya memberantas terorisme yang menitikberatkan pada upaya yang berbau militer adalah tidak tepat. Kegiatan buru, sergap, tangkap, tembak mati di tempat, dan lain-lain tanpa ada klarifikasi yang dibuktikan secara kuat dan otentik akan menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Justru upaya ini akan mendorong munculnya tindakan-tindakan represif dari aparat, pemerintah, dan termasuk penghakiman prematur dari masyarakat, yang pada akhirnya mendorong paham terorisme justru semakin tumbuh subur terutama di tengah-tengah kaum/kelompok yang dizalimi, dimarjinalkan, dan terintimidasi. Pepatah lama mengatakan masyarakat seringkali secara tidak sadar menciptakan monster yang akan menghancurkan masyarakat itu sendiri.

Seharusnya, pendekatan melalui dialog dan kekeluargaan lebih diutamakan. Kelompok/badan yang menangani upaya pemberantasan terorisme haruslah berasal dari tokoh masyarakat, alim ulama, pemuka agama, dan kalangan intelektual yang dihormati di masyarakat. Setiap kali ditemukan adanya indikasi bahwa seseorang/kelompok terjangkit paham radikalisme atau terorisme maka sebaiknya dibangun dulu dialog dan diskusi baik secara terbuka ataupun tertutup. Jika upaya dialog dan diskusi tidak berhasil maka barulah upaya militer dilakukan.

Sebagai umat Islam kita harus lebih mengutamakan merujuk/mereferensi pada praktek-praktek yang dilakukan di masa Rasulullah dan Para Sahabat. Tercatat dalam sejarah, pendekatan melalui dialog seperti ini telah pernah dilakukan di era Sahabat Nabi, yakni oleh Ibnu Abbas Radiallahu Anhu, pada masa pemerintahan amirul mukminin Ali bin Abi Thalib.

Ali bin Abi Thalib mengirim Abdullah bin Abbas kepada orang-orang Khawarij untuk berdialog bersama mereka. Kisah dialog Ibnu Abbas ini dicatat oleh Imam Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya Talbis Iblis sebagai berikut:

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Orang-orang Khawarij memisahkan diri dari Ali radhiallahu ‘anhu, berkumpul di satu daerah untuk memberontak kepada khalifah. Ketika itu, jumlah mereka enam ribu orang.

Semenjak Khawarij berkumpul, setiap orang yang mengunjungi Ali radhiallahu ‘anhu berkata –mengingatkannya–, “Wahai Amirul Mukminin, orang-orang Khawarij telah berkumpul untuk memerangimu.”

Ali menjawab, “Biarkan saja, aku tidak akan memerangi mereka hingga mereka memerangiku, dan pasti mereka akan melakukannya.”

Hingga di suatu hari yang terik, saat masuk waktu dzuhur aku menjumpai Ali radhiallahu ‘anhu. Aku (Ibnu Abbas) berkata, “Wahai Amirul Mukminin, tunggulah cuaca dingin untuk shalat dzuhur, sepertinya aku akan mendatangi mereka (Khawarij) berdialog.”

Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Wahai Ibnu Abbas, sungguh aku mengkhawatirkanmu!”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, janganlah kau khawatirkan diriku. Aku bukanlah orang yang berakhlak buruk dan aku tidak pernah menyakiti seorang pun.” Maka Ali pun mengizinkanku.

“Jubah terbaik dari Yaman segera kupakai, kurapikan rambutku, dan kulangkahkan kaki ini hingga masuk di barisan mereka di tengah siang.”

Ibnu Abbas radhiallahu‘anhuma berkata, “Aku benar-benar berada di tengah suatu kaum yang belum pernah kujumpai orang yang sangat bersemangat beribadah seperti mereka. Dahi-dahi mereka penuh luka bekas sujud, tangan-tangan menebal bak lutut-lutut unta (kapalan). Wajah-wajah mereka pucat pasi karena tidak tidur, menghabiskan malam untuk beribadah.”

Kuucapkan salam pada mereka. Serempak mereka menyambutku, “Selamat datang, wahai Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma. Apa gerangan yang membawamu kemari?”

Aku berkata, “Aku datang pada kalian sebagai perwakilan dari sahabat Muhajirin dan sahabat Anshar, dan juga dari sisi menantu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (yakni Ali bin Abi Thalib), kepada para sahabat-lah Alquran diturunkan dan merekalah orang-orang yang paling mengerti makna Alquran daripada kalian.”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengingatkan tentang kedudukan sahabat Muhajirin dan Anshar dan bagaimana seharusnya prinsip seorang muslim dalam memahami Alquran dan sunnah yaitu mengembalikan kepada pemahaman sahabat yang kepada merekalah Alquran diturunkan, dan merekalah orang yang paling mengerti Alquran dan sunnah. Ibnu Abbas juga menegaskan besarnya kedudukan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu di sisi Allah, yaitu menantu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Begitu mendengar ucapan Ibnu Abbas yang penuh makna dan merupakan prinsip hidup –yang tentunya tidak mereka sukai karena menyelisihi prinsip sesat mereka–,sebagian Khawarij memberi peringatan, “Jangan sekali-kali kalian berdebat dengan seorang Quraisy (yakni Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, pen.). Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ

“Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (Az-Zukhruf: 58)

Ibnul Jauzi kembali melanjutkan kisah ini: Dua atau tiga orang dari mereka berkata, “Biarlah kami yang akan mendebatnya!”.

Ibnu Abbas berkata, “Wahai kaum, beri aku alasan, mengapa kalian membenci menantu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam beserta sahabat Muhajirin dan Anshar, padahal Alquran diturunkan kepada mereka, dan tidak ada seorang sahabat pun yang bersama kalian. Ali adalah orang yang paling mengerti tentang penafsiran Alquran.”

Mereka berkata, “Kami punya tiga alasan.”

Ibnu Abbas mengatakan, “Sebutkan (tiga alasan kalian).”

“Pertama, sungguh Ali telah menjadikan manusia sebagai hakim (pemutus perkara) dalam urusan Allah, padahal Allah berfirman,

“…Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah …” (Yusuf: 40)

Hukum manusia tidak ada artinya di hadapan firman Allah Ta’ala. Kata mereka.

Ibnu Abbas menanggapi, “Ini alasan kalian yang pertama. Lalu apa lagi?”

Mereka melanjutkan, “Kedua, sesungguhnya Ali telah berperang dan membunuh, tapi mengapa tidak mau menawan dan mengambil ghanimah? Kalau mereka (orang-orang yang berperang melawan Ali) itu mukmin tentu tidak halal bagi kita memerangi dan membunuh mereka. Tidak halal pula tawanan-tawanannya.”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma bertanya lagi, “Lalu apa alasan kalian yang ketiga?”

Kata mereka, “Ketiga, dia telah menghapus sebutan Amirul Mukminin dari dirinya. Kalau dia bukan amirul mukminin (karena menghapus sebutan itu) berarti dia adalah amirul kafirin (pemimpin orang-orang kafir).”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Ada alasan selain ini?” Mereka berkata, “Cukup sudah bagi kami tiga perkara ini!”

Bantahan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma atas dangkalnya pemahaman Khawarij

Lihatlah, bagaimana Khawarij mudah memvonis kafir, dan memberontak sekalipun kepada khalifah ar-Rasyid yang penuh keutamaan dan kemuliaan. Alasan-alasan mereka adalah kerancuan yang sangat lemah dan menunjukkan kedangkalan mereka dalam memahami Alquran dan sunnah.

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mulai menanggapi, “Ucapan kalian bahwa Ali radhiallahu ‘anhu telah menjadikan manusia untuk memutuskan perkara (untuk mendamaikan persengketaan antara kaum muslimin -pen), sebagai jawabannya akan kubacakan ayat yang membatalkan kerancuan kalian. Jika ucapan kalian terbantah, maukah kalian kembali (kepada jalan yang benar)?”

Mereka menjawab, “Ya, tentu kami akan kembali.”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyerahkan sebagian hukum-Nya kepada keputusan manusia, seperti dalam menentukan harga kelinci (sebagai tebusan atas kelinci yang dibunuh saat ihram) Allah Subhanahu wa Ta’alal berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ ۚ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَٰلِكَ صِيَامًا لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ ۗ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan (hukum) dua orang yang adil di antara kamu, sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah, atau (dendanya) membayar kafarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.” (QS. Al-Maidah: 95)

Demikian pula dalam perkara perempuan dan suaminya yang bersengketa, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyerahkan hukumnya kepada hukum (keputusan) manusia untuk mendamaikan antara keduanya. Allah Ta’alaberfirman,

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal.” (QS. An-Nisa: 35)

Demi Allah, jawablah, apakah diutusnya seorang manusia untuk mendamaikan hubungan mereka dan mencegah pertumpahan darah di antara mereka lebih pantas untuk dilakukan, atau hukum manusia perihal darah seekor kelinci dan urusan pernikahan wanita? Menurut kalian manakah yang lebih pantas?”

Mereka katakana, “Inilah (yakni mengutus manusia untuk mendamaikan manusia dari pertumpahan darah) yang lebih pantas.”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Apakah kalian telah memahami masalah pertama?” Mereka berkata, “Ya.”

Ibnu Abbas melanjutkan, “Adapun ucapan kalian bahwa Ali radhiallahu ‘anhu telah berperang tapi tidak mau mengambil ghanimah dari yang diperangi dan tidak menjadikan mereka sebagai tawanan, sungguh (dalam alasan kedua ini) kalian telah mencerca ibu kalian (yakni Aisyah).

Demi Allah! Kalau kalian katakan bahwa Aisyah bukan ibu kita, kalian telah keluar dari Islam (karena mengingkari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala). Demikian pula kalau kalian menjadikan Aisyah sebagai tawanan perang dan menganggapnya halal sebagaimana tawanan lainnya (sebagaimana layaknya orang-orang kafir), maka kalian pun keluar dari Islam. Sesungguhnya kalian berada di antara dua kesesatan, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ ۗ

“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.” (QS. Al-Ahzab: 6)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Apakah kalian telah memahami masalah ini?”

