Sabtu, 04 Juni 2011

RIYA' DAN UJUB


Riya’ adalah lawan dari ikhlas, yaitu menampak-nampakkan ibadah dengan maksud mendapatkan pujian dan penghargaan orang lain. Adapun beberapa contohnya diantaranya adalah seseorang menyedekahkan banyak hartanya agar disebut sebagai dermawan, seseorang rajin pergi ke masjid agar dilihat atasan dan dianggap sebagai orang yang sholeh, dan seseorang pergi ke medan jihad agar dianggap sebagai sosok yang pemberani.

Sementara itu, ujub adalah bangga pada diri sendiri. Orang yang ujub merasa bahwa dirinya paling tinggi dihadapan Allah dibandingkan manusia yang lain, namun pada hakikatnya dialah orang yang paling rendah dan hina di sisi Allah.

Diantara keduanya sebenarnya saling melengkapi dalam menjerumuskan manusia. Banyak diantara kita yang berusaha untuk menjauhi riya' karena takut amalan kita luntur. Akan tetapi pada waktu yang bersamaan jiwa kita terjebak dalam penyakit ujub, karena dalam diri kita timbul rasa bangga telah berhasil menjauhi riya’, bangga dengan amalan yang telah kita lakukan, bangga dengan ilmu yang telah kita miliki, bangga dengan keberhasilan dakwah kita, dan lain sebagainya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : "Dan sering orang-orang menggandengkan antara riya' dan ujub. Riya’ termasuk bentuk kesyirikan dengan orang lain (yaitu mempertujukan ibadah kepada orang lain-pen) adapun ujub termasuk bentuk syirik kepada diri sendiri (yaitu merasa dirinyalah atau kehebatannyalah yang membuat ia bisa berkarya-pen). Ini merupkan kondisi orang yang sombong. Orang yang riya' tidak merealisasikan firman Allah "Hanya kepadaMulah kami beribadah", dan orang yang ujub tidaklah merealisasikan firman Allah "Dan hanya kepadaMulah kami memohon pertolongan". Barangsiapa yang merealisasikan firman Allah "Hanya kepadaMulah kami beribadah" maka ia akan keluar lepas dari riya', dan barangsiapa yang merealisasikan firman Allah "Dan hanya kepadaMulah kami memohon pertolongan" maka ia akan keluar terlepas dari ujub" (Majmuu' Al-Fataawaa 10/277).

Karenanya Rasulullah pernah berpesan:
"Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang perkara yang lebih aku takutkan menimpa kalian daripada Dajjal?", kami (para sahabat) berkata, "Tentu wahai Rasulullah", beliau berkata, "Syirik yang samar, yaitu seseorang berdiri melakukan sholat lalu ia perindah sholatnya karena dia tahu ada orang lain yang sedang
melihatnya sholat"
(HR Ahmad 3/30 no 11270 dan Ibnu Majah no 4204 dan dihasankan oleh Syaikh Albani)

Adapun upaya untuk mencegah diri kita terjebak ke dalam kedua sikap tercela ini yaitu dengan berusaha selalu Ikhlas. Orang yang ikhlas hatinya hanya sibuk mengaharapkan keridhoan Allah dan tidak peduli dengan komentar dan penilaian manusia yang tidak memberi kemanfaatan dan tidak memudhorotkan terhadap dirinya. Yang paling penting baginya adalah penilaian Allah terhadap amalannya. Orang yang ikhlas adalah orang yang lebih banyak amalannya ketika bersendirian dibandingkan amalannya tatkala dilihat oleh orang lain.

Hanya orang yang berusaha meraih keikhlasan yang senantiasa memperhatikan gerak-gerik hatinya, senantiasa mengecek kondisi hatinya, apakah hatinya berpenyakit riya’? Atau apakah berpenyakit ujub?. Semoga kita semua bisa terhindar dari kedua sifat tercela ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan beri komentar barupa kritik dan saran yang membangun demi kemajuan blog saya ini. Jangan malu - malu!

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.