Mereka menjawab, “Ya.”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata lagi, “Adapun ucapan kalian bahwasanya Ali telah menghapus sebutan Amirul Mukminin dari dirinya, maka (sebagai jawabannya) aku akan kisahkan kepada kalian tentang seorang yang kalian ridhai, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketahuilah, bahwasanya beliau di hari Hudaibiyah (6 H) melakukan shulh (perjanjian damai) dengan orang-orang musyrikin, Abu Sufyan dan Suhail bin Amr. Tahukah kalian apa yang terjadi?

Ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Ali, “Wahai Ali, tulislah perjanjian untuk mereka.” Ali menulis, “Inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah…”

Orang-orang musyrik berkata, “Demi Allah! Kami tidak tahu kalau engkau rasul Allah. Kalau kami mengakui engkau sebagai utusan Allah tentu kami tidak akan memerangimu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah , sungguh engkau mengetahui bahwa aku adalah Rasulullah. Wahai Ali, tulislah ‘Ini adalah perjanjian antara Muhammad bin Abdilah…’.” (Rasulullah memerintahkan Ali untukmenghapus sebutan Rasulullah dalam perjanjian, pen.)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Demi Allah, sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih mulia dari Ali, meskipun demikian beliau menghapuskan sebutan rasulullah dalam perjanjian Hudaibiyah…” (Apakah dengan perintah Rasul menghapuskan kata rasulullah dalam perjanjian kemudian kalian mengingkari kerasulan beliau? Sebagaimana kalian ingkari keislaman Ali karena menghapus sebutan Amirul Mukminin?)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Maka kembalilah dua ribu orang dari mereka, sementara lainnya tetap memberontak (dan berada di atas kesesatan), hingga mereka diperangi dalam sebuah peperangan besar (yakni perang Nahrawan).”

Demikian tiga kerancuan pola pikir Khawarij yang mereka jadikan sebagai alasan memberontak dan memerangi Ali radhiallahu ‘anhu. Semua kerancuan tersebut terbantah dalam dialog mereka dengan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma. Maka selamatlah mereka yang mau mendengar sahabat dan menjadikan mereka sebagai rujukan dalam memahami Alquran dan sunnah.

Sabtu, 03 Februari 2018

BIG DATA MANAGEMENT


Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi informasi, data-data digital semakin menggantikan data-data konvensional. Lebih jauh lagi, perkembangan peragkat-perangkat elektronik, aplikasi-aplikasi dan internet juga semakin menambah kecepatan terciptanya data-data digital. Dipadukan dengan teknologi storage data yang juga berkembang pesat. Belum lagi hadirnya aplikasi-aplikasi media sosial dan search engine yang juga meng-generate data-data digital dalam jumlah besar setiap menitnya. Hal ini semua menjadi sebuah fenomena baru di bidang teknologi yang sekaligus juga menjadi salah satu pertanda umat manusia telah memasuki era revolusi industri ke-4.

Data-data digital tercipta sangat cepat dan disimpan secara masif. Dalam data-data digital ini tersimpan informasi yang sebenarnya mungkin sangat bermanfaat dan dibutuhkan bagi manusia, organisasi, atau bagi negara. Namun karena begitu masifnya dan cepatnya data-data yang masuk dan kita tidak memiliki kemampuan me-manage data-data tersebut dengan baik, maka bisa saja kita akhirnya tak mendapatkan manfaat apapun.

Data-data bisa saja tersimpan dalam suatu sumber tapi bisa juga tersimpan dalam banyak sumber data. Data-data ada yang sifatnya telah terstruktur dengan baik, ada juga yang semi-structured dan unstructured. Data-data ada yang telah tervalidasi ada juga yang belum tervalidasi. Kualitas data dan juga formatnya beragam. Dan bahkan mungkin ada juga data-data yang masih berupa data konvensional berbasis kertas atau sample/spesimen. Beberapa pakar menggambarkan karakteristik data sebagai 5V yakni Volume (kuantitas data yang digenerate dan disimpan), Variety (tipe dan sifat data), Velocity (kecepatan data digenerated dan diproses), Variability (seberapa konsisten data), Veracity (kualitas data).

Oleh karena itu bermunculanlah berbagai teknologi dengan istilah dan konsep beragam yang bertujuan mengolah data-data dalam jumlah besar dan cepat tersebut. Ada yang disebut sebagai datawarehousing, big data, relational database management system (RDBMS), data mining, machine learning, dan sebagainya. Banyak provider teknologi digital menawarkan jasa teknologi untuk mengolah data-data. Tahapannya meliputi capturing data (pemrolehan data), data storage (penyimpanan data), data analysis (analisis), search (pencarian), sharing, transfer, visualization, querying, updating and information privacy.

Mungkin dalam beberapa saat lagi kita bisa melihat kemampuan me-manage data-data digital akan dijadikan suatu indikator dalam mengukur keunggulan suatu organisasi, perusahaan atau suatu negara. Bahkan seseorang mungkin akan juga akan dinilai dari seberapa banyak data yang masuk padanya dan di-generate-nya setiap hari. Beberapa contoh parameter pengukuran misalkan berapa zettabyte yang di-generated setiap hari oleh suatu organisasi, perusahaan atau suatu negara. Seberapa akurat hasil pengolahan datanya dalam membantu penyusunan strategi dan pengambilan keputusan.

Rabu, 24 Januari 2018

KELAPA SAWIT BAHAN BAKU BIODIESEL


Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Berikut disajikan beberapa info umum mengenai kelapa sawit yang diambil dari beberapa sumber.

Kelapa sawit merupakan jenis tanaman palem (palma) yang tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.

Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan:
  1. Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
  2. Mesoskarp, serabut buah.
  3. Endoskarp, cangkang pelindung inti.
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.
Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).

Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2.000-2.500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura" . Kini, produk kelapa sawit Indonesia menguasai pasar dunia. Dari 59,6 juta ton produksi minyak sawit dunia pada 2014, sekitar 31,3 juta ton atau 52% dihasilkan dari Indonesia .

Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22. Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-C20, sehingga mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), biodiesel dibuat melalui proses transesterifikasi dua tahap, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi, tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterifikasi .

Dalam skala ekonomi, kelapa sawit adalah bahan baku biodiesel yang sangat ekonomis. Tanaman ini banyak dikembangkan di berbagai wilayah Indonesia. Namun demikian, kelapa sawit ini juga merupakan bahan baku minyak makan, yang merupakan salah satu komoditas sembilan bahan pokok (sembako) masyarakat Indonesia. Ini berarti kelapa sawit termasuk ke bahan biofuel yang menggunakan bahan pangan sebagai bahan baku. Penggunaan kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel akan mengganggu stabilitas harga dan ketersediaan minyak makan di pasaran. Atau dengan kata lain dapat menimbulkan polemik dan kompetisi pemanfaatan, apakah sebagai bahan pangan atau bahan baku energi, yang pada akhirnya akan memunculkan isu ketahanan pangan versus ketahanan energi.

REFERENSI
  1. Raksodewanto, Alfonsus Agus, 2010, hal. 20
  2. Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit dikunjungi 13 Maret 2016
  3. Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit dikunjungi 13 Maret 2016
  4. Dalam http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/02/160218_majalah_sertifikasi_kelapasawit





Selasa, 23 Januari 2018

PENGELOLAAN ENERGI CHINA


Periode pengelolaan energi China dapat dibagi ke dalam empat periode, yakni periode 1978-1992, periode 1993-1999, periode 2000-2008, peride 2008-saat ini. (Zhang Jian, 2011).

Pada Periode 1978-1992, swasembada energi menjadi tujuan utama dari kebijakan pengelolaan energi China. Kebijakan energi lebih dititik beratkan pada pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri secara mandiri melalui produksi dalam negeri, dan dengan sedikit peranan pihak luar. Pada masa ini dibentuk National Development and Reform Commission (NDRC) yang menjadi lembaga pengatur sektor energi. Perusahaan-perusahaan milik negara (state owned enterprises) memiliki akses yang terbatas pada pasar luar negeri.

Walaupun telah dilaksanakan reformasi ekonomi sejak 1978, pasar China masih cukup terisolasi dari pasar luar negeri. Kebijakan “reformasi dan keterbukaan” kemudian mulai menarik minat investor luar negeri untuk berinvestasi di China. Hal ini mampu menyerap banyak tenaga kerja yang berasal dari pedesaan China untuk bekerja di sektor manufaktur yang banyak berkembang di wilayah pantai China. Produk domestik bruto China kemudian mulai tumbuh pesat sejak 1990-an. (Zhang Jian, 2011).

Pelaksanaan reformasi ekonomi dan penerapan kebijakan pintu terbuka pada tahun 1978 mendorong kemajuan pesat perindustrian China. Hal ini berakibat pada kenaikan konsumsi minyak bumi China. (Wang, Haibo, dalam Radityas, 2014). Namun demikian, sejak tahun 1988, produksi minyak bumi dalam negeri China mulai mengalami penurunan karena ladang-ladang minyak besar China mencapai puncak produksi sehingga kemudian produksinya cenderung semakin mengalami penurunan. (Hook. M, et al. 2010; dalam Radityas, 2014). Pada tahun 1993, China yang sebelumnya merupakan negara pengekspor minyak bumi resmi menjadi negara net importer minyak bumi. (Daojiong, Zha,.loc.cit, dalam Radityas, 2014).

Pada Periode 1993-1999, produksi minyak dalam negeri China tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 1993, China mulai mengimpor minyak dari luar negeri. Pemerintah China mulai melakukan reformasi untuk meningkatkan daya saing perusahaan-perusahaan milik negara yang kemudian secara aktif mencari minyak di pasar luar negeri. Perusahaan minyak nasional mulai belajar bagaimana bermain di pasar energi global melalui penanaman modal asing (foreign direct investment).

Pada Periode 2000-2008, “Go Global” menjadi slogan utama pemerintah China. Pemerintah China mendorong perusahaan-perusahaan China di dalam negeri untuk melakukan ekspansi ke luar China. Masuknya China ke WTO (World Trade Organization) semakin meningkatkan kompetisi bisnis domestik. Perusahaan-perusahaan milik negara dan swasta semakin gencar melakukan ekspansi ke luar negeri.

Pada masa ini, perkembangan di sektor industri, transportasi dan rumah tangga terus membutuhkan pasokan minyak bumi dalam jumlah besar. Sementara itu produksi dalam negeri China semakin tidak mampu mengimbangi kenaikan kebutuhan konsumsinya. Akhirnya pada tahun 2006, China harus mengimpor sebesar 50% dari kebutuhan konsumsinya. (Brasholt, David. 2010, dalam Radityas, 2014).

China mampu meningkatkan produksi energinya, termasuk produksi energi dari sumber energi terbarukan dan nuklir. National Bureuau of Statistic melaporkan bahwa penggunaan energi hidro, angin, solar (matahari), dan nuklir meningkat 9,5% dari total penggunaan energi pada tahun 2008. Target peningkatan pangsa (bauran) penggunaan energi terbarukan China sebesar 15% pada tahun 2020 tampaknya dapat tercapai. (World Development Report 2010 dalam Zhang Jian, 2011).

Pangsa konsumsi energi hidropower meningkat dari 1% pada 1949 menjadi 7,4% pada 2008. Pada tahun 2008 ini kapasitas hidropower China mencapai 170 juta KW, membuat China menjadi konsumen hidropower terbesar dunia. Produksi energi angin China meningkat dua kali lipat setiap tahun selama tiga tahun terakhir. Kapasitas energi angin saat ini mencapai 12,21 juta KW, menjadikan China peringkat ke-4 dunia pengguna energi angin. (Xinhua News Agency, China Daily, October 3, 2009, dalam Zhang Jian, 2011).

Pada 2008, sektor energi matahari memproduksi sekitar 6000 ton polycrystalline silicon dan 2 juta KW solar PV dan juga pembangkit tenaga nuklir dengan total kapasitas mencapai 8,85 juta KW. (China Daily, October 3, 2009 dalam Zhang Jian, 2011).

Masuknya China menjadi anggota World Trade Organization (WTO) pada tahun 2001 mengakselerasi konsumsi sumber energi dalam negeri. Salah satu kebijakan energi utama China pada periode ini adalah mendorong perusahaan-perusahaan energi China untuk mencari minyak dan sumber energi lainnya di luar negeri. Pemerintah memberikan dukungan berupa pengetahuan-pengetahuan tentang investasi, informasi-informasi dan panduan-panduan, serta dukungan finansial seperti kredit pajak khususnya kepada Perusahaan-Perusahaan Milik Negara. Kebijakan energy security dan kebijakan luar negeri menjadi lebih terintegrasi demi melayani tujuan keamanan nasional (national security).

Sejak tahun 2006 dicanangkan program “outward investment” (investasi keluar). Pada periode sebelumnya dapat dikatakan China awalnya memulai tahapan pembentukan, kemudian mulai masuk ke pasar global. Pada periode “outward investment” ini China secara intens belajar mengenai bagaimana memainkan peranan dalam perdagangan energi global.

Sejak tahun 2005 keamanan energi (energy security) telah diprioritaskan dalam rencana 5 tahunan ke-11 (11th Five-Year Plan) dimana ditekankan pada konservasi energi, lingkungan, perubahan iklim, dan energi hijau. Regulasi terkait corporate social responsibilities (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan direvisi dan diperkenalkan di bawah regulasi perusahaan. Kebijakan CSR diimplementasikan pertama kali oleh perusahaan multinasional pada tahun 1960-an dan 1970-an sebagai cara untuk menghasilkan dampak positif dan publisitas positif.

Sebagai pendatang baru di pasar internasional, perusahaan milik negara mulai belajar peraturan-peraturan ini. Kerjasama internasional di sektor energi terus didorong. Pada periode ini ekonomi dan politik China semakin meningkat. Banyak perusahaan China lalu secara selektif meningkatkan investasi di luar negeri. Pada awalnya strategi investasi luar negeri dititikberatkan pada tujuan mencari keuntungan, tetapi kemudian semakin banyak difokuskan pada CSR, lingkungan, dan juga isu-isu pengembangan negara tujuan investasi. Perusahaan-perusahaan milik negara yang kecil dan medium juga semakin aktif berinvestasi di luar negeri. Investasi energi menjadi lebih terdiversifikasi (bervariasi) pada ukuran besaran investasi sesuai perusahaan dan juga sektor-sektor energi. Kebijakan luar negeri China mampu secara progresif berperan penting dalam mendukung energy security, khususnya pada kontrak-kontrak investasi besar.

Pada Periode 2008 – saat ini, slogan China berganti menjadi “Go Abbroad and Buy”. Hal ini merupakan respon terhadap terjadinya krisis finansial pada tahun 2008, dimana China memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan ekspansi investasi pada level global. Investasi China pada sumber daya dan sektor energi meningkat secara dramatis.

Krisis finansial global pada tahun 2008 berhasil dimanfaatkan China sebagai momentum meningkatkan cadangan mata uang asingnya serta lebih agresif dalam melakukan investasi di pasar global. Tak lama kemudian, China berhasil menyalip Jepang, dan menjadi produsen barang terbaik dunia di tahun 2010. Pencapaian ini menambah kepercayaan diri China dan meningkatkan kapasitasnya dalam melakukan merger (penggabungan), akuisisi dan investasi finansial lainnya di luar negeri.

Ketidakpastian politik di Timur Tengah dan Afrika Utara semakin mendorong China untuk mendiversifikasi sumber-sumber energinya. Krisis nuklir Jepang pada tahun 2011 (bencana Fukushima) memaksa China untuk meninjau ulang rencana pembangunan pembangkit tenaga nuklirnya. Untuk sementara China sempat menunda pembangunan pembangkit tenaga nuklir baru dan mulai mempertimbangkan ulang rencana pengembangan tenaga nuklir dan standar safety (keamanan) nuklirnya.

Pada Januari 2010, China membentuk National Energy Commission (NEC) yang bertujuan meningkatkan strategi dan perencanaan pengembangan sektor energi China. Fungsi utama NEC adalah menyusun rencana pengembangan energi nasional, meninjau energy security, dan mengkoordinasikan kerjasama internasional. NEC terdiri dari 21 Menteri dan departemen-departemen lain termasuk National Development and Reform Commission (NDRC) serta People’s Bank of China. Pembentukan NEC menunjukkan bahwa China memahami kebutuhan mendesak terhadap integrasi kebijakan energi dan kebijakan ekonomi makro, khususnya pasar finansial. (Zhang Jian, 2011).

Seperti kebanyakan negara lain, China telah mengembangkan beberapa strategi utama yang diaplikasikan semenjak beberapa tahun sebelumnya dalam rangka mengamankan pasokan energi. Strategi-strategi yang dilakukan China dapat diringkas sebagai berikut:
  1. Mendiversifikasi sumber energi dengan meningkatkan produksi gas alam dan tenaga nuklir, mengembangkan teknologi energi bersih untuk memproduksi bensin dan minyak diesel dari batubara, dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan lainnya seperti energi angin dan energi matahari.
  2. Meningkatkan pasokan minyak dan gas alam yang ada dan mengeksplorasi sumber-sumber energi baru secara global, mendiversifikasi jalur impor dengan mengurangi ketergantungan impor terhadap sumber minyak di wilayah timur tengah, dan meningkatkan impor dari Asia Tengah dan Rusia dalam rangka mengurangi resiko transportasi yang mungkin terjadi.
  3. Memperkuat eksplorasi dan produksi energi sumur-sumur minyak baru secara domestik dan mendorong kerjasama internasional pada eksplorasi dan produksi minyak lepas pantai (offshore).
  4. Meningkatkan jumlah dan volume cadangan minyak strategik (strategic petroleum reserve) dan meningkatkan syarat mandatory stockpile (penimbunan) minyak untuk perusahaan-perusahaan minyak utama.

Jumat, 19 Januari 2018

HUBUNGAN ENERGY SECURITY DENGAN EKONOMI


Xavier Labandeira dan Baltasar Manzano (2012) menyebutkan bahwa energy security merupakan isu yang sukar dipahami berhubung belum terdapatnya definisi energy security yang tepat, terutama ketika dihubungkan dengan perspektif ekonomi. Telah terdapat kesadaran global bahwa energi akan selalu menjadi permasalahan yang krusial bagi perkembangan ekonomi dari masyarakat. Pentingnya peranan energi ini dipandang mulai semakin meluas secara signifikan setelah era revolusi industri. Penggunaan bahan bakar fosil secara intensif di era tersebut merupakan pijakan dasar mulai tergantungnya masyarakat modern terhadap sumber energi.

Di dalam hukum termodinamik telah dinyatakan bahwa energi itu merupakan elemen penting bagi kegiatan manusia sehari-hari. Pada kuantitas yang minimum saja, energi sangat diperlukan dalam kegiatan transformasi material atau bahan baku menjadi produk yang berdaya guna dimana berhubungan dengan kebanyakan proses-proses produktif. Bahan-bahan energi itu sendiri juga memiliki peranan yang sangat penting, baik sebagai input untuk produksi dan transportasi maupun sebagai produk final yang seringkali penting bagi kesejahteraan dasar manusia seperti misalnya listrik.

Dengan demikian, isu-isu terkait energi memiliki relevansi yang tinggi terhadap sistem ekonomi. Isu investasi dan permodalan merupakan salah satu contoh dimana setiap keputusan kegiatan perekonomian akan selalu mempertimbangkan jenis dan level konsumsi energi. Jadi, fakta utama yang mendasar adalah : pasokan energi pada level yang minimum sangat penting untuk membuat sistem ekonomi berfungsi.

Dari perspektif ekonomi, Bohi dan Toman (1996) dalam Xavier Labandeira dan Baltasar Manzano (2012), mendefinisikan ketidakamanan energi sebagai hilangnya kesejahteraan yang disebabkan oleh suatu perubahan dalam harga atau ketersediaan fisik energi. Dalam pemikiran ini, Bohi dan Toman (1993) dalam Xavier Labandeira dan Baltasar Manzano (2012), mendiskusikan biaya-biaya energy security, dengan mempertimbangkan dua potensi eksternal yakni hal-hal eksternal yang berhubungan dengan perubahan-perubahan dalam volume impor minyak, dan hal-hal eksternal yang berkenaan dengan harga yang tak terprediksi.

Hal-hal eksternal yang terkait dengan impor minyak muncul dari kekuatan pasar dari eksportir karena organisasi-organisasi seperti OPEC mungkin dapat mempertahankan harga pasar minyak di atas level yang kompetitif. Jika negara-negara eksportir energi memiliki perilaku pasar yang tidak kompetitif, negara-negara importir akan terancam menghadapi sebuah kegagalan pasar yang mendorong mereka untuk memiliki alasan-alasan untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan energi.

Kelompok faktor eksternal kedua yang berhubungan dengan energi selalu dihubungkan kepada dampak dari fluktuasi harga energi dalam ekonomi. Penyesuaian yang lambat terhadap faktor-faktor dan pasar-pasar produksi dapat menyebabkan biaya ekonomi yang lebih tinggi. Pada kasus pasar tenaga kerja, misalnya, kenaikan harga energi dapat meningkatkan angka pengangguran karena semakin tingginya beban biaya gaji karyawan bagi perusahaan. Selaras dengan hal ini, kenaikan harga energi dapat mempengaruhi pasar modal melalui semakin banyaknya kemacetan modal produktif, khususnya pada modal intensif sektor energi. (Markandya and Hunt, 2004; dalam Xavier Labandeira and Baltasar Manzano, 2012).

Sejumlah literatur yang ada, umumnya merespon perhatian-perhatian terhadap negara-negara yang sangat tergantung pada stok energi asing. Ini berarti sejumlah literatur lebih memfokuskan dirinya pada sisi pasokan dalam energy security. Namun demikian, ketidakamanan energi dapat juga disebabkan dari sisi permintaan. Misalnya ketika negara-negara importir mempromosikan pengurangan pada impor energi melalui subsidi untuk meningkatkan investasi sumber energi alternatif, efisiensi energi, dll., yang kemudian mempengaruhi produser-produser energi untuk menawarkan harga yang lebih kompetitif guna mengamankan dominasi penjualan energinya dalam jangka panjang.

Dalam pengertian ini, OPEC secara resmi telah menekankan bahwa energy security harus dipertimbangkan dari perspektif global, sebagai sebuah konsep berulang di antara eksportir dan importir energi. Pada tahun 2008, Sekretaris Umum OPEC menyatakan bahwa isu energy security tidak hanya berhubungan dengan tingkat ketidakterjangkauan harga energi. Isu energy security juga berhubungan dengan ketidakpastian harga energi yang mempengaruhi keputusan-keputusan investasi. Hal ini terjadi tidak hanya pada perusahaan-perusahaan dan konsumen-konsumen di negara-negara importir, tetapi juga di negara-negara produsen energi. Permintaan energi menjadi lebih tidak dapat diprediksi sehingga meningkatkan ketidakpastian untuk investasi.

Sebenarnya, Van der Ploeg dan Poelhekke (2009) dalam Xavier Labandeira dan Baltasar Manzano (2012) memperkuat pandangan ini. Mereka menunjukkan adanya dampak-dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh hubungan positif yang terjadi secara umum antara tingkat ketergantungan sumber daya alam dan ketidakpastian makroekonomi.

Secara umum, ada kecenderungan negara-negara maju yang memiliki perekonomian yang kuat ternyata tidak memiliki sumber daya energi yang cukup untuk menjamin keberlangsungan kegiatan ekonominya, dimana semakin membutuhkan pasokan energi yang besar. Hal ini mendorong mereka untuk memaksimalkan investasi kepada negara-negara penghasil energi. Negara-negara maju akan menggunakan kekuatan ekonomi yang mereka miliki untuk mengamankan penyediaan energi. Sebaliknya, negara penghasil energi yang menjadi sasaran investasi negara maju seringkali mempunyai posisi yang lemah karena tersandera kepentingan ekonomi negara maju. Dari sini dapat dijelaskan bahwa kemampuan ekonomi suatu negara sangat menentukan ketahanan energi nasional. (Agus Nurrohim, 2012).


Kamis, 18 Januari 2018

HUBUNGAN ENERGY SECURITY DENGAN PENGUASAAN IPTEK DAN KUALITAS SDM


Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan salah satu modal utama dalam membangun sistem perekonomian yang kuat yang menjamin kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Di sisi lain, penguasaan IPTEK tidak lepas dari tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang dimiliki suatu negara. Karenanya, upaya menumbuh-kembangkan kedua hal tersebut dalam suatu negara merupakan suatu hal yang sangat penting untuk membangun pondasi yang kokoh yang menjamin kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan.

Agus Nurrohim (2012) menyebutkan bahwa telah terjadi proses transisi perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya (Resource Based Economy) menjadi perekonomian yang berbasiskan pengetahuan (Knowledge Based Economy). Pada era Knowledge Based Economy, kekuatan bangsa diukur dari kemampuan penguasaan IPTEK sebagai faktor primer penguasaan ekonomi. Termasuk juga di dalam penguasaan IPTEK ini tentunya keberadaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan handal.
Peranan penguasaan IPTEK dan keberadaan SDM yang handal menggantikan peranan modal, lahan dan energi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing suatu bangsa. Melalui penguasaan IPTEK dan SDM yang unggul, suatu negara akan mampu meningkatkan produktivitas perekonomian dan daya saingnya di kancah dunia.

Salah satu indikator kemampuan penguasaan IPTEK suatu negara dapat dilihat dari seberapa besar perbandingan angka ekspor dan impor sektor industri. Untuk Indonesia, nilai ekspor antara tahun 1996 sampai 2009 didominasi oleh produk-produk yang kandungan teknologinya rendah. Sementara impor Indonesia didominasi oleh produk industri, tambang, dan produk industri makanan dengan kandungan teknologi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum dapat memperoleh manfaat dan nilai tambah yang maksimal melalui pemanfaatan teknologi dalam pengelolaan sumber daya alam yang dimilikinya.

Investasi industri untuk penelitian dan pengembangan teknologi masih sangat terbatas, sehingga kemampuan industri dalam menghasilkan teknologi masih rendah. Di samping itu, beberapa industri besar dan industri yang merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) mempunyai ketergantungan yang besar pada teknologi yang berasal dari industri induknya atau dari negara asing. Akibatnya ketergantungan semakin besar pada negara asing penghasil teknologi dan kurangnya pemanfaatan teknologi hasil penelitian dan pengembangan dalam negeri. Ketergantungan industri pada teknologi impor antara lain disebabkan oleh lemahnya lembaga penelitian dan pengembangan nasional dalam menyediakan teknologi yang siap pakai. Hal ini disebabkan oleh rendahnya produktivitas penelitian dan pengembangan yang disebabkan oleh belum efektifnya kelembagaan, sumber daya, dan jaringan IPTEK.

Termasuk di sektor energi, ketahanan IPTEK bidang energi Indonesia masih rendah. Penguasaan teknologi eksplorasi dan eksploitasi migas saat ini masih belum memadai dimana masih banyak tergantung pada teknologi impor dan juga sumber daya asing. Akibatnya, Indonesia belum dapat dipandang sebagai negara yang memiliki ketahanan energi tinggi dan berdaulat energi, walaupun sumber daya energi yang dimiliki sangat melimpah. Bahkan mungkin sebenarnya SDM Indonesia di bidang energi sudah sangat kompeten. Namun karena kurangnya insentif dalam negeri banyak tenaga-tenaga profesional Indonesia yang lebih memilih bekerja di luar negeri.
Fakta yang ada hampir semua kontraktor-kontraktor migas menggunakan teknologi asing. Perusahaan-perusahaan migas bahkan masih banyak yang menggunakan tenaga ahli asing dan konsultan asing. Kandungan lokal (local content) industri migas dalam negeri juga masih rendah, baik untuk barang dan jasa. (Agus Nurrohim, 2012).

Rabu, 17 Januari 2018

KETAHANAN LINGKUNGAN


Ketahanan Lingkungan merupakan upaya menjamin keamanan publik secara proporsional dari bahaya-bahaya lingkungan yang diakibatkan oleh proses-proses alamiah atau buatan-manusia, karena keteledoran, kecelakaan, salah-kelola, atau kesengajaan. Ketahanan lingkungan merupakan bagian dari ketahanan nasional. Ketahanan lingkungan mengkaji ancaman akibat kejadian lingkungan, kecenderungan ketahanan nasional dan unsur-unsur kekuatan nasional .

Hubungan antara lingkungan dan keamanan telah dipertimbangkan sejak tahun 1980-an oleh dua kelompok: (1) komunitas kebijakan lingkungan, yang mengajukan implikasi-implikasi keamanan dari perubahan dan keamanan lingkungan, dan (2) komunitas keamanan, yang melihat definisi baru keamanan nasional (national security) khususnya pada era setelah perang dingin .

Selanjutnya isu-isu ini diakui sebagai elemen yang memberi dampak secara global, sebagai contoh perubahan lingkungan, menipisnya lapisan ozon dan polusi, yang kesemuanya memiliki implikasi-implikasi terhadap keamanan. Hal ini juga mengubah paradigma otoritas militer untuk mengevaluasi kembali dimensi keamanan dari isu-isu lingkungan.

Keamanan, secara tradisional dilihat sebagai sinonim dari keamanan nasional dengan dua tujuan utama : (1) untuk menjaga integritas teritorial dari negara dan (2) untuk memelihara bentuk pemerintahan yang dipilih, melalui alat-alat politik maupun militer.

Ketika ilmuwan politik mengambil aspek lingkungan sebagai bagian dari keamanan, maka dampak-dampak lingkungan didefinisikan sebagai bagian dari isu keamanan nasional. Pendekatan ini mencoba mendefinisikan ulang konsep keamanan nasional secara menyeluruh. Di awal tahun 1980-an Independent Commission on Security and Disarmament Issues (ICSDI) mengembangkan dan memperkenalkan konsep keamanan nasional secara lazim, yang memberikan pandangan yang lebih luas kepada keamanan nasional.

The World Commission on Environment and Development menghubungkan secara jelas keamanan nasional dan lingkungan pada Brundtland Report tahun 1987 : “Umat manusia menghadapi dua ancaman besar. Pertama adalah perang nuklir. Marilah berharap bahwa hal ini akan tetap memiliki harapan berhasil yang semakin menurun di masa mendatang. Kedua adalah runtuhnya aspek lingkungan di seluruh dunia dan jauh dari menjadi harapan berhasil di masa mendatang, ini adalah fakta saat ini.”

Mengikuti hal yang dilakukan The World Commission on Environment and Development – PBB, the General Assembly (Majelis Umum) PBB secara resmi juga memperkenalkan konsep keamanan nasional dan lingkungan pada Sesi ke-42. Dewasa ini, keamanan lingkungan telah dipahami secara ekstensif (luas), termasuk aspek manusia, fisik, sosial, dan kesejahteraan/kesehatan ekonomi. Hal ini menyebabkan intepretasi dan menentukan batasan terhadap keamanan lingkungan semakin sulit. (Fourth UNEP Global Training Programme on Environmental Law and Policy). Saat ini, belum ada persetujuan umum pada kejelasan definisi keamanan lingkungan. Jangkauan isu ini dibatasi pada bagaimana dampak-dampak lingkungan dapat mempengaruhi terjadinya konflik, dibandingkan keamanan itu sendiri.

Ketahanan lingkungan (environmental sustainability) semakin menjadi isu yang penting di tengah semakin menurunnya kualitas lingkungan. Polusi dan pencemaran lingkungan, pembangunan perkotaan dan industrialisasi, limbah, penggundulan hutan, dan beberapa aktivitas manusia lainnya terhadap lingkungan semakin membuat ketidakseimbangan alam yang memicu munculnya potensi yang menggangu kehidupan manusia dan lingkungan hidup.

Hal ini juga dikaitkan dengan isu perubahan iklim dan pemanasan global. Pemanasan global diakibatkan emisi gas rumah kaca yang dapat membuat suhu permukaan bumi semakin hangat. Semakin hangatnya suhu permukaan bumi menyebabkan sejumlah stok es di kutub mencair, lalu dapat meningkatkan tinggi permukaan air laut.

Hal ini berpotensi menenggelamkan sejumlah wilayah padat penduduk di permukaan bumi. Pemanasan global juga menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang mendorong semakin sering terjadinya bencana alam seperti badai dan tsunami, banjir, dan kekeringan. Hal ini berarti dapat mengancam eksistensi mahluk hidup, termasuk manusia, sehingga isu ini semakin menjadi isu di tingkat global.

Salah satu ancaman ketahanan lingkungan adalah semakin berkurangnya luas hutan dan wilayah tutupan hijau vegetasi tanaman. Hal ini diakibatkan oleh meluasnya pembukaan lahan pertanian, peningkatan aktivitas pertambangan dan industri, serta semakin meningkatnya populasi manusia yang mendorong perluasan wilayah perkotaan dan pemukiman penduduk. Padahal seperti telah dipahami bersama bahwa hutan atau tutupan hijau vegetasi tanaman merupakan paru-paru alami dunia. Emisi dari pembakaran fosil dan aktivitas industri semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dipadukan dengan penggundulan hutan (deforestation) yang juga semakin meningkat. Perpaduan hal ini memicu perubahan iklim dunia menjadi lebih panas.

Keberadaan vegetasi tanaman merupakan indikasi tanah yang subur dan menyimpan sumber air tanah. Melalui proses fotosintesis, tamanan menyerap CO2 yang merupakan salah satu jenis gas rumah kaca, dan kemudian dari proses tersebut tumbuhan memproduksi oksigen yang dibutuhkan oleh hewan dan manusia. Dengan demikian semakin berkurangnya wilayah vegetasi tanaman berarti semakin mengurangi sarana alami penyerap CO2 dan penyimpanan air tanah. Ini berarti upaya menjaga kelestarian vegetasi tanaman merupakan upaya yang secara langsung menjaga ketahanan lingkungan, selain upaya mengendalikan dan mengurangi emisi.

REFERENSI :
  1. USLegal.com, “Environemtnal Security Law & Legal Definition”, dalam http://definitions.uslegal.com/e/environmental-security/ dikunjungi 9 Mei 2016
  2. Andree Kirchner, 1999, “Environmental Security”, Fourth UNEP Global Training Programme on Environmental Law and Policy hal. 1


Selasa, 16 Januari 2018

HUBUNGAN ENERGY SECURITY DENGAN SOSIAL POLITIK


Semakin lama energi semakin menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat dunia di berbagai sektor. Mulai dari rumah tangga, transportasi, industri, komersial, dan lain-lain. Bahkan di negara dengan tingkat kemiskinan tinggi pun, energi telah semakin menjadi kebutuhan yang mendesak selain pangan. Aspek sosial telah sedemikian terintegrasi dengan kebutuhan akan energi. Setiap isu energi berpotensi mempengaruhi isu sosial. Gejolak energi juga dapat memicu gejolak sosial.

Contohnya saja program subsidi bahan bakar minyak dan gas LPG di Indonesia. Setiap ada wacana pencabutan subsidi energi atau sekedar pengurangan subsidi, selalu saja hal ini menjadi sumber gejolak di tengah masyarakat. Apalagi ketika motif-motif politik masuk ke dalamnya. Masyarakat umum memahami bahwa pencabutan subsidi berarti akan memicu kenaikan harga bahan bakar yang kemudian akan memicu juga naiknya harga komoditas pokok masyarakat.

Akibatnya ada kecenderungan pemerintah untuk selalu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang populer yang biasanya lebih mengedepankan tujuan untuk “menyenangkan dan menenangkan” rakyat. Pertimbangan rasionalitas terhadap permasalahan yang sebenarnya terjadi akhirnya mendapat porsi yang sedikit. Padahal sebenarnya pemberian subsidi pada BBM menjadi beban yang cukup besar dalam anggaran negara. Pemberian subsidi ini sebenarnya juga cenderung mempengaruhi perilaku dan budaya masyarakat untuk semakin tidak efisien dalam penggunaan BBM. Memang benar, ini merupakan tindakan wajar dilakukan terutama oleh negara-negara berkembang yang sedang mempertahankan stabilitas nasionalnya. Namun seiring berjalannya waktu perlu upaya-upaya bertahap untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan sekaligus mengurangi subsidi.

Masalah sosial juga bisa timbul karena masalah yang bersifat lokal. Misalnya sebuah perusahaan membuka operasi produksi atau pengolahan energi di suatu daerah yang kurang berkembang. Karena perusahaan tersebut kekurangan tenaga terlatih lokal maka akhirnya cenderung untuk lebih banyak menggunakan tenaga dari luar daerah. Hal ini kemudian berpotensi menimbulkan konflik antara penduduk lokal (dan kadang dengan pemerintah daerah) dengan para pendatang. Contoh konflik umum yang biasanya terjadi adalah demonstrasi penolakan, pemogokan, blokade, bahkan pada beberapa kasus terjadi pendudukan paksa kegiatan usaha yang mempengaruhi kegiatan produksi. Peristiwa seperti ini tentunya akan sangat mempengaruhi upaya penyediaan energi.

Dalam lingkup sosial global, kita bisa melihat konflik-konflik terjadi salah satu diantaranya adalah karena konflik penguasaan sumber-sumber energi dan pengamanan terhadap pangsa pasar. Sumber energi yang paling besar memberi pengaruh terhadap hal ini adalah minyak. Hal ini bisa kita amati misalkan di timur tengah. Semenjak masih tergantungnya pendapatan negara-negara timur tengah pada sektor minyak, maka ada kecenderungan konflik akan terus terjadi di wilayah tersebut.

Senin, 15 Januari 2018

BATUBARA DAN ENERGY SECURITY


Tidak seperti halnya minyak bumi, batubara merupakan komoditas yang cenderung bersifat domestik. Sekitar 85% batubara dunia dikonsumsi di negara yang sama dimana batubara tersebut ditambang. Pasar domestik tidak terlalu terpengaruh harga internasional. Harga batubara dapat bervariasi secara signifikan karena faktor kualitas, geografi, kontrak, dan regulasi. Selain itu perbedaan tipe batubara dan kondisi pembelian, termasuk waktu dan titik serah, membuat lebih banyak lagi variasi harga.

Sistem transportasi dan pendistribusian batubara akan tergantung pada jarak dan moda transportasi yang digunakan. Transportasi batubara umumnya diangkut dengan konveyor atau truk pada jarak pendek. Kereta api dan tongkang digunakan untuk jarak yang lebih jauh dalam lingkup domestik. Batubara juga dapat dicampur air untuk membentuk adonan batubara dan kemudian ditransportasikan melalui jalur pipa. Kapal umumnya digunakan untuk transportasi batubara internasional. Harga batubara sebagian besarnya dipengaruhi oleh biaya transportasi. Akan tetapi, secara bentuk fisik, batubara sebenarnya mudah ditransportasikan dan disimpan.

Secara umum, pasar geografis batubara cukup terintegrasi, dimana biaya transportasi dengan kapal jauh lebih rendah dibandingkan LNG. Namun demikian, terdapat perbedaan harga di wilayah impor dan ekspor yang berbeda. Batubara yang diangkut dengan kapal, biaya pengangkutan masih merupakan faktor yang secara signifikan mempengaruhi harga batubara, begitu juga asuransi. Oleh karena itu, persyaratan-persyaratan jual beli seperti free-on-board (FOB), cost insurance freight (CIF) atau cost freight (CFR) berpengaruh terhadap harga.

Dari sisi penggunaan, batubara digunakan sebagian besarnya sebagai bahan bakar pembangkit listrik dan juga bahan baku industri (misal industri semen, pulp & paper, tekstil, pengecoran logam, dll). Tidak seperti halnya minyak bumi yang 60% produksi dunianya digunakan sebagai bahan bakar transportasi. Di era terdahulu, terutama di awal revolusi industri, batubara memang sempat digunakan sebagai bahan bakar transportasi seperti kereta api dan kapal laut, termasuk kapal perang. Namun tidak berlangsung lama, karena adanya penemuan penggunaan minyak bumi pada mesin diesel serta mesin bensin. Bahkan penggunaan batubara dunia sempat jatuh ke level terendah hingga pada akhirnya dilirik kembali ketika terjadi krisis minyak tahun 1970-an.

Dari sini dapat dikatakan bahwa di era ini, penggunaan batubara tidak lagi bersentuhan langsung dengan semua level sosial masyarakat secara umum. Batubara digunakan dalam sektor terbatas hanya pada fasilitas pembangkit listrik dan industri pemakainya. Termasuk juga dalam peralatan militer, hampir tidak ada peralatan militer modern yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Karenanya, batubara hampir pasti tidak bisa dijadikan latar belakang aksi-aksi militer untuk memperebutkannya.

Sekali lagi, hal ini karena batubara cenderung digunakan secara domestik, dan penggunaannya yang cukup terbatas hanya pada pembangkitan listrik dan industri pemakai yang spesifik. Upaya mentransportasikan batubara ke tempat yang relatif jauh juga membutuhkan upaya yang besar dari sisi biaya transportasinya. Sebagian besar harga batubara dipengaruhi oleh biaya transportasinya. Berhubung sifat batubara yang demikian, maka pengaruhnya terhadap energy security juga minim.

Akan tetapi, semenjak begitu murahnya harga batubara dan telah menjadi sumber energi yang paling banyak digunakan untuk membangkitkan listrik, maka upaya pengalihan ke energi alternatif (seperti gas, energi terbarukan, nuklir) akan membutuhkan upaya-upaya yang tidak mudah. Alasan harga batubara yang relatif murah seringkali menjadi kendala bagi pengusaha dan pemerintah untuk pengembangan sumber energi pembangkit listrik lain. Merubah sumber pembangkit energi listrik dari batubara ke sumber energi lain, berarti menaikkan juga harga listrik. Di negara-negara berkembang yang sedang memperjuangkan harga energi yang terjangkau, isu kenaikan tarif listrik seringkali masih menjadi polemik sosial. Di sisi lain, batubara juga terus mendapat tekanan. Baik dari para aktivis lingkungan, regulasi, komitmen internasional, serta termasuk para politisi dan yang pro lingkungan, karena batubara merupakan sumber energi dengan emisi tertinggi.

Ironi pengelolaan batubara di Indonesia adalah walaupun cadangan batubara Indonesia hanya sebesar 3% dari cadangan dunia (0,8 % menurut BP Statistical Review) namun Indonesia merupakan pengekspor batubara terbesar dunia. Pada tahun 2013, sekitar 73% (79,5% menurut DEN, 2014) dari total produksi batubara nasional diekspor ke luar negeri. (BPPT, 2014; DEN, 2014). Hal ini menunjukkan batubara masih lebih cenderung digunakan sebagai komoditas untuk dijual (diekspor) daripada dimanfaatkan secara maksimal di dalam negeri.

Minggu, 14 Januari 2018

MUNGKINKAH MEMISAHKAN AGAMA ISLAM DARI POLITIK


Bagi seorang muslim, agama adalah panduan segala aspek kehidupan, termasuk juga dalam aspek politik. Di dalam Islam telah terdapat banyak panduan-panduan yang berhubungan dengan politik, misalkan :
  1. Perintah untuk bersatu dalam tali agama Allah
  2. Panduan memilih dan taat kepada pemimpin
  3. Panduan menjaga keamanan dan ketertiban umum
  4. Kaidah dan etika menasehati pemimpin
  5. panduan menyikapi pemimpin zalim
  6. Panduan dalam memilih pejabat
  7. Panduan menyelesaikan perselisihan dengan kembali kepada Al Quran dan Sunnah
  8. Panduan al wala' wal bara'
  9. Panduan penegakan hukum yang tidak boleh tebang pilih
  10. dll

Ulama-ulama juga banyak yang mengeluarkan buku khusus yang membahas politik syar'i, misalkan :
  1. Ahkam Sulthaniyah oleh Al-Mawardi
  2. As-Siyasah Asy-Syar’iyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
  3. Ahkam Sulthaniyah oleh Abu Ya’la Al-Mushili
  4. Ath-Thuruqul Hukmiyah oleh Ibnul Qayyim
  5. dan sebagainya
Dengan demikian, umat Islam tidak mungkin memisahkan agama dengan politik. Memisahkan agama (Islam) dengan politik sama saja mendorong para politisi muslim agar tidak menjadikan panduan agama dalam kegiatan berpolitiknya. Melaksanakan dan mengaplikasikan panduan agama Islam dalam kegiatan politik adalah hak (setiap warga muslim di negara ini) dan sekaligus kewajiban (mentaati perintah Allah dan menjauhi laranganNYA) bagi setiap muslim.



Jumat, 12 Januari 2018

GAS BUMI DAN ENERGY SECURITY


Gas bumi atau gas alam memiliki karakteristik pengangkutan dan pendistribusian yang relatif lebih sulit dibandingkan minyak bumi. Tidak seperti minyak, gas alam relatif lebih sulit untuk disimpan. Infrastruktur transportasi gas alam secara alami sangat kaku dan kurang daya fleksibilitas dibandingkan energi fosil yang lain (minyak dan batubara). Oleh sebab itu, gas alam belum memilki pasar gas skala global, tetapi lebih bersifat lokal dan regional serta khusus. Harga gas alam juga bersifat lokal. Ini berarti hubungan fisik antara produsen gas alam dan konsumen dibutuhkan lebih intens melalui kontrak jangka panjang, sedangkan jumlah rute alternatif ke konsumen terbatas. Karakateristik-karakteristik ini membuat gas alam tidak banyak berpengaruh terhadap energi security suatu negara dan juga secara global.

Sebenarnya secara teknis, gas alam memungkinkan untuk dicairkan dan diangkut dengan kapal sebagai LNG dan didistribusikan dalam jarak yang jauh. Namun demikian, secara global, infrastruktur LNG yang relatif mahal, dan jumlahnya masih belum sebanyak infrastruktur minyak bumi sehingga pasar gas alam yang terintegrasi dalam skala global belum terbentuk. Selain itu penyimpanan gas dalam bentuk LNG akan memiliki keterbatasan waktu penyimpanan, karena LNG dapat menguap jika dibiarkan terlalu lama dalam penyimpanan sehingga harus dilepas dan dibakar ke atmosfir.

Harga gas alam dapat dihubungkan dengan harga minyak, atau dapat juga ditentukan berdasarkan mekanisme keseimbangan pasokan (supply) dan permintaan (demand). Di Asia, harga gas alam dalam bentuk LNG umumnya dikaitkan dengan JCC (Japan Crude Oil). Dalam mekanisme ini, harga LNG ditentukan berdasarkan harga Cost, Insurance, Freight (CIF) rata-rata minyak mentah Jepang. Di Eropa, harga impor LNG biasanya dikaitkan dengan produk perminyakan dan harga minyak mentah Brent. Di Eropa, harga LNG cukup bersaing dengan harga gas pipa.

Lebih jauh lagi, tidak seperti minyak bumi yang memiliki pasar minyak global, gas alam memiliki pasar skala regional dan bersifat eksklusif. Pada pasar global minyak, jika terjadi gangguan pasokan di satu belahan bumi, maka akan berpengaruh terhadap pasar minyak secara keseluruhan. Pada pasar gas alam, gangguan pasokan gas di suatu wilayah tidak mempengaruhi pasar gas alam di wilayah lain, dan bahkan tidak mempengaruhi pasar minyak.

Hal ini, sekali lagi disebabkan oleh adanya fakta pertama bahwa biaya transportasi gas alam yang relatif lebih tinggi dibandingkan biaya transportasi minyak, serta sistem transportasi gas alam yang kaku atau tidak fleksibel.

Fakta kedua, pengembangan gas alam di suatu negara atau wilayah cenderung terisolasi dari wilayah lain sebagai akibat hampir tidak memungkinkannya dilakukan pergantian rute penyaluran gas. Hal ini menyebabkan gangguan pasokan gas di satu wilayah tidak akan mempengaruhi wilayah lain.

Perbedaan lainnya antara minyak dan gas alam adalah catatan sejarah yang menunjukkan bahwa gangguan pasokan minyak yang tercatat semenjak tahun 1950 lebih disebabkan oleh alasan politik daripada alasan gangguan fisik. Pada gas alam tidak ditemukan catatan sejarah yang menunjukkan hal serupa. Gangguan gas alam biasanya hanya bersifat minor dan jangka pendek.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa secara historis minyak bumi digunakan sebagai senjata politik, sedangkan gas alam tidak memiliki karakteristik yang memungkinkan untuk digunakan sebagai senjata politik. Contoh kasus mengenai hal ini adalah pada peristiwa blokade ekspor gas dari Rusia ke Ukraina pada Januari 2006. Blokade ini hanya berlangsung 4 hari, dimana motif politik di balik peristiwa ini masih merupakan kontroversi.

Sebagai tambahan, ketahanan/keamanan gas alam hampir semuanya terkait dengan pengurangan pasokan fisik yang terjadi secara alami daripada goncangan harga. Goncangan harga merupakan faktor ancaman keamanan utama hanya bagi minyak bumi. Hal ini tidak berlaku bagi gas alam.

Terdapat juga perbedaan yang nyaris kasat mata antara definisi keamanan minyak dan definisi keamanan gas. Keamanan minyak berarti kehandalan dan kecukupan pasokan energi pada harga yang layak. Keamanan gas berarti adanya jaminan bahwa semua volume gas yang diminta oleh pelanggan akan selalu tersedia pada harga yang layak.

Perbedaan antara kedua definisi ini adalah gas alam mengharuskan pemenuhan permintaan tanpa perlu menekankan pada kecukupan pasokan gas di semua sektor. Jika suatu sektor yang normalnya menggunakan gas tetapi kemudian gas tidak terpasok pada sektor ini, maka pemenuhan kebutuhan energinya dapat digantikan oleh bahan bakar lain seperti minyak atau batubara. Ini menunjukkan perlunya gas alam dikombinasikan dengan sumber bahan bakar lain dalam rangka menjamin keamanan energi di suatu sektor pengguna gas.

Selama ini terdapat juga argumen yang menganggap upaya menjamin keamanan gas sama dengan minyak. Padahal kenyataannya tidak demikian. Misalnya dalam sistem pengaturan stok dan penyimpanan. Pembentukan sistem penyimpanan gas jauh lebih mahal daripada pembentukan sistem penyimpanan minyak (tangki LNG, tabung CNG, underground gas storage). Selain itu pembentukan sistem penyimpanan gas alam juga akan membutuhkan investasi tambahan untuk pembentukan fasilitas infrastruktur transportasi gas alam yang stand by (siap sedia). Upaya lain seperti pembentukan kontrak pembelian gas yang fleksibel atau penggunaan bahan bakar alternatif mungkin jauh lebih murah dibandingkan pengembangan fasilitas penyimpanan gas.

Di sisi lain, berhubung pasar gas alam belum merupakan pasar global dan gangguan yang terjadi akan bersifat lokal dan jangka pendek, maka pengembangan upaya responsif secara global belum memungkinkan. Maka dari itu, upaya pengembangan mekanisme respon terhadap gangguan pasokan gas sebaiknya dikembangkan secara lokal oleh masing-masing negara beserta para pelaku pasar gas yang terlibat.

Satu hal yang perlu juga dicermati adalah pertumbuhan pesat pasar gas spot. Pasar gas spot merupakan pasar gas di mana gas alam dibeli dan dijual untuk pengiriman segera atau dalam jangka waktu sangat pendek. Biasanya jangka waktu pengirimannya 30 hari atau kurang. Transaksi dalam jangka pendek seperti ini berarti tidak terdapat pengaturan berkelanjutan antara pembeli dan penjual seperti halnya yang terjadi pada kontrak pembelian gas jangka panjang (long term contract). Pasar gas spot lebih memungkinkan dikembangkan di lokasi yang memiliki banyak interkoneksi pipa gas, sehingga memungkinkan terdapat sejumlah besar pembeli dan penjual gas. Gas alam dalam bentuk LNG dan CNG merupakan bentuk yang paling memungkinkan dijual di pasar spot. Henry Hub di selatan Louisiana adalah pasar spot paling dikenal untuk gas alam.

IEA mengestimasi bahwa perdagangan gas spot telah tumbuh pesat dalam 10 tahun terakhir. (dalam Rosendahl dan Sagen, 2009). Semakin banyak produser dan trader yang menyediakan pemesanan gas alam dalam bentuk spot. Seperti halnya pada minyak bumi, pasar spot pada gas akan semakin meningkatkan fleksibilitas pasokan gas. Pengguna LNG dapat lebih fleksibel dalam mengatur pemilihan sumber pasokan gas. Fleksibilitas pasokan gas dalam jangka pendek dan ketersediaan sumber pasokan gas eksternal alternatif tergantung pada kompetisi pasar global (khususnya untuk LNG) dan ada tidaknya komitmen atau kontrak jangka panjang pasokan gas (misalnya kesepakatan antar pemerintah). (European Commission, 2014).

Pasar gas spot membuat karakteritik gas alam semakin mendekati karakteritik minyak bumi. Pasar gas alam spot semakin meningkatkan fleksibilitas pasar gas. Hal ini semakin memungkinkan gas alam untuk digunakan sebagai komoditas politik sehingga pada akhirnya semakin bisa berpengaruh terhadap energy security nasional, regional, dan global. Walupun demikian, kekuatan pengaruhnya masih belum dapat menyamai pengaruh minyak bumi. Di sisi lain, setiap upaya peningkatan penggunaan gas bumi dalam rangka mengurangi penggunaan minyak, merupakan upaya untuk mendiversifikasi penggunaan jenis energi yang berarti juga meningkatkan energy security.

Kamis, 11 Januari 2018

JARAK PAGAR


Jarak pagar (Jatropha curcas L., Euphorbiaceae) merupakan tumbuhan semak berkayu yang banyak ditemukan di daerah tropis. Tumbuhan ini dikenal dengan berbagai nama di Indonesia: jarak kosta, jarak budeg (Sunda); jarak gundul, jarak pager (Jawa); kalekhe paghar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi); ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku) .

Tumbuhan ini dikenal sangat tahan kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Walaupun telah lama dikenal sebagai bahan pengobatan dan racun, saat ini ia makin mendapat perhatian sebagai sumber bahan bakar nabati untuk mesin diesel karena kandungan minyak bijinya.

Berdasarkan pengamatan terhadap keragaman di alam, tumbuhan ini diyakini berasal dari Amerika Tengah, tepatnya di bagian selatan Meksiko, meskipun ditemukan pula keragaman yang cukup tinggi di daerah Amazon. Penyebaran ke Afrika dan Asia diduga dilakukan oleh para penjelajah Portugis dan Spanyol berdasarkan bukti-bukti berupa nama setempat.

Tanaman ini sampai ke Indonesia didatangkan oleh Jepang ketika menduduki Indonesia antara tahun 1942 dan 1945. Tumbuhan ini direncanakan sebagai sumber bahan bakar alternatif bagi tank dan pesawat perang sewaktu Perang Dunia II. Biji (dengan cangkang) jarak pagar mengandung 20-40% minyak nabati, namun bagian inti biji (biji tanpa cangkang) dapat mengandung 45-60% minyak kasar.

Tanaman jarak dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur asalkan memiliki drainase baik (tidak tergenang) dengan tingkat keasaman (pH) tanah optimal 5,0–6,5. Tanaman jarak pagar termasuk tanaman tahunan. Jika dipelihara dengan baik dapat hidup lebih dari 20 tahun. Jarak pagar mampu tumbuh produktif dan ekonomis di daerah dengan curah hujan hanya empat bulan, berbeda dari kelapa sawit yang memerlukan curah hujan konstan untuk hasil terbaiknya.

Bahan tanaman dapat berasal dari stek cabang atau batang, maupun benih. Pembibitan dapat dilakukan di polybag atau di bedengan yang diberi naungan. Setiap polybag diisi media tanam berupa tanah lapisan atas (top soil) dan dapat dicampur pupuk kandang. Setiap polybag ditanami satu bibit. Lama pembibitan 2–3 bulan. Penanaman dapat juga dilakukan secara langsung di lapangan (tanpa pembibitan) dengan menggunakan stek cabang atau batang.

Kegiatan persiapan lahan meliputi pembukaan lahan, pengajiran, dan pembuatan lubang tanam. Jarak tanam dapat ditentukan sebesar 2 m x 3 m sampai 1,5 m x 2 m dimana akan menghasilkan populai tanaman sebanyak 1.600 hingga 3.400 pohon per hektar. Lubang tanam biasanya ditentukan dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm.

Penanaman bibit sehat dengan ketinggian melebihi 50 cm dilakukan pada awal atau selama musim penghujan sehingga kebutuhan air bagi tanaman cukup tersedia. Pemupukan dapat dilakukan sesuai tingkat kesuburan tanah setempat. Pemberian pupuk organik disarankan untuk memperbaiki struktur tanah. Perawatan mencakup pengairan, pemangkasan, dan pembersihan dari gulma. Perlindungan dari hama dan penyakit dilakukan bila terjadi serangan besar. Jarak pagar relatif tidak memiliki pengganggu.

Bunga terbentuk setelah umur 3 – 4 bulan, sedangkan pembentukan buah mulai pada umur 4 – 5 bulan. Pemanenan dilakukan jika buah telah masak. Masaknya buah dapat dilihat dari kulit buah yang berwarna kuning dan kemudian mulai mengering. Biasanya buah masak setelah berumur 5 – 6 bulan. Produksi maksimum baru tercapai pada usia tanam enam tahun, dan akan terus menghasilkan secara ekonomis sampai 20 tahun.

Cara pemanenan dengan memetik buah yang telah masak dengan tangan atau gunting. Produktivitas per pohon jarak pagar berkisar antara 3,5 – 4,5 kg biji per tahun. Dengan tingkat populasi tanaman antara 2.500 – 3.300 pohon / hektar, dapat dihasilkan 10 ton buah per tahun. Dengan rendemen rata-rata minyak sebesar 35% maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 2,5 – 5 ton minyak jarak per tahun.

Kandungan minyak bijinya dapat mencapai 63%, melebihi kandungan minyak biji kedelai (18%), linseed (33%), rapa (45%), bunga matahari (40%) atau inti sawit (45%). Minyaknya didominasi oleh kandungan zat asam oleat (44.7%) dan asam linoleat (32.8%). Sementara, asam palmitat (14.2%) dan asam stearat (7%) adalah tipe asam lemak jenuhnya.

Sebagai biodiesel, minyak biji jarak pagar perlu diproses dengan metilasi terlebih dahulu, sebagaimana minyak nabati lain. Selanjutnya, ia dapat digunakan tersendiri atau, yang lebih umum, dicampurkan dengan minyak diesel .

Jarak pagar juga merupakan salah satu bahan baku biodiesel yang sempat populer. Tanaman jarak pagar sempat banyak ditanam di semua wilayah di Indonesia. Namun proyek jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel ini dapat dikatakan kurang sukses. Hal ini disebabkan karena penanamannya kurang memperhatikan kesesuaian kondisi agroklimat masing-masing wilayah .

Selain itu, sebenarnya dari sisi varietas, jarak pagar masih dalam tahapan penelitian tim penelitian dan pengembangan (litbang) Kementrian Pertanian. Hingga saat ini, varietas yang sudah ada tidak berhasil karena secara keekonomian belum mampu memenuhi kebutuhan pemanfaatannya. Setelah menanam, petani mengalami kesulitan dalam pemasaran sebagai akibat karena belum adanya desain pasar yang baik. Misalnya siapa yang harus menampung dan harganya yang tidak menarik. Produktivitas belum bisa memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan tanaman lain. Akhirnya, petani akan memilih yang lain demi peningkatan pendapatan .

R. Wisnu Ali Martono (2009) menyebutkan jika harga biji jarak ditentukan sebesar Rp 500/kg, maka hal ini belum mampu mendukung tujuan Keppres 10/2006, tentang Tim Nasional (Timnas) Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran. Harga ini merugikan Petani. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa titik impas harga biji jarak adalah Rp 1.550,67/kg. Harga ini baru pada tahap impas sehingga petani jarak pagar belum mendapatkan keuntungan. Agar tujuan Keppres 10/2006 untuk mengentaskan kemiskinan dapat dicapai, perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk menghitung pada harga berapa biji jarak pagar masih layak digunakan sebagai bahan baku BBN, dengan konstrain harga BBM fosil.

Selain itu, jarak pagar tidak dapat digunakan sebagai tanaman konservasi karena hanya merupakan tanaman yang bersifat perdu .

REFERENSI
  1. dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Jarak_pagar dikunjungi 13 Maret 2016
  2. dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Jarak_pagar dikunjungi 13 Maret 2016
  3. dalam www.migasreview.com/post/1417422866/belajar-dari-kasus-jarak-pagar-untuk-bioenergi. html dikunjungi 12 Januari 2015
  4. ibid
  5. Martono, R. Wisnu Ali, 2009, J.Ilm.Tek.Energi Vol. 1 No. 8 Februari 2009: 66-74, hal. 72
  6. Pranowo, Dibyo dkk. 2014, hal.4

Rabu, 10 Januari 2018

NUKLIR DAN ENERGY SECURITY


Bagi masyarakat awam kebanyakan, isu-isu berkenaan dengan nuklir menjadi isu yang sensitif. Ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada perang dunia ke-2 cukup memberikan dampak berkepanjangan di benak masyarakat dunia mengenai betapa berbahayanya ledakan nuklir sebagai pemusnah kehidupan. Ditambah peristiwa yang baru-baru ini terjadi yakni kebocoran radiasi nuklir di Fukushima, Jepang.

Masalahnya, nuklir sebagai senjata dan nuklir sebagai pembangkit energi seringkali disandingkan sebagai hal yang sama. Dari sini muncul anggapan bahwa setiap upaya pengembangan energi nuklir berarti juga merupakan upaya yang memungkinkan bagi pengembangan senjata nuklir yang mengancam eksistensi manusia. Ancamannya, baik berupa kebocoran dan paparan zat radioaktifnya maupun dari ledakan bom nuklir sebagai senjata. Padahal, teknologi nuklir untuk pembangkit energi merupakan hal yang berbeda dengan teknologi nuklir sebagai senjata. Pengembangan nuklir sebagai senjata membutuhkan tambahan teknologi tingkat lanjut.

Permasalahan ini diperparah oleh praktek politisasi. Para politisi seringkali menjadikan upaya penolakan energi nuklir sebagai upaya menarik simpati masyarakat. Hal ini kemudian membentuk opini publik bahwa nuklir merupakan sumber energi yang berbahaya dan mengancam eksistensi manusia. Politisasi bukan hanya di lingkup nasional, tapi juga berskala global.

Memang benar bahwa nuklir sebagai energi masih memiliki kekurangan-kekurangan di sisi keamanannya. Seperti halnya yang terjadi di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima, Jepang. Walau tingkat keamanannya telah diatur sedemikian tinggi untuk menghadapi gempa dan tsunami, namun tetap saja kegagalan terjadi.

Oleh karena itu pemanfaatan nuklir di masa depan akan sangat tergantung seberapa canggih perkembangan teknologinya yang dapat meyakinkan publik. Selain mengembangkan teknologi nuklir berbasis uranium dan plutonium yang selama ini digunakan, terdapat juga alternatif bahan nuklir yang disebut Thorium. Bahan ini secara teoritis dinilai lebih aman. Selain itu, terdapat juga pengembangan teknologi nuklir fusi yang merupakan reaksi kebalikan dari nuklir selama ini yakni nuklir fisi. Pada nuklir fusi, atom ditumbukkan sehingga menghasilkan energi, sedangkan pada nuklir fisi, atom dibelah sehingga melepaskan energi. Mekanismenya reaksi fusi mirip seperti yang terjadi di matahari.

Hanya ada lima negara yang diijinkan dunia memiliki senjata nuklir berdasarkan perjanjian Nonproliferasi Nuklir (Nuclear Non-Proliferation Treaty atau NPT): Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, dan China. Banyak negara yang telah menandatangani perjanjian ini. Namun ada juga beberapa negara di luar kelima negara tersebut yang juga mengembangkan senjata nuklir. Misalnya seperti India, Pakistan, dan Korea Utara.

Intensitas politik pada nuklir sebagai senjata bisa kita lihat dari perjalan sejarah dunia abad 21. Perlombaan pengembangan senjata nuklir dimulai semenjak era perang dingin. Persaingan antara Rusia dan Amerika. Antara India dan Pakistan. Antara Korea Utara dan Korea Selatan. Isu nuklir seringkali menjadi isu utama.

Hot issue yang juga saat ini sedang berlangsung adalah isu nuklir Iran. Iran menyatakan akan mengembangkan nuklir untuk pembangkit energi. Namun, Amerika Serikat dan sekutunya terus memberi tekanan dan menganggap Iran mengembangkan senjata nuklir. Saudi Arabia juga sempat dicurigai memiliki senjata nuklir dengan bantuan dari Pakistan. Namun hal ini belum ada bukti kuat dan disangkal oleh Saudi Arabia dan Pakistan. Sementara itu, Israel tidak menyangkal dan juga tidak mengiyakan kepemilikan senjata nuklirnya. Isu-isu nuklir di wilayah timur tengah ini menjadi potensi sumber konflik regional.

Hal-hal ini menunjukkan bahwa nuklir, baik sebagai senjata maupun sebagai pembangkit energi akan senantiasa menjadi objek politik. Baik dalam lingkup nasional maupun dalam lingkup global. Oleh karena itu, pengaruhnya terhadap energy security dan ketahanan nasional suatu negara akan sangat besar.

Jika misalkan nuklir sebagai energi benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh suatu negara, misalkan menggunakan standar keamanan tinggi, didukung pemahaman masyarakat yang baik mengenai nuklir, maka bisa saja ketahanan energi negara tersebut meningkat. Hal ini karena energi nuklir merupakan sumber energi sangat handal, baik dari sisi operasional maupun dari sisi sistem pasokan bahan bakarnya.

Jika terjadi gangguan pasokan bahan bakar, PLTN dapat terus beroperasi selama 12 hingga 18 bulan. Walaupun bahan bakar PLTN diimpor, dan proses pengayaannya hanya dapat dilakukan di negara-negara tertentu, namun konsumsi bahan bakar PLTN relatif sedikit sedangkan tenaga listrik yang dihasilkan relatif besar. Karenanya masih tersedia waktu yang cukup lama bagi PLTN untuk terus beroperasi tanpa tambahan bahan bakar baru.

Kebutuhan bahan bakar nuklir juga sangat sedikit. Bahan bakar batubara dapat disimpan, tetapi akan dibutuhkan 3 juta ton setiap tahun untuk membangkitkan listrik 1.000 MWe. Sedangkan Uranium, hanya dibutuhkan sekitar 200 ton uranium atau kurang dari 30 ton uranium hasil pengayaan untuk membangkitkan 1.000 MWe. Biaya bahan bakar ini hanya merupakan sekitar 14% dari biaya operasional. Sedangkan pada pembangkit listrik batubara biaya bahan bakar (batubara) adalah sekitar 78% dari biaya operasi, dan untuk pembangkit listrik berbahan bakar gas adalah 89%. Dari sini bisa dikatakan, walaupun biaya investasi untuk pembangunannya di awal tinggi tetapi sekali dioperasikan maka biaya operasional PLTN akan sangat murah. Biaya operasi dan pemeliharaan serta biaya bahan bakar dari PLTN setara dengan hydropower.

Justru hal yang paling rentan dalam rantai pasokan PLTN adalah transportasi bahan bakar. Hal ini tentunya dapat diatasi dengan penyediaan regulasi khusus mengenai transportasi bahan bakar PLTN sehingga menjamin kelancaran pendistribusiannya. Hal ini juga perlu didukung dengan pemenuhan persyaratan standard-standard demi keamanan dan keselamatan serta pemenuhan persyaratan lingkungan.

Namun demikian, berkaca pada kasus kebocoran fasilitas reaktor nuklir di Fukushima-Jepang, sekali terjadi kebocoran reaktor yang menimbulkan kepanikan publik, maka tuntutan masyarakat untuk meninggalkan nuklir semakin gencar. Ketika tuntutan publik tidak bisa ditolak dan mengancam stabilitas nasional, dan semua fasilitas nuklir harus dihentikan, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah sudah tersedia fasilitas pemenuhan energi pengganti/alternatif pengganti nuklir.

REFERENSI :
www.world-nuclear.org
World Nuclear Association, 2015
World Economic Forum, 2